Tokoh Inspiratif : Alumni SM3T Mendirikan Komunitas "Ponceng Pintar" di Kampung Bandit
Thursday, 27 October 2016
Add Comment
Tokoh Inspiratif : Alumni SM3T Mendirikan Komunitas "Ponceng Pintar" di Kampung Bandit
Tentu saja
selalu sampai di telinga tentang rumput tetangga lebih hijau dibandingkan
dengan rumput di halaman sendiri. Kenapa rumput tetangga selalu terlihat lebih
hijau? Karena kita hobi membandingkan kelebihan orang lain dengan kekurangan
kita. Perumpamaan ini mungkin tidak bermaksud meng-general-kan, akan tetapi
jika kita berusaha memandangnya dari sudut pandang yang lain, bahwa seorang
tetangga bisa saja menjadi madrasah kehidupan kita secara lebih nyata untuk
berlomba-lomba dalam kebaikan, maka biarkanlah rumput tetangga selalu menjadi
hijau, dan biarkanlah rumput di halaman sendiri selalu kecipratan hijaunya.
Sebagai seorang
guru pada sebuah sekolah PAUD yang populer dengan biaya pendaftaran dan
kegiatan sekolah yang terbilang mahal, saya selalu berusaha keras menyelami
pemikiran orang-orang yang terlihat biasa-biasa saja yang kemudian mendirikan
sekolah gratis untuk anak-anak yang tidak mampu. Entah bagaimana mereka
mengatur jalannya suatu program kegiatan dengan sokongan dana yang begitu
terbatas, dan sekeras apa usaha mereka untuk tetap membuat sekolah itu hidup
dalam artian sebenarnya, yang kenyataannya di sekolah tempat saya bekerja
dengan anggaran dana yang terjamin masih harus memutar otak untuk mengelola
keuangan agar mencakup semua program kegiatan.
Adalah
Andrianto, tetangga daerahku yang akan kuceritakan kali ini.Pemuda 26 tahun
yang membuat dunia anak-anak di daerah Ponceng menjadi hidup dan berwarna—dari
sudut pandangku. Hidup dalam artian bahwa mereka
(red:anak-anak) punya tempat yang mengakui penempatan usia mereka sebagaimana
layaknya. Berwarna, karena mereka disuguhkan dengan beragam informasi dunia di
luar sana. Katakanlah, jika Laskar Pelangi memiliki kehangatan Pak Balia, My Teacher’s Diary memiliki kerendahhatian Guru Song, Little Big Master memiliki sikap pantang menyerah Guru Hung, Taare Zameen Par memiliki kebijaksanaan guru Ram Shankar Nikumbh, maka tidak berlebihan jika Ponceng Pintar memiliki semangat berkobarnya kak Andri, begitu dia akrab disapa.
Pendidikan
memang tak bisa dilepaskan dari peradaban manusia. Pun orang-orang yang turut
andil di dalamnya adalah pemegang kunci peradaban yang sepatutnya harus selalu
diapresiasi. Dan ketika saya mengambil figur inspiratif dari tokoh pendidikan,
lebih karena saya adalah seorang pendidik yang masih labil, dan selalu
membutuhkan contoh nyata untuk bisa lebih mendidik, menjadi gurunya manusia bukan
gurunya para robot. Pun ketika saya mengangkat tentang Ponceng Pintar, itu
karena nyata di lingkungan saya, dan dekat dengan kehidupan saya sehari-hari.
Sekilas tentang
Ponceng—daerah yang terletak di kelurahan
Manurunge, kecamatan Tanete Riattang, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan—pada masa dulu
adalah sebuah tempat bersarangnya para bandit ala Yakuza—meskipun
tidak sampai se-terorganisir seperti itu.
Ketika disebut ‘orang Ponceng’ maka masyarakat di sekitar akan bergidik membayangkan betapa beringasnya mereka
dalam menyelesaikan suatu perkara. Tentu saja hari ini, Ponceng sudah jauh dari
hingar bingar seperti itu. Begitu pun image Ponceng yang pernah tertanam
negatif di masyarakat berubah menjadi positif seiring mulai tumbuhnya kesadaran
masyarakat untuk berubah ke arah yang lebih baik. Pun hadirnya Ponceng Pintar
menjadi bentuk bagaimana sebuah hukum kehidupan
bekerja bahwa hidup tidak pernah benar-benar mengekalkan suatu peristiwa.
Kak Andri dan Ponceng Pintar adalah hubungan yang tak berkesudahan. Dia
mencintai daerahnya, mencintai pendidikan dan mencintai anak-anak. Maka ihwal
apalagi yang menghalangi impiannya untuk
mewujudkan komunitas anak-anak itu selepas mengikuti SM3T beberapa waktu
lalu.Dia mendirikan Ponceng Pintar pada 10 September 2015, tepat setahun yang lalu. Sebenarnya
dia bisa saja memilih alternatif paling populer sebagaimana orang-orang
Bugis lainnya, merantau, tapi panggilan hati untuk daerahnya
selalu menuntut pertanggungjawaban.
Maka ketika berkunjung ke sana setiap hari Jumat sampai ahad, tepatnya pada waktu sore maka akan ditemukan riuh anak-anak di lapangan Ponceng—tempat mereka selalu berkumpul—mengenyam ilmu dengan beratapkan langit. Sebagian besar dari mereka adalah anak-anak yang putus sekolah, juga anak-anak usia dini dan beberapa siswa SMP yang pada awal-awal sering bergabung. Bersama teman-temannya, program kegiatan diramu semenarik mungkin mulai dari kunjungan perpustakaan keliling setiap ahad sore, Polwan mengaji, nonton bareng, dan yang rencana akan dikembangkannya adalah pelatihan menulis untuk anak-anak. Seperti halnya anak-anak daerah, mendapatkan suguhan seperti itu ibarat surga yang jatuh ke bumi.
Suasana nonton bareng film laskar pelangi |
Maka ketika berkunjung ke sana setiap hari Jumat sampai ahad, tepatnya pada waktu sore maka akan ditemukan riuh anak-anak di lapangan Ponceng—tempat mereka selalu berkumpul—mengenyam ilmu dengan beratapkan langit. Sebagian besar dari mereka adalah anak-anak yang putus sekolah, juga anak-anak usia dini dan beberapa siswa SMP yang pada awal-awal sering bergabung. Bersama teman-temannya, program kegiatan diramu semenarik mungkin mulai dari kunjungan perpustakaan keliling setiap ahad sore, Polwan mengaji, nonton bareng, dan yang rencana akan dikembangkannya adalah pelatihan menulis untuk anak-anak. Seperti halnya anak-anak daerah, mendapatkan suguhan seperti itu ibarat surga yang jatuh ke bumi.
Namun kak Andri juga manusia biasa, pun Ponceng Pintar
adalah komunitas yang juga tak lepas dari pasang surutnya berbagai perihal.
Ketika membandingkan Ponceng Pintar yang sekarang dengan masa awal-awal
terbentuknya barangkali jelas akan ditemukan gambaran yang tidak begitu sehat.
Baik dari jumlah siswanya yang tak segemuk dulu, dan program kegiatan yang tak
begitu mekar. Tapi dia tetap menumbuhkan impiannya, impian anak-anak itu untuk
selalu menempatkan pendidikan sebagai pintu penyaring sebelum masuknya segala
hal dalam kepala. Sederhana saja, ketika dua pilihan baik dan buruk terpampang
dihadapan mata, maka anak-anak yang polos itu bisa mengambil keputusan untuk
menentukan pilihan dengan mengetahui akibat dari apa yang telah
dipilihnya. Baginya,
pendidikan itu adalah mengeluarkan aroma, tidak hanya dirasakan oleh diri sendiri akan tetapi juga dirasakan
oleh orang lain.
Saya teringat
dengan sebuah sekolah Taman Kanak-kanak di Reggio Emilia, Italia pada sebuah
buku yang pernah saya baca mengusung slogan ‘Niente Senza Gioia “ yang artinya Tiada Hari Tanpa Kegembiraan. Maka, ketika slogan itu disematkan pada Ponceng Pintar
maka saya anggap hal itu tidaklah berlebihan. Ketika anak-anak di sana masih
bisa tertawa lepas tanpa benar-benar tahu kenapa tempat bermainnya tak lagi seramai
dulu kala, maka disitulah kegembiraan sejati bermuara. Kak Andri, seperti
impiannya, akan kembali menumbuhkan Ponceng Pintar dan merawatnya seperti anak
sendiri.
Setahun Ponceng Pintar, tetaplah bertahan dan hebat, bukan
tentang pengakuan biar mendapatkan pencitraan dari khalayak ramai. Sebagaimana
Restoran ala Pakistan Der Wiener Deewan yang diceritakan Hanum Salsabiela Rais
dalam bukunya 99 Cahaya di Langit Eropa bahwa sisi terindah dari manusia yang
sesungguhnya adalah kedermawanan, maka dari itu kenapa kemudian restoran
tersebut mempunyai slogan ‘All You Can Eat. Pay As You Wish’. Seperti pemahaman
kak Andri, apa yang lebih berfungsi dari seorang manusia selain mendermakan
ilmu. Dia menjawab dari matanya bahwa Ponceng Pintar adalah bentuk pencapaian
untuk mengalirkan apa-apa saja yang telah dia dapat. Seperti perbedaan air
mengalir dan air yang tergenang, maka Ponceng Pintar adalah bagian air mengalir
dari seorang kak Andri. Jelas saja, banyak Andri-Andri lain di luar sana,
dengan Ponceng Pintar-Ponceng Pintar yang tak kalah hebatnya, tapi tetap saja
rumput tetangga terdekat kita selalu jauh lebih hijau dari rumput di halaman
sendiri maupun di halaman tetangga terjauh. Maka tetaplah selalu hijau, karena
hijau menyegarkan pandangan, juga hijau menentramkan hati.
Penikmat teh hangat, buku, hujan, becak dan
anak-anak
Penulis : Rani Ar
Rayyan*
0 Response to "Tokoh Inspiratif : Alumni SM3T Mendirikan Komunitas "Ponceng Pintar" di Kampung Bandit"
Post a Comment