3 Cara Analisis Butir Soal
Sunday, 8 January 2017
Add Comment
Cara Analisis
Butir Soal_
Analisis
soal bertujuan untuk mengadakan identifikasi soal-soal yang baik, kurang
baik,
dan soal yang jelek. Dengan analisis soal dapat diperoleh informasi
tentang
kejelekan sebuah soal dan petunjuk untuk mengadakan perbaikan.
Baca juga:
Tiga
masalah
yang berhubungan dengan analisis soal, yaitu taraf kesukaran, daya
pembeda, dan
pola jawaban soal atau pengecoh (Arikunto, 2010). namun terkadang
sebagian guru belum memahami kariteria pemberian skor kepada soal-soal
yang berdasarkan kategori kesukaran, daya pembeda dan pola jawaban soal, alhasil soal mudah, sedang dan sulit diberi standar skor yang sama.
Oleh karena itu memahami cara anilisis
butir soal menjadi hal yang mesti dikuasai oleh setiap guru agar
pemberian soal dan skor tidak terkesang asal-asalan. jadi bagaimana cara
analisis butis soal berdasarkan engkategoriannya? berikut ulasan cara analisis butir soal.
3 Cara Analisis Butir Soal
3 Cara Analisis Butir Soal
1. Berdasarkan Taraf Kesukaran
Tingkat
kesukaran (difficulty level) suatu
butir soal didefinisikan sebagai proporsi atau persentase subjek yang menjawab
butir tes tertentu dengan benar. Sedangkan angka yang menunjukkan sukar atau
mudahnya suatu butir soal dinamakan indeks kesukaran yang dilambangkan dengan p, nilai p ini terletak antara 0 dan 1. Berbicara tentang karakteristik butir
soal berdasarkan teori klasik, maka yang perlu kita pahami dan perhatikan yaitu
adanya butir soal dan peserta tes (testee). Bisa saja terjadi bahwa suatu butir
tes dianggap mudah oleh kelompok siswa kelas A misalnya, tetapi pada kelompok
siswa kelas B butir tes tersebut dianggap sulit. Jadi, berdasarkan teori ini,
analisis tingkat kesukaran soal tidak lepas dari butir soal dan testee. Biasanya, testee dapat
digolongkan menjadi beberapa kelompok, misalnya, kelompok testee yang memiliki
skor tinggi, skor sedang, dan skor rendah (jika kita bermaksud membagi mereka
dalam tiga kelompok). Tetapi jika kita bermaksud menbagi mereka dalam dua
kelompok, maka ada kelompok testee yang memiliki skor tinggi dan memiliki skor
rendah. Begitu juga dengan butir soal, ada butir soal yang dapat dijawab oleh
semua testee, ada juga butir soal yang dijawab oleh sebagian, dan ada yang
tidak dapat dijawab oleh semua testee (Mansyur, dkk., 2009). Lebih
lanjut menurut Sukiman (2012) kriteria yang digunakan untuk menentukan jenis
tingkat kesukaran soal adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2
Kriteria Indeks Tingkat Kesukaran Soal
Indeks Tingkat kesukaran
|
Kategori
|
0,00 – 0,30
|
Soal tergolong sukar
|
0,31 – 0,70
|
Soal
tergolong sedang
|
0,71 – 1,00
|
Soal tergolong mudah
|
Sumber: Sukiman, 2012
2. Berdasarkan Daya Pembeda
Daya
pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang
pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah). Menurut
Sukiman (2012) memberikan kriteria daya beda soal sebagai berikut:
Tabel 2.3 Kriteria
Indeks Daya Beda Soal
Indeks Daya Beda
|
Kategori
|
Tanda negatif
|
Tidak ada daya beda
|
< 0,20
|
Daya
beda lemah
|
0,20 – 0,39
|
Daya beda cukup
|
0,40 – 0,69
|
Daya
beda baik
|
0,70 – 1,00
|
Daya beda baik sekali
|
Sumber: Sukiman, 2012
3. Berdasarkan Pola Jawaban Soal (Distractor / Pengecoh)
Dari pola jawaban soal dapat ditentukan apakah pengecoh (distractor) berfungsi sebagai pengecoh dengan baik atau tidak. Pengecoh yang tidak dipilih sama sekali oleh testee berarti bahwa pengecoh itu jelek. Sebaliknya sebuah distraktor (pengecoh) dapat dikatakan berfungsi dengan baik apabila distraktor tersebut mempunyai daya tarik yang besar bagi pengikut-pengikut tes yang kurang memahami konsep atau kurang menguasai bahan. Sesuatu distraktor dapat diperlakukan dengan 3 cara, yaitu: (1) diterima, karena sudah baik, (2) ditolak karena tidak baik, (3) ditulis kembali, karena kurang baik. Kekurangannya mungkin hanya terletak pada rumusan kalimatnya sehingga hanya perlu ditulis kembali, dengan perubahan seperlunya. Menulis soal adalah suatu pekerjaan yang sulit, sehingga apabila masih dapat diperbaiki, sebaiknya diperbaiki saja, tidak dibuang (Arikunto, 2010). Pengecoh dikatakan berfungsi efektif apabila paling tidak ada siswa yang terkecoh memilih (Purwanto, 2013).
Dari pola jawaban soal dapat ditentukan apakah pengecoh (distractor) berfungsi sebagai pengecoh dengan baik atau tidak. Pengecoh yang tidak dipilih sama sekali oleh testee berarti bahwa pengecoh itu jelek. Sebaliknya sebuah distraktor (pengecoh) dapat dikatakan berfungsi dengan baik apabila distraktor tersebut mempunyai daya tarik yang besar bagi pengikut-pengikut tes yang kurang memahami konsep atau kurang menguasai bahan. Sesuatu distraktor dapat diperlakukan dengan 3 cara, yaitu: (1) diterima, karena sudah baik, (2) ditolak karena tidak baik, (3) ditulis kembali, karena kurang baik. Kekurangannya mungkin hanya terletak pada rumusan kalimatnya sehingga hanya perlu ditulis kembali, dengan perubahan seperlunya. Menulis soal adalah suatu pekerjaan yang sulit, sehingga apabila masih dapat diperbaiki, sebaiknya diperbaiki saja, tidak dibuang (Arikunto, 2010). Pengecoh dikatakan berfungsi efektif apabila paling tidak ada siswa yang terkecoh memilih (Purwanto, 2013).
Demikianlah artikel tentang 3 Cara Analisis Butir Soal yang bisa ibu atau bapak guru coba praktikan agar kualitas soal yang dibuat bisa maksimal dan mampu mengukur kemampuan siswa dengan tepat .
0 Response to "3 Cara Analisis Butir Soal"
Post a Comment