20+ Cara Mendidik dan Mengajar Anak SD Yang Baik dan Benar
Sunday, 8 July 2018
Add Comment
20+ Cara Mendidik dan Mengajar Anak SD Yang Baik dan Benar_ Anak yang berada di kelas awal SD adalah anak yang berada pada rentangan anak usi dini. Masa usia dini ini merupakan masa yang pendek, tetapi merupakan masa yang sangat penting bagi seseorang anak.
Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi yang di miliki anak perlu di dorong sehingga akan berkembang secara optimal. Lantas bagaimana cara mendidik anak SD, mulai dari kelas 1, kelas 2, kelas 3, kelas 4, kelas 5 dan kelas 6. berikut ulasannya untuk anda.
1. Guru sebaiknya memahami karakteristik anak mulai dari kelas 1, kelas 2, kelas 3, kelas 4, kelas 5 dan kelas 6
Salah atu hal yang utama untuk dipahami oleh guru adalah karakteristik perkembangan anak pada usia SD. Karakteristik perkembangan anak pada usia SD biasanya pertumbuhan fisiknya telah mencapai kematangan. Mereka telah mampu mengontrol tubuh dan keseimbangannya. Mereka telah dapat melompat dengan kaki secara bergantian, dapat mengendarai sepeda roda dua, dapat menangkap bola dan telah berkembang koordinasi tangan dan matanya untuk dapat memegang pensil maupun memegang gunting.
Baca juga: 7 Cara Mengatasi Anak Yang Lambat Memahami Pelajaran
Selain itu, perkembangan sosial anak yang berada pada usia kelas awal SD, antara lain mereka telah dapat menunjukan keakuannya tentang jenis kelaminya, telah mulai berkompetisi dengan teman sebaya, menpunyai sahabat, telah mampu berbagi dan mandiri Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua hal yang sangat penting dan tidak dapat di pisahkan dari perjalanan hidup manusia.
Pertumbuhan dan perkembangan manusia bersifat permanen, dalam arti pertumbuhan dan perkembangan berlangsung selama manusia hidup dan berakhir bersamaan dengan berakhirnya manusia (meninggal dunia). Setiap individu secara kodrat membawa variasi dan irama pertumbuhan dan perkembangan sendiri-sendiri.
Hal ini menyebabkan setiap individu mempunyai perbedaan-perbedaan. Teori berkaitan dengan perkembangan psikologi dan intelektual siswa di sekolah dasar di jabarkan oleh Piaget. Menurut teori Piaget, proses belajar dapat berlangsung setelah terjadi proses pengolahan data yang aktif di pihak pembelajar. Pengolahan data yang aktif merupakan aktivitas lanjutan dari kegiatan mencari informasi dan di lanjutkan dengan kegiatan penemuan.
Piaget berpendapat bahwa “apa yang sudah ada pada diri seorang siswa (kapasitas dasar kemampuan intelektualnya atau dapat di sebut dengan istilah skema) adalah dasar untuk menerima hal yang baru.” Skema berfungsi mengatur interaksi siswa dengan lingkungan sekitarnya” (Hasan, 1996:30). Menurut Piaget, kematangan bio-psikologi seseorang memiliki tingkatan-tingkatan. Tingkatan perkembangan
intelektual memiliki ciri-ciri terdiri, antara lain:
2. Guru sebaiknya memahami tingkatan perkembangan intelektual anak berdasarkan usia
Next tips mengajar di SD yang baik dan benar adalah guru harus memahami tingkatan perkembangan anak berdasarkan usia. Menurut Piaget, kematangan bio-psikologi seseorang memiliki tingkatan-tingkatan. Tingkatan perkembangan:
A. Tahap pra-operasional (2-7 tahun)
Tahap pra-operasional (2-7 tahun) tahap berpikir pra-konseptual (2-4 tahun) yang di tandai dengan mulainya adaptasi terhadap symbol, mulai dari tingkah laku berbahasa, aktivitas imitasi dan permainan.
B. Tahap berpikir intuitif (4-7 tahun)
Kemudian pada tahap berpikir intuitif (4-7 tahun) di tandai oleh berpikir pralogis yaitu antara operasional konkret dengan prakonsektual. Pada tahap ini perkembangan ingatan peserta didik sudah mulai mantap, tetapi kemampuan berpikir deduktif dan induktif masih lemah/belum mantap.
C. Tahap operasional konkret (7-11 tahun)
Perkembangan intelektual siswa sekolah dasar berada pada tahap operasional konkret (7-11 tahun) yang di tandai oleh kemampuan berpikir konkret dan mendalam, mampu mengklasifikasi dan mengontrol presepsinya. Pada tahap ini, perkembangan kemampuan berpikir siswa sudah mantap, kemampuan skema asimilasinya sudah lebih tinggi dalam melakukan suatu koordinasi yang konsisten antar skema (Muhibin, 1995:67).
Kemampuan berpikir yang dimiliki oleh siswa sekolah dasar tersebut akan memengaruhi seluruh kegiatan pembelajaran yang di selenggarakan guru. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran Sains, Bahasa Indonesia, dan Budi Pekerti serta mata pelajaran lainya di arahkan pada pendekatan “meaningful learning” yang didasarkan kepada pengembangan kemampuan berpikir di sesuaikan dengan biopsikologis siswa yang hendaknya di jadikan tolok ukur guru, baik dalam pengembangan materi, strategi mengajar, pendekatan, media maupun dalam melakukan evaluasi hasil belajar.
Dewey mengungkapkan bahwa “education is growth, development, life”. Hal ini berarti bahwa proses pendidikan tidak mempunyai tujuan di luar dirinya, tetapi terdapat dalam pendidikan itu sendiri. Proses pendidikan juga bersifat kontinu yang merupakan reorganisasi, rekonstruksi, dan pengubahan pengalaman hidup, dan juga perubahan pengalaman hidup (Sukmadinata, 2002:34).
Pembelajaran tematik sebagai suatu konsep dapat di katakan sebagai pendekatan belajar mengajar yang melibatkan beberapa bidang studi untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada anak. Di katakana bermakna karena dalam pembelajaran tematik, anak akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari itu melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep
lain yang mereka pahami.
3. Guru sebaiknya memahami cara anak SD belajar
Salah satu prinsip pendidikan adalah proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat atas dasar kasih sayang. Piaget (1950) menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya (teori perkembangan kognitif).
Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran) dan akomodasi (proses memanfaatkan konsep-konsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek).
Kedua proses tersebut jika berlangsung terus-menerus akan membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu secara bertahap anak dapat membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut, perilaku belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam diri dan lingkungannya.
Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya. Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut:
1) Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak;
2) Mulai berpikir secara operasional;
3) Mempergunakan cara berpikir operasional untuk megklasifikasikan benda-benda;
4) Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat; dan
5) Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat.
Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu:
1. Konkret
Konkret mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkret yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak-atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggung jawabkan.
2. Integratif
Pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu. Hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian.
3. Hierarkis
Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dipehatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi dan cakupan keluasan serta kedalaman materi.
4. Guru sebaiknya memahami 4 pilar pendidikan
Pada 1996 Commision On Uducation For The Twenty-Furst Centuri menyampaikan usulan kepada UNESCO bahwa pendidikan sepanjang hayat sebagai suatu bangunan yang di topang oleh 4 pilar. Pada 1998 UNESCO merencanakan 4 pilar pendidikan tersebut, yaitu :
a. Learning To Know, yang juga berarti learning to learn, yaitu belajar untuk memperoleh pengetahuan dan untuk melakukan pembelajaran selanjutnya;
b. Learning To Do, yaiti belajat untuk memiliki kompetensi dasar dalam berhubungan dengan situasidan tim kerja yang berbeda-beda;
c. Learning To Be yaitu belajar untuk mengatualisasikan diri sebagai individu dengan kepribadian yang memiliki pertimbangan dan tanggung jawab pribadi ( Abdul Majid, 2004 :1 ).
d. Learning To Life Together, yaitu belajar mampu mengapresasikan dan mengamalkan kondisi saling ketergantungan, keaaneka ragaman memahami dan perdamayan interen dan antar bangsa
Dengan demikian, keluaran proses pendidikan meruapakan suatu pribadi utuh dengan keunggulan secara berimbang dalam aspek spriltual, sosial, intelektual, emosional dan fisikal juga pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk memperoleh kebahagian hidup secra seimbng antara kehidupan dunia dan akhirat, antara kehidupan pribadi dengan kehidupan bersama.
Untuk dapat menyelaraskan perkembangan kemampuan dasar anak secara optimal, diperlukan kreaktivitas guru untuk memilih alternatif model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas dan kreaktivitas serta karakterisistik anak sehingga proses belajar mengajar lebih efektif. Kemampuan dasar penting sekali tertanam dengan kuat di tingkat sekolah dasar.
5. Guru perlu memperhatikan beberapa prinsip latar, prinsip belajar sambil bekerja, prinsip belajar sambil bermain, dan prinsip keterpaduan.
Pada pengembanganya, anak usia sekolah dasar cenderung suka bermain, memiliki rasa ingin tahu yang besar dan mudah terpengaruh oleh lingkungannya sehingga pembelajaran di sekolah dasar harus di usahakan agar tercipta suasana siswa yang aktif dan menyenangkan.
Untuk itu, guru perlu memperhatikan beberapa prinsip latar, prinsip belajar sambil bekerja, prinsip
belajar sambil bermain, dan prinsip kterpaduan ( depdikbud, 1995: 1-2 ). Lebih jelasnya prinsip-prinsip itu adalah sebagai berikut.
1) Prinsip latar adalah suatu keadaan dimana siswa telah mengetahui hal lain baik secara langsung atau tidak langsung terhadap materi yang akan di pelajari. Hal tersebut perlu di dasari oleh guru tidak terjadi ke kosongan dalam pembelajaran. Artinya siswa tidak merasa asing atas apa yang akan diajarkan.
2) Prinsip belajar sambil bekerja merupakan hal yang sangat penting bagi siswa karena penglaman yang de peroleh melalui bekerja meruapakan hasil belajar yang tidak muda di lupakan. Selain itu,
siswa memperoleh kepercayaan diri, merasa senang dan puas karena kemampuannya dapat disalurkan dan sekaligus dapat melihat hasil.
3) Prinsip belajar sambil bermain merupakan keevektivan yang dapat menimbulkan suasana yang menyenangkan bagi siswa dalam belajar. Suasana seperti ini akan mendorong siswa untuk lebih giat belajar. Oleh karena itu, guru harus dapat menciptakan bentuk permainan yang kreatif dan menarik dalam menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa.
4) Prinsip keterpaduan merupakan hal penting dalam pembelajaran. Oleh karena itu, guru di harapkan agar dalam menyampaikan makteri pembelajaran hendaknya mengaitkan antara konsep yang satu dengan yang lainnya. Memadukan konsep atau materi pembelajaran pada dasarnya dapat membantu siswa dalam menyerap pengetahuan yang di berikan oleh guru sehingga pembelajaran yang di ikuti dapat dicapai secara bermakna.
6. Guru menerapkan belajar dan pembelajaran bermakna di SD
Belajar pada hakikatnya merupakan proses perubahan di dalam kepribadian yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan dan kepandaian. Perubahan ini bersifat menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.
Pembelajaran pada hakikatnya adalah suatu proses interaksi antara anak dengan anak, anak dengan sumber belajar, dan anak dengan pendidik. Kegiatan pembelajaran ini akan menjadi bermakna bagi anak jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman bagi anak. Proses belajar bersifat individual dan kontekstual. Artinya proses belajar terjadi dalam diri individu sesuai dengan perkembangan dan lingkungannya.
Belajar bermakna (meaningful learning) merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-aspek, konsep-konsep, infornasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa.
Proses belajar tidaksekedar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidsk mudah dilupakan. Dengan demikian, agar terjadi belajar bermakna, maka guru harus selalu berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dan membantu memadukannya secara harmonis konsep-konsep tersebut dengan pengetahuan baru yang akan di ajarkan.
Dengan kata lain, belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami lansung apa yang dipelajari dengan mengaktifkan lebih banyak indra daripada hanya mendengarkan orang/guru menjelaskan.
Empat Kutub Pembelajaran
Hal ini sesuai dengan pendapat Ausuble dan Robinson(1968) yang mengembangkan pendekatan pembelajaran yang bertolak dari dua kontinum bersilangan, yaitu kontinum belajar mencari (discovery learning) –belajar menerima (receptionlearnimg) dan belajar bermakna (discovery learning) - dan belajar menghafal (rote learning). Kedua kontinum tersebut membentuk empat kutub belajar yang dapat digambarkan pada sebuah bagan garis silang.
Dari keempat kutub belajar dalam bagan di atas, model belajar efektif adalah belajar yang menekankan pada makna dan mengaktifkan siswa. Belajar bermakna adalah belejar yang menekankan arti atau makna dari bahan dan kegiatan yang diberikan bagi kepentingan siswa.
7. Guru Harus memahami perbedaan kemampuan anak SD secara kongnitif, afektif, dan psikomotor dalam proses belajar.
Proses belajar siswa sebagai bagian dari kurikulum dan pembelajaran bertujuan untuk meningkatkan perkembangan kongnitif, afektif dan psikomotor. Berikut adalah gambaran hubungan kurikulum dengan kemampuan siswa.
Hubungan Kurikulum dengan Kemampuan Siswa
Dalam taraf perkembangan pendidikan di sekolah, anak-anak bukanlah organisasi yang pasif seperti yang diungkapkan Jhon Locke pada teori Tabula Rasa yang kemudian melahirkan aliran belajar behaviostik. Menurut kaum behaviostik perilaku manusia sangat di tentukan oleh lingkungan yang datang dari luar karena itu setiap perilaku dapat di kontrol oleh stimulasi yang datang dari luar.
Namun, teori ini kemudian terbantahkan oleh Leibnitz melalui orientasi fenomenologi yang menyatakan manusia adalah organisme yang aktif dan bebas untuk membuat pilihan dalam setiap situasi.Mau jadi apa nantinya manusia tersebut bukan ditentukan oleh faktor lingkungan akan tetapi ditentukan oleh potensi yang dimiliki manusia tersebut. Potensi atau kemampuan tersebut terdiri dari tiga komponen utama yakni kemampuan kongnitif, kemampuan afektif, dan kemampuan psikomotor.
1. Menyikapi Perbedaan Anak dalam Ranah Kongnitif
Setiap anak menunjukkan kemampuan kongnitif yang berbeda-beda Gardner(1985) dalam Burden&Byrd (1998:255) mengungkapkan bahwa semua orang memilik kecerdasan. Ia menunjukkan tujuh kecerdasan independen yaitu : bahasa, musik, logika, matematika, spasial, kinestetik, interpersonal, dan intrupersonal.
Gardner menambahkan kecerdasan ke delapan pada karakteristik naturalistik. Menurut teori ini, seseorang mungkin memiliki kelebiahan di satu keceradasan tetapi bukan berarti tidak memiliki kecerdasan di bidang lain. Hal ini membutuhkan penyesuaian antara kurikulum dan pengajaran yang berlangsung dengan kemampuan individu.
Stemberg (1988) mengemukakan bahwa pemahaman yang lebih khusus mengenai apa yang dilakukan orang-orang ketika mereka memecahkan masalah sehinggamereka dapat dibantu dengan perilaku yang cerdas.
Ia berendapat bahwa orang-orang yang cerdas menggunakan lingkungan untuk mencapai tujuan dengan cara beradaptasi dengan lingkungan tersebut, mengubah lingkungan tersebut atau keluar dari lingkungan tersebut. Gardner dan Stemberg (1998) mengungkapkan bahwa bagi guru untuk memilih teknik yang tepat dalam pembelajaran ketika mempertimbangkan kongnitif murid adalah sebagai berikut :
• Berharap bahwa murid memiliki perbedaan.
• Mencurahkan waktu dan tenaga untuk mencapai kompetensi.
• Menyadari bahwa kebutuhan-kebutuhan siswa tidak hanya dalam area-area defisit. Perkembangan potensi juga merupakan kebutuhan.
• Mengetahui catatan-catatan yang terdahulu.
• Mengetahui pengalaman terdahulu yang membentuk cara berpikir siswa.
• Menantang siswa dengan tugas-tugas yang bervariasi dan mencatat hasilnya.
• Menggunakan cara penilaian dan evaluasi yang bervariatif.
• Terus mengubah kondisi belajar untuk mengungkapakan potensi.
• Sewaktu-waktu menantang siswa untuk berprestasi melebhi yng didarapakan.
• Mencari sesuatu yang unik untuk dapat dilakukan oleh masing-masing siswa.
Burden dan Bryd mengkategorikan pembelajaran dalam dua bentuk yakni :
a. Pembelajaran Lambat
Seorang siswa dianggap pembelajaran lambat jika tidak dapat belajar pada tingkat rata-rata sumber, teks, buku tugas, dan materi pengajaran yang di rancang bagi mayoritas di kelas (Bloom, 1982).
Siswa ini banyak memiliki konsentrasi dan difisiensi yang terbatas dalam keahlihan dasar seperti membaca, menulis, dan matematika. Mereka perlu di beri perhatian lebih, instruksi, korektif, mempercepat pengajaran khusus, variasi pengajaran dan mungkinmateri oleh guru di dalam kelas adalah :
• Serimg membuat variasi teknik pengajaran.
• Mengembangkan pembelajaran yang menyangkut minat, kebutuhan, dan pengalaman siswa.
• Menyediakan lingkungan yang mendorong dan mendukung.
• Menggunakan pembelajaran kooperatif peer tutor bagi siswa yang membutuhkan pemantapan.
• Menyediakan pembelajaran tambahan.
• Mengajarkan materi dan langkah-langkah kecil dan sering melakukan evaluasi pemahaman.
• Menggunakan materi dan pengajaran individu jika memungkinkan.
• Menggunakan materi audio-visual untuk pengajaran.
b. Pembelajaran berbakat
Pembelajaran yang berbakat adalah siswa yang mempunyai kemampuan diatas rata-rata dan mereka membutuhkan pembimbingan pengajaran khusus. Sayangnya, beberapa guru kurang menantang siswa memiliki kemampuan tinggi. Hal ini yang harus dilakukan di sekolah adalah :
• Tidak mewajibkan untuk melakukan pengulangan terhadap materi yang telah di kuasai mereka.
• Memberikan pengajaran dengan kecepatan yang fleksibel.
• Menampungkan kurikulum dengan menghilangkan tugas-tugas yang tidak perlu agar waktu beraktivitas dapat di gunakan untuk aktivitas yang lain.
• Mendukung siswa untuk lebih mandiri dalam belajar.
• Menggunakan prosedur penilaian yang tidak menghambat siswa dan tidak menghukum mereka jika memiliki aktivitas mengajar yang kompleks.
2. Menyikapi Perbedaan Anak dalam Ranak Afektif
Pendidikan dalam ranah afektif berfokus pada perasaan dan sikap perkembangan emosional tidak mudah difasilitasi tetapi terkadang perasaan siswa mengenai kemampuan meraka atau kemampuan mata pelajaran yang sama penting dengan nfomasi yang meraka pelajari (Salvin,1997). Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mendorong kemapuan afektif adalah :
• Mengetahui nama siswa sedini mungkin.
• Menerima siswa apa adanya karena siswa memilki kualitas yang menarik dan berharga.
• Mengigat pemahaman terdahulu yang membentuk perasaan siswa.
• Mengamati siswa, mengetahui suasana hati dan reaksi dari hari ke hari
• Melakukan pengalaman dalam jangka waktu tertentu.
• Mengamati perubahan, stabilitas dalam kondisi yang berbeda.
3. Menyikapi Perbedaan Anak dalam Ranah Psikomotor
Terkait dengan kemampuan berkarya ini, hal-hal yang harus dilakukan adalah :
• Mendengar respon-respon kreatif.
• Menghargai respon-respon kreatif dengan meminta siswa yang kreatif.
• Menciptakan suasana belajar yang kraetif, dan bukan konvensional.
• Membolehkan beberapa karya menjadi open-end, mungkin berantaka, dan tidak dapat dinilai untukmendorong mereka agar mengeksplorasi.
• Membangun lingkungan belajar yang fleksibel di mana siswa bebas membuat pilihan dan melakukan minat-minat pribadi.
Demikianlah 20+ Cara Mendidik dan Mengajar Anak SD Yang Baik dan Benar, semoga bermanfaat.
Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi yang di miliki anak perlu di dorong sehingga akan berkembang secara optimal. Lantas bagaimana cara mendidik anak SD, mulai dari kelas 1, kelas 2, kelas 3, kelas 4, kelas 5 dan kelas 6. berikut ulasannya untuk anda.
1. Guru sebaiknya memahami karakteristik anak mulai dari kelas 1, kelas 2, kelas 3, kelas 4, kelas 5 dan kelas 6
Salah atu hal yang utama untuk dipahami oleh guru adalah karakteristik perkembangan anak pada usia SD. Karakteristik perkembangan anak pada usia SD biasanya pertumbuhan fisiknya telah mencapai kematangan. Mereka telah mampu mengontrol tubuh dan keseimbangannya. Mereka telah dapat melompat dengan kaki secara bergantian, dapat mengendarai sepeda roda dua, dapat menangkap bola dan telah berkembang koordinasi tangan dan matanya untuk dapat memegang pensil maupun memegang gunting.
Baca juga: 7 Cara Mengatasi Anak Yang Lambat Memahami Pelajaran
Selain itu, perkembangan sosial anak yang berada pada usia kelas awal SD, antara lain mereka telah dapat menunjukan keakuannya tentang jenis kelaminya, telah mulai berkompetisi dengan teman sebaya, menpunyai sahabat, telah mampu berbagi dan mandiri Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua hal yang sangat penting dan tidak dapat di pisahkan dari perjalanan hidup manusia.
Pertumbuhan dan perkembangan manusia bersifat permanen, dalam arti pertumbuhan dan perkembangan berlangsung selama manusia hidup dan berakhir bersamaan dengan berakhirnya manusia (meninggal dunia). Setiap individu secara kodrat membawa variasi dan irama pertumbuhan dan perkembangan sendiri-sendiri.
Hal ini menyebabkan setiap individu mempunyai perbedaan-perbedaan. Teori berkaitan dengan perkembangan psikologi dan intelektual siswa di sekolah dasar di jabarkan oleh Piaget. Menurut teori Piaget, proses belajar dapat berlangsung setelah terjadi proses pengolahan data yang aktif di pihak pembelajar. Pengolahan data yang aktif merupakan aktivitas lanjutan dari kegiatan mencari informasi dan di lanjutkan dengan kegiatan penemuan.
Piaget berpendapat bahwa “apa yang sudah ada pada diri seorang siswa (kapasitas dasar kemampuan intelektualnya atau dapat di sebut dengan istilah skema) adalah dasar untuk menerima hal yang baru.” Skema berfungsi mengatur interaksi siswa dengan lingkungan sekitarnya” (Hasan, 1996:30). Menurut Piaget, kematangan bio-psikologi seseorang memiliki tingkatan-tingkatan. Tingkatan perkembangan
intelektual memiliki ciri-ciri terdiri, antara lain:
2. Guru sebaiknya memahami tingkatan perkembangan intelektual anak berdasarkan usia
Next tips mengajar di SD yang baik dan benar adalah guru harus memahami tingkatan perkembangan anak berdasarkan usia. Menurut Piaget, kematangan bio-psikologi seseorang memiliki tingkatan-tingkatan. Tingkatan perkembangan:
A. Tahap pra-operasional (2-7 tahun)
Tahap pra-operasional (2-7 tahun) tahap berpikir pra-konseptual (2-4 tahun) yang di tandai dengan mulainya adaptasi terhadap symbol, mulai dari tingkah laku berbahasa, aktivitas imitasi dan permainan.
B. Tahap berpikir intuitif (4-7 tahun)
Kemudian pada tahap berpikir intuitif (4-7 tahun) di tandai oleh berpikir pralogis yaitu antara operasional konkret dengan prakonsektual. Pada tahap ini perkembangan ingatan peserta didik sudah mulai mantap, tetapi kemampuan berpikir deduktif dan induktif masih lemah/belum mantap.
C. Tahap operasional konkret (7-11 tahun)
Perkembangan intelektual siswa sekolah dasar berada pada tahap operasional konkret (7-11 tahun) yang di tandai oleh kemampuan berpikir konkret dan mendalam, mampu mengklasifikasi dan mengontrol presepsinya. Pada tahap ini, perkembangan kemampuan berpikir siswa sudah mantap, kemampuan skema asimilasinya sudah lebih tinggi dalam melakukan suatu koordinasi yang konsisten antar skema (Muhibin, 1995:67).
Kemampuan berpikir yang dimiliki oleh siswa sekolah dasar tersebut akan memengaruhi seluruh kegiatan pembelajaran yang di selenggarakan guru. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran Sains, Bahasa Indonesia, dan Budi Pekerti serta mata pelajaran lainya di arahkan pada pendekatan “meaningful learning” yang didasarkan kepada pengembangan kemampuan berpikir di sesuaikan dengan biopsikologis siswa yang hendaknya di jadikan tolok ukur guru, baik dalam pengembangan materi, strategi mengajar, pendekatan, media maupun dalam melakukan evaluasi hasil belajar.
Dewey mengungkapkan bahwa “education is growth, development, life”. Hal ini berarti bahwa proses pendidikan tidak mempunyai tujuan di luar dirinya, tetapi terdapat dalam pendidikan itu sendiri. Proses pendidikan juga bersifat kontinu yang merupakan reorganisasi, rekonstruksi, dan pengubahan pengalaman hidup, dan juga perubahan pengalaman hidup (Sukmadinata, 2002:34).
Pembelajaran tematik sebagai suatu konsep dapat di katakan sebagai pendekatan belajar mengajar yang melibatkan beberapa bidang studi untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada anak. Di katakana bermakna karena dalam pembelajaran tematik, anak akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari itu melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep
lain yang mereka pahami.
3. Guru sebaiknya memahami cara anak SD belajar
Salah satu prinsip pendidikan adalah proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat atas dasar kasih sayang. Piaget (1950) menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya (teori perkembangan kognitif).
Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran) dan akomodasi (proses memanfaatkan konsep-konsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek).
Kedua proses tersebut jika berlangsung terus-menerus akan membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu secara bertahap anak dapat membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut, perilaku belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam diri dan lingkungannya.
Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya. Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut:
1) Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak;
2) Mulai berpikir secara operasional;
3) Mempergunakan cara berpikir operasional untuk megklasifikasikan benda-benda;
4) Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat; dan
5) Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat.
Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu:
1. Konkret
Konkret mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkret yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak-atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggung jawabkan.
2. Integratif
Pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu. Hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian.
3. Hierarkis
Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dipehatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi dan cakupan keluasan serta kedalaman materi.
4. Guru sebaiknya memahami 4 pilar pendidikan
Pada 1996 Commision On Uducation For The Twenty-Furst Centuri menyampaikan usulan kepada UNESCO bahwa pendidikan sepanjang hayat sebagai suatu bangunan yang di topang oleh 4 pilar. Pada 1998 UNESCO merencanakan 4 pilar pendidikan tersebut, yaitu :
a. Learning To Know, yang juga berarti learning to learn, yaitu belajar untuk memperoleh pengetahuan dan untuk melakukan pembelajaran selanjutnya;
b. Learning To Do, yaiti belajat untuk memiliki kompetensi dasar dalam berhubungan dengan situasidan tim kerja yang berbeda-beda;
c. Learning To Be yaitu belajar untuk mengatualisasikan diri sebagai individu dengan kepribadian yang memiliki pertimbangan dan tanggung jawab pribadi ( Abdul Majid, 2004 :1 ).
d. Learning To Life Together, yaitu belajar mampu mengapresasikan dan mengamalkan kondisi saling ketergantungan, keaaneka ragaman memahami dan perdamayan interen dan antar bangsa
Dengan demikian, keluaran proses pendidikan meruapakan suatu pribadi utuh dengan keunggulan secara berimbang dalam aspek spriltual, sosial, intelektual, emosional dan fisikal juga pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk memperoleh kebahagian hidup secra seimbng antara kehidupan dunia dan akhirat, antara kehidupan pribadi dengan kehidupan bersama.
Untuk dapat menyelaraskan perkembangan kemampuan dasar anak secara optimal, diperlukan kreaktivitas guru untuk memilih alternatif model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas dan kreaktivitas serta karakterisistik anak sehingga proses belajar mengajar lebih efektif. Kemampuan dasar penting sekali tertanam dengan kuat di tingkat sekolah dasar.
5. Guru perlu memperhatikan beberapa prinsip latar, prinsip belajar sambil bekerja, prinsip belajar sambil bermain, dan prinsip keterpaduan.
Pada pengembanganya, anak usia sekolah dasar cenderung suka bermain, memiliki rasa ingin tahu yang besar dan mudah terpengaruh oleh lingkungannya sehingga pembelajaran di sekolah dasar harus di usahakan agar tercipta suasana siswa yang aktif dan menyenangkan.
Untuk itu, guru perlu memperhatikan beberapa prinsip latar, prinsip belajar sambil bekerja, prinsip
belajar sambil bermain, dan prinsip kterpaduan ( depdikbud, 1995: 1-2 ). Lebih jelasnya prinsip-prinsip itu adalah sebagai berikut.
1) Prinsip latar adalah suatu keadaan dimana siswa telah mengetahui hal lain baik secara langsung atau tidak langsung terhadap materi yang akan di pelajari. Hal tersebut perlu di dasari oleh guru tidak terjadi ke kosongan dalam pembelajaran. Artinya siswa tidak merasa asing atas apa yang akan diajarkan.
2) Prinsip belajar sambil bekerja merupakan hal yang sangat penting bagi siswa karena penglaman yang de peroleh melalui bekerja meruapakan hasil belajar yang tidak muda di lupakan. Selain itu,
siswa memperoleh kepercayaan diri, merasa senang dan puas karena kemampuannya dapat disalurkan dan sekaligus dapat melihat hasil.
3) Prinsip belajar sambil bermain merupakan keevektivan yang dapat menimbulkan suasana yang menyenangkan bagi siswa dalam belajar. Suasana seperti ini akan mendorong siswa untuk lebih giat belajar. Oleh karena itu, guru harus dapat menciptakan bentuk permainan yang kreatif dan menarik dalam menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa.
4) Prinsip keterpaduan merupakan hal penting dalam pembelajaran. Oleh karena itu, guru di harapkan agar dalam menyampaikan makteri pembelajaran hendaknya mengaitkan antara konsep yang satu dengan yang lainnya. Memadukan konsep atau materi pembelajaran pada dasarnya dapat membantu siswa dalam menyerap pengetahuan yang di berikan oleh guru sehingga pembelajaran yang di ikuti dapat dicapai secara bermakna.
6. Guru menerapkan belajar dan pembelajaran bermakna di SD
Belajar pada hakikatnya merupakan proses perubahan di dalam kepribadian yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan dan kepandaian. Perubahan ini bersifat menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.
Pembelajaran pada hakikatnya adalah suatu proses interaksi antara anak dengan anak, anak dengan sumber belajar, dan anak dengan pendidik. Kegiatan pembelajaran ini akan menjadi bermakna bagi anak jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman bagi anak. Proses belajar bersifat individual dan kontekstual. Artinya proses belajar terjadi dalam diri individu sesuai dengan perkembangan dan lingkungannya.
Belajar bermakna (meaningful learning) merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-aspek, konsep-konsep, infornasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa.
Proses belajar tidaksekedar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidsk mudah dilupakan. Dengan demikian, agar terjadi belajar bermakna, maka guru harus selalu berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dan membantu memadukannya secara harmonis konsep-konsep tersebut dengan pengetahuan baru yang akan di ajarkan.
Dengan kata lain, belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami lansung apa yang dipelajari dengan mengaktifkan lebih banyak indra daripada hanya mendengarkan orang/guru menjelaskan.
Empat Kutub Pembelajaran
Hal ini sesuai dengan pendapat Ausuble dan Robinson(1968) yang mengembangkan pendekatan pembelajaran yang bertolak dari dua kontinum bersilangan, yaitu kontinum belajar mencari (discovery learning) –belajar menerima (receptionlearnimg) dan belajar bermakna (discovery learning) - dan belajar menghafal (rote learning). Kedua kontinum tersebut membentuk empat kutub belajar yang dapat digambarkan pada sebuah bagan garis silang.
Empat Kutub Belajar dan Robinson |
7. Guru Harus memahami perbedaan kemampuan anak SD secara kongnitif, afektif, dan psikomotor dalam proses belajar.
Proses belajar siswa sebagai bagian dari kurikulum dan pembelajaran bertujuan untuk meningkatkan perkembangan kongnitif, afektif dan psikomotor. Berikut adalah gambaran hubungan kurikulum dengan kemampuan siswa.
Hubungan Kurikulum dengan Kemampuan Siswa
Dalam taraf perkembangan pendidikan di sekolah, anak-anak bukanlah organisasi yang pasif seperti yang diungkapkan Jhon Locke pada teori Tabula Rasa yang kemudian melahirkan aliran belajar behaviostik. Menurut kaum behaviostik perilaku manusia sangat di tentukan oleh lingkungan yang datang dari luar karena itu setiap perilaku dapat di kontrol oleh stimulasi yang datang dari luar.
Namun, teori ini kemudian terbantahkan oleh Leibnitz melalui orientasi fenomenologi yang menyatakan manusia adalah organisme yang aktif dan bebas untuk membuat pilihan dalam setiap situasi.Mau jadi apa nantinya manusia tersebut bukan ditentukan oleh faktor lingkungan akan tetapi ditentukan oleh potensi yang dimiliki manusia tersebut. Potensi atau kemampuan tersebut terdiri dari tiga komponen utama yakni kemampuan kongnitif, kemampuan afektif, dan kemampuan psikomotor.
1. Menyikapi Perbedaan Anak dalam Ranah Kongnitif
Setiap anak menunjukkan kemampuan kongnitif yang berbeda-beda Gardner(1985) dalam Burden&Byrd (1998:255) mengungkapkan bahwa semua orang memilik kecerdasan. Ia menunjukkan tujuh kecerdasan independen yaitu : bahasa, musik, logika, matematika, spasial, kinestetik, interpersonal, dan intrupersonal.
Gardner menambahkan kecerdasan ke delapan pada karakteristik naturalistik. Menurut teori ini, seseorang mungkin memiliki kelebiahan di satu keceradasan tetapi bukan berarti tidak memiliki kecerdasan di bidang lain. Hal ini membutuhkan penyesuaian antara kurikulum dan pengajaran yang berlangsung dengan kemampuan individu.
Stemberg (1988) mengemukakan bahwa pemahaman yang lebih khusus mengenai apa yang dilakukan orang-orang ketika mereka memecahkan masalah sehinggamereka dapat dibantu dengan perilaku yang cerdas.
Ia berendapat bahwa orang-orang yang cerdas menggunakan lingkungan untuk mencapai tujuan dengan cara beradaptasi dengan lingkungan tersebut, mengubah lingkungan tersebut atau keluar dari lingkungan tersebut. Gardner dan Stemberg (1998) mengungkapkan bahwa bagi guru untuk memilih teknik yang tepat dalam pembelajaran ketika mempertimbangkan kongnitif murid adalah sebagai berikut :
• Berharap bahwa murid memiliki perbedaan.
• Mencurahkan waktu dan tenaga untuk mencapai kompetensi.
• Menyadari bahwa kebutuhan-kebutuhan siswa tidak hanya dalam area-area defisit. Perkembangan potensi juga merupakan kebutuhan.
• Mengetahui catatan-catatan yang terdahulu.
• Mengetahui pengalaman terdahulu yang membentuk cara berpikir siswa.
• Menantang siswa dengan tugas-tugas yang bervariasi dan mencatat hasilnya.
• Menggunakan cara penilaian dan evaluasi yang bervariatif.
• Terus mengubah kondisi belajar untuk mengungkapakan potensi.
• Sewaktu-waktu menantang siswa untuk berprestasi melebhi yng didarapakan.
• Mencari sesuatu yang unik untuk dapat dilakukan oleh masing-masing siswa.
Burden dan Bryd mengkategorikan pembelajaran dalam dua bentuk yakni :
a. Pembelajaran Lambat
Seorang siswa dianggap pembelajaran lambat jika tidak dapat belajar pada tingkat rata-rata sumber, teks, buku tugas, dan materi pengajaran yang di rancang bagi mayoritas di kelas (Bloom, 1982).
Siswa ini banyak memiliki konsentrasi dan difisiensi yang terbatas dalam keahlihan dasar seperti membaca, menulis, dan matematika. Mereka perlu di beri perhatian lebih, instruksi, korektif, mempercepat pengajaran khusus, variasi pengajaran dan mungkinmateri oleh guru di dalam kelas adalah :
• Serimg membuat variasi teknik pengajaran.
• Mengembangkan pembelajaran yang menyangkut minat, kebutuhan, dan pengalaman siswa.
• Menyediakan lingkungan yang mendorong dan mendukung.
• Menggunakan pembelajaran kooperatif peer tutor bagi siswa yang membutuhkan pemantapan.
• Menyediakan pembelajaran tambahan.
• Mengajarkan materi dan langkah-langkah kecil dan sering melakukan evaluasi pemahaman.
• Menggunakan materi dan pengajaran individu jika memungkinkan.
• Menggunakan materi audio-visual untuk pengajaran.
b. Pembelajaran berbakat
Pembelajaran yang berbakat adalah siswa yang mempunyai kemampuan diatas rata-rata dan mereka membutuhkan pembimbingan pengajaran khusus. Sayangnya, beberapa guru kurang menantang siswa memiliki kemampuan tinggi. Hal ini yang harus dilakukan di sekolah adalah :
• Tidak mewajibkan untuk melakukan pengulangan terhadap materi yang telah di kuasai mereka.
• Memberikan pengajaran dengan kecepatan yang fleksibel.
• Menampungkan kurikulum dengan menghilangkan tugas-tugas yang tidak perlu agar waktu beraktivitas dapat di gunakan untuk aktivitas yang lain.
• Mendukung siswa untuk lebih mandiri dalam belajar.
• Menggunakan prosedur penilaian yang tidak menghambat siswa dan tidak menghukum mereka jika memiliki aktivitas mengajar yang kompleks.
2. Menyikapi Perbedaan Anak dalam Ranak Afektif
Pendidikan dalam ranah afektif berfokus pada perasaan dan sikap perkembangan emosional tidak mudah difasilitasi tetapi terkadang perasaan siswa mengenai kemampuan meraka atau kemampuan mata pelajaran yang sama penting dengan nfomasi yang meraka pelajari (Salvin,1997). Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mendorong kemapuan afektif adalah :
• Mengetahui nama siswa sedini mungkin.
• Menerima siswa apa adanya karena siswa memilki kualitas yang menarik dan berharga.
• Mengigat pemahaman terdahulu yang membentuk perasaan siswa.
• Mengamati siswa, mengetahui suasana hati dan reaksi dari hari ke hari
• Melakukan pengalaman dalam jangka waktu tertentu.
• Mengamati perubahan, stabilitas dalam kondisi yang berbeda.
3. Menyikapi Perbedaan Anak dalam Ranah Psikomotor
Terkait dengan kemampuan berkarya ini, hal-hal yang harus dilakukan adalah :
• Mendengar respon-respon kreatif.
• Menghargai respon-respon kreatif dengan meminta siswa yang kreatif.
• Menciptakan suasana belajar yang kraetif, dan bukan konvensional.
• Membolehkan beberapa karya menjadi open-end, mungkin berantaka, dan tidak dapat dinilai untukmendorong mereka agar mengeksplorasi.
• Membangun lingkungan belajar yang fleksibel di mana siswa bebas membuat pilihan dan melakukan minat-minat pribadi.
Demikianlah 20+ Cara Mendidik dan Mengajar Anak SD Yang Baik dan Benar, semoga bermanfaat.
0 Response to "20+ Cara Mendidik dan Mengajar Anak SD Yang Baik dan Benar"
Post a Comment