KONSEP PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN PADA MANUSIA
Friday, 24 June 2016
Add Comment
A. Definisi
Perkembangan Kepribadian Manusia
Kepribadian
bahasa Inggrisnya “personality”, yang
berasal dari bahasa Yunani “per” dan
“sonare” yang berarti topeng, tetapi
juga berasal dari kata “personae”
yang berarti pemain sandiwara, yaitu pemain yang memakai topeng tersebut.
Sehubungan
dengan kedua asal kata tersebut, Rose Stagner (1961), mengartikan kepribadian
dalam dua istilah. Pertama, kepribadian sebagai topeng (mask personality), yaitu kepribadian yang berpura-pura, yang
dibuat-buat, yang semu atau mengandung kepalsuan. Kedua, kepribadian sejati (real personality), yaitu kepribadian
yang sesungguhnya atau yang asli.
Memang sangat sulit bagi kita, apalagi pada
pertemuan pertama untuk menentukan apakah yang diperlihatkan oleh seseorang itu
kepribadian sejati ataukah hanya sebatas kepribadian semu. Kepribadian semu
bisa berbeda dari suatu saat ke saat yang lain, dari suatu situasi ke situasi
yang lain, dan penampilan kepribadian seperti itu pasti ada maksudnya.
Kepribadian sejati bersifat menetap, menunjukkan ciri-ciri yang lebih permanen,
tetapi karena kepribadian juga bersifat dinamis sehingga perbedaan-perbedaan
atau perubahan pasti ada yang disesuaikan dengan situasi, tetapi perubahannya
tidak mendasar. Begitu banyaknya definisi mengenai kepribadian sehingga ada
yang mendefinisikan kepribadian sebagai keterpaduan antara aspek-aspek
kepribadian, yaitu aspek psikis seperti aku (self), kecerdasan, bakat, sikap, motif, minat, kemampuan, moral,
dan aspek jasmaniah seperti postur tubuh, tinggi dan berat badan, indra dll.
Diantara aspek-aspek tersebut aku atau diri (self) seringkali ditempatkan sebagai pusat atau inti kepribadian,
seperti yang dapat dilihat dalam gambar berikut:
Gambaran Konsep Diri
Karena
banyaknya teori dan alirandalam psikologi maka sebanyak itu pula rumusan atau
definisi tentang kepribadian. Sebagai bahan ilustrasi dan perbandingan dibawah ini
dikemukakan beberapa definisi kepribadian.
Dalam
pengertian yang sangat lama, seperti menurut Morton Prince (1924), “Personality is the sum total of all the
biological innate disposition, impulses, tendencies, apetities and instinct of
the individual, and the acquired dispositions and tendecies”. Di sini
Prince masih melihat kepribadian sebagai penjumlahan dari aspek-aspek dan
ciri-ciri kepribadian.
Floyd
Allport (1924), melihat kepribadian sebagai suatu yang terjalin dalam hubungan
sosial, “Personality is the individual
characteristic reactions to social stimuli and the quality of his adaptation to
the social features of his environment”. Yang lain yaitu May (1929)
mengemukakan rumusan yang sejalandengan Allport, bahwa “Personality is the social stimulus value of his individuals”.
Hampir
sejalan dengan kedua pendapat ahli di atas, tetapi lebih jauh Gutrie (1944)
menekankan sifat yang menetap pada kepribadian. Menurut dia “Personality is those habits and habits
system of social importance that are stble and resistance to change”.
Beberapa
ahli yang kemudian, melihat unsur yang sangat penting dalam kepribadian, yaitu
keterpaduan. Menurut Mc Clelland (1951), kepribadian adalah “… the most adequate conceptualization of a
person’s behavior in all detail ”, sedang menurut Guilford (1959),
kepribadian adalah “… a person’s unique
pattern of traits”.
Gordon
Allport (1961), mengemukakan rumusan yang lebih menyeluruh dan tegas, bahwa
kepribadian adalah “… the dynamic
organization within the individual of those psychophysical systems that
determine his unique adjustment with the environment”. Sejalan dengan
pendapat Gordon Allport adalah rumusan yang diberikan oleh Walter Mischel
(1981), bahwa “Personality usually refers
to the distinctive pattern of behavior (including thoughts and emotions) that
characterize each individual’s adaptation to the situations of his or her life ”.
Rumusan
mana yang paling sesuai dengan pendapat pembaca silahkan mengkajinya sendiri
karena barang kali Anda memiliki alasan-alasan tertentu terkait hal ini. Dengan
tidak bermaksud memaksakan pendapat, menurut Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata
yang merupakan seorang Psikolog Pendidikan dan Bimbingan Konseling Universitas
Pendidikan Indonesia, rumusan dari Gordon Allport yang lebih diperkuat oleh
Walter Mischel, mempunyai makna yang lebih luas, tegas dan realistis.
Marilah
kita melihat beberapa makna dari rumusan kepribadian menurut Allport.
1. Kepribadian merupakan
suatu organisasi.
Pengertian
organisasi menunjuk kepada sesuatu kondisi atau keadaan yang kompleks,
mengandung banyak aspek, banyak hal yang harus diorganisasi. Organisasi juga
punya makna, bahwa sesuatu yang diorganisasi itu memiliki sesuatu cara atau
sistem pengaturan, yang menunjukkan sesuatu pola hubungan yang fungsional. Di
dalam organisasi kepribadian cara pengaturan atau pola hubungan tersebut adalah
cara and pola tingkah laku. Keseluruhan pola tingkah laku individu membentuk
satu aturan atau sistem tertentu yang harmonis.
2. Kepribadian bersifat
dinamis.
Kepribadian
individu bukan sesuatu yang statis, menetap, tidak berubah, tetapi kepribadian
tersebut berkembang secara dinamis. Perkembangan manusia berbeda dengan
binatang yang statis, yang mengikuti lingkaran tertutup. Sedangkan,
perkembangan manusia bersifat dinamis yang membentuk suatu lingkaran terbuka
atau spiral. Meskipun pola-pola umumnya sama tetapi selalu terbuka kesempatan
untuk pola-pola khusus yang baru. Dinamika kepribadian individu ini, bukan saja
dilatarbelakangi oleh potensi-potensi yang dimilikinya, tetapi sebagai makhluk
sosial, manusia berinteraksi dengan lingkungannya begitu juga dengan manusia
lainnya. Lingkaran manusia juga selalu berada dalam perubahan dan perkembangan.
3. Kepribadian meliputi
aspek jasmaniah dan rohaniah.
Kepribadian
adalah suatu sistem psikofisik, yaitu suatu kesatuan antara aspek-aspek
fisikdengan psikis. Kepribadian bukan hanya terdiri atas aspek fisik, juga
bukan hanya terdiri atas aspek psikis, tetapi keduanya membentuk suatu kesatuan.
Kalau individu berjalan, maka proses berjalannya bukan hanya dengan kakinya
tetapi dengan seluruh aspek kepribadiannya. Bukan kaki yang berjalan tetapi
individu. Demikian juga kalau individu berbicara, berpikir, melamun dsb, yang
melakukan semua perbuatan itu adalah individu.
4. Kepribadian individu
selalu dalam penyesuaian diri yang unik dengan lingkungannya.
Kepribadian
individu bukan sesuatu yang berdiri sendiri, lepas dari lingkungannya, tetapi
selalu dalam interaksi dan penyesuaian diri dengan lingkungannya. Ia adalah
bagian dari lingkungannya dan berkembang bersama-sama dengan lingkungannya.
Interaksi atau penyesuaian diri individu dengan lingkungannya bersifat unik,
atau khas, berbeda antara seorang individu dengan individu lainnya.
A.Tipologi
Perkembangan Kepribadian Manusia
Kepribadian
merupakan suatu kesatuan yang menyeluruh dan kompleks. Setiap orang memiliki
kepribadian tersendiri. Walaupun demikian para ahli tetap berusaha untuk
menyederhanakannya dengan cara melihat satu atau beberapa faktor determinan,
atau cirri utama, atau melihat beberapa kesamaan. Atas dasar itu maka sejak
lama para ahli mengadakan pengelompokan kepribadian atau tipologi keperibadian.
Tipologi
kepribadian yang tertua adalah yang bersifat jasmaniah, yaitu berdasarkan cairan-
cairan badan (biochemical type).
Hippocrates (400 SM), yang kemudian diperkuat oleh Galenus (150 SM),
mengembangkan suatu teori tipe tipologi kepribadian berdasarkan cairan tubuh
yang menentukan tempramen (kehidupan emosi) seseorang. Menurut kedua ahli
tersebut, ada empat cairan tubuh yang menentukan tempramen seseorang, yaitu
empedu hitam, empedu kuning, lender, dan darah. Berdasarkan dominasi atau
kekuatan sesuatu cairan pada seseorang, maka ada empat tipe kepribadian, yaitu:
1. Choleric
(choler
adalah empedu kuning). Yang dominan pada orang tersebut adalah empedu
kuning. Seseorang choleric memiliki
tempramen yang cepat marah, mudah tersinggung, tidak sabar dsb.
2. Melancholic
(melas
dan choler adalah empedu hitam).
Yang dominan pada oaring yang melancholic
adalah empedu hitam, dia memiliki tempramen pemurung, penduka, mudah sedih,
pesimis dan mudah putus asa.
3. Phlegmatic
(phlegm adalah lender). Seorang yang phlegmaticyang didominasi oleh lender
dalam tubuhnya, memiliki tempramen yang serba lamban, pasif, malas, dan apatis.
4. Sanguinic
(sanguine
adalah darah). Yang dominan pada orang ini adalah darah, ia memiliki sifat-
sifat periang, aktif, dinamis, cekatan.
Tipologi
itu didasarkan atas teori yang lahir dari pemikiran filosofis, dan bukan
penelitian empiris. Meskipun bersifat kimiawi, tetapi cairan- cairan tersebut
sukar untuk dibuktikan secara kimiawi, apalagi pengaruhnya terhadap perilaku
seseorang, namun adanya orang bertempramen demikian tentu mudah kita dapatkan
dalam kehidupan yang nyata ini.
Tipologi
lain yang juga maasih bersifat jasmaniah adaalah dari Kretchmer. Berdasarkan
hasil penelitian empiris dengan sejumlah pasien yang mengalami gangguan psikis,
Kretchmer pada tahun 1925 menyimpulkan adanya empat tipe kepribadian individu
yang digolongkan berdasarkan bentuk tubuh.
1. Asthenicus
atau
Laptosome, yaitu orang- orang yang berperawakan tinggi kurus. Orang yang
berperawakan tinggi kurus, dada sempit, lengan kecil panjang, otot- otot kecil,
dagu sempit, perut kempis, muka cekung, kekurangan darah, memiliki sifat
kritis, memiliki kemampuan berpikir abstrak, suka melamun, sensitif.
2. Pycknicus,
seseorang yang berperawakan tinggi gemuk, tubuh bulat, muka bulat, lengan
lembut bulat, dada kembung, perut gendut. Mereka memiliki sifat- sifat periang,
suka humor, popular, hubungan sosial luas, banyak kawan, suka makan.
3. Athleticus,
seorang yang bertubuh tinggi besar, berbadan kukuh, otot- otot besar, dada
bidang, dagu tebal. Seseorang athleticus senang
pada pekerjaan yang membutuhkan kekuatan fisik, mereka adaalah pemberani,
agresif, mudah menyesuaikan diri, berpendirian teguh.
Menurut
Kretchmer, ketiga tipe tersebut adalah tipe yang ekstrim. Di samping itu ada
orang yang perkembangannya berada diantaranya. Kretchmer mengistilahkan sebagai
tipe campuran atau dysplastic type.
Telah disebutkan di muka bahwa studi Kretchmer dilakukan kepada para pasien
yang mengalami gangguan psikis. Banyak ahli yang berpendapat bahwa tipologii
tersebut hanya berlaku bagi mereka yang mengalami gangguan psikis, tetapi
menurut Kretchmer tipologinya berlaku juga bagi orang yang sehat. Gangguan
psikis yang diderita seorang asthenicus adalah schizophrenia,
sedangkan pycknicus adalah manic depressive. Seorang asthenicusnormal
memiliki kepribadian schizothyme. Sedang pycknicus
berpendirian cylothyme.
Hampir
sejalan dengan tipologi Kretchmer adalah tipologi dari Sheldon (1940).
Berdasarkan penelitian empiris terhadap unsur-unsur jaringan tubuh daalam
embrio, Sheldon menyimpulkan adaanya tiga tipe khas manusia berdasarkan bentuk
tubuh, yaitu:
1. Endomorphic,
berbadan pendek gemuk dengan cirri- cirri kepribadian yang disebutnya sebagai Viscetotonia,
yaitu: senang makan, hidup mudah, tak banyak yang dipikirkan, rasa kasih
sayang, senang bergaul, toleran, rileks.
2. Mesomorphic¸
berbadan tinggi besar dengan cirri kepribadian Somatonia, yaitu senang
akan kekuatan jasmaniah, aktif, agresif, energik.
3. Ectomorphic,
berbadan tinggi kurus dengan cirri kepribadian Cerebtonia, yaitu suka
berpikir, melamun, senang menyendiri, pesimis, mudah terharu.
Tipologi
Sheldon mendekati mirip dengan tipologi dari Kretchmer, kelebihannya Sheldon
menambahkan cirri kepribadian utama dari masing- masing tipe, dengan sifat-
sifat yang juga tidak banyak berbeda dengan Kretchmer. Sesungguhnya setiap
orang memiliki ketiga cirri kepribadian yang dikemukakan oleh Sheldon, hanya
padaa orang tertentu suatu cirri lebih menonjol dibandingkan dengan yang
lainnya.
Tipologi
lain diberikan oleh Carl Gustav Jung, seorang psikiatris dari Swiss. Kalau
ketiga tipologi yang telah diuraikan di muka merupakan tipologi berdasarkan
cirri- cirri jasmaniah, maka tipologi Jung berdasarkan cirri- cirri psikis.
Berdasarkan
kecenderungan hubungan sosialnya, maka Jung membedakan dua tipe manusia, yaitu
tipe Ekstrovert
dan Introvert.
Seseorang yang bertipe Ekstrovert, mempunyai ciri- ciri
keputusan dan reaksi- reaksinya ditentukan oleh hubungan objektif, bukan oleh
hubungan subjektif. Perhatiannya lebih banyak tertuju ke luar, yaitu kepadaa
lingkungan, lebih mendahulukan kepentingan lingkungannya daripada kepentingan
dirinya, pribadinya terbuka, bersikap objektif dan nyata. Seorang Introvert perhatiannya lebih tertuju
ke dalam dirinya, lebih banyak dikuasai oleh nilai- nilai subjektif. Apa yang
dilakukannya banyak didasari oleh cita- cita dan pemikirannya sendiri yang
bersifat absolute dan disesuaikan dengan nilai- nilai dirinya.
Selanjutnya
Jung juga menambahkan bahwa ada empat fungsi dasar pada individu, yaitu fungsi:
berpikir, perasaan, penginderaan dan intuisi. Kalau dikombinasikan dengan kedua
tipe di atas, maka ada Ekstrovert pemikir, perasa,
pengindra, dan intuisi; juga Introvert pemikir, perasa,
pengindra, dan intuisi. Orang yang benar-benar Ekstrovert atau Introvert
jumlahnya tidak banyak, kebanyakan bersifat diantaranya yaitu Ambivert.
Tipologi
lain dikembangkan oleh Spranger, seorang filsuf Jerman. Spranger mengelompokkan
individu atas dasar kecenderungan akan nilai- nilai dalam kehidupan. Menurut
Spranger ada enam tipe kepribadian atas dasar kecenderungan akan nilai.
1. Theoritic atau
manusia teoretis, mereka yang mendasarkan tindakan- tindakannya atas dasar
nilai-nilai teoretis atau ilmu pengetahuan. Tipe ini memiliki dorongan yang
besar untuk meneliti, mencari kebenaran, brasa ingin tahu, pandangan yang
objektif tentang dirinya dan dunia luar.
2. Economic,
mendasarkan aktivitasnya atas dasar nilai- nilai ekonomi, yaitu prinsip untung
rugi. Perilakunya selalu diwarnaioleh dorongan- dorongan ekonomi, melihat
sesuatu benda bagi kehidupan, segala sesuatu dilihat dari manfaat atau
kegunaannya terutama untuk dirinya.
3.
Aesthetic,
yaitu mereka yang menjadikan nilai- nilai keindahan (estetika) sebagai dasar
dari pola hidupnya. Sifat-sifat individu dari tipe ini adalah senang akan
keindahan, bentuk- bentuk simetris, harmonis, segala sesuatu dipandang dari
sudut keindahan.
4. Sociatic,
mereka yang lebih mengutamakan nilai- nilai sosial atau hubungan dengan orang
lain sebagai pola hidupnya. Beberapa sifat dari tipe ini, menyayangi orang
lain, simpatik, baik, meninjau persoalan dari hubungan antar sesama manusia.
5. Politic,
yaitu mereka yang menjadikan nilai-nilai politic sebagai pola hidupnya. Ia
memiliki dorongan untuk menguasai orang lain, menjadi manusia terpenting dalam
kelompoknya.
6. Religious,
mengutamakan nilai- nilai spiritual hubungan dengan Tuhan. Perilakunya didasari
oleh nilai-nilai keagamaan, keimanan yang teguh, penyerahan diri kepada Tuhan.
Erich Fromm membagi manusia atas
dua tipe berdasarkan orientasi dirinya, yaitu yang Berorientas Produktif (Productive Orientation) dan yang
Berorientasi Tidak Produktif (Unproductive
Orientation). Individu yang memiliki Orientasi Produktif, adalah yang
memiliki pandangan realistis, mampu melihat segala sesuatu secara objektif
dengan kelebihan dan kekurangannya. Ia beranggapan bahwa dirinya mempunyai
kekuatan, kemampuan, tetapi juga kekurangan- kekurangan, demikian juga halo
rang lain ada kelebihan dan kekurangannya. Untuk mengatasi segala persoalan
yang dihadapi dalam hidupnya diperlukan suatu kerjasama. Setiap individu wajib
mengembangkan kemampuan yang ada pada dirinya, serta wajib berusaha untuk
mencapai apa yang dicita-citakannya.
Individu yang memiliki Orientasi
Tidak Produktif, ada beberapa bentuknya:
1. Receptive
atau penerima, tipe ini mempunyai asumsi bahwa sumber kekuatan ada di luar
dirinya, dia tidak bisa apa- apa, yang bisa dia lakukan adalah menerima apa
yang dibuat dan dihasilkan oleh orang lain.
2. Exploitative
atau pemeras. Tipe ini hampir sama dengan tipe pertama, ahwa sumber kekuatan
ada di luar dirinya, tetapi cara menguasainya bukan dengan cara menerima tetapi
harus merebutnya. Semboyan orang dari tipe ini adalah “mangga curian lebih enak
dari yang ditanam sendiri”.
3. Hoarding atau
tertutup. Individu yang bertipe ini punya anggapan bahwa sumber kekuatan ada
pada dirinya. Karena dia merasa kuat dan mampu sendiri, maka ia tidak
membutuhkan saran, pendapat ataupun kerjasama dengan orang lain, dirinya
tertutup untuk dunia luar.
4. Marketing Personality atau
pribadi pasar. Tipe ini bertolak dari anggapan yang sama dengan tipe tiga,
bahwa sumber kekuatan ada dalam dirinya, tetapi caranya adalah menjual atau
memasarkan apa yang dimilikinya. Pribadi pasaran ini, seperti halnya pedagang
ia berusaha menjual apa yang laku di pasaran dengan harga tinggi. Jadi
pribadinya berubah-ubah sesuai dengan pasaran atau situasi kondisi yang memintanya.
Apa yang dikemukakan oleh Erick
Fromm bukan sekedar tipe- tipe kepribadian, tetapi juga pemisahan mana pribadi
yang sehat dan mana yang tidak sehat. Orientasi diri yang produktif menunjukkan
pribadi yang sehat, sedangkan orientasi yang tidak produktif menunjukkan
pribadi yang tidak sehat.
C.Tahap-Tahap
Perkembangan Kepribadian pada Manusia
Perkembangan pribadi manusia
meliputi beberapa aspek perkembangan, antara lain perkembangan fisiologis,
perkembangan sosial, dan perkembangan didaktis/pedagogis. Tahap-tahap
perkembangan untuk tiap-tiap aspek tersebut tidaklah sama. Berikut ini
dikemukakan tahap-tahap perkembangan pada tiap-tiap aspek secara umum.
1)
Tahap-Tahap
Perkembangan Fisiologis
Perkembangan fisiologis merupakan
perubahan kualitatif terhadap struktur dan fungsi-fungsi fisiologis. Dengan
adanya berbagai penelitian tentang pertumbuhan dan perkembangan biologis
manusia, akhirnya orang pun dapat menemukan pengetahuan tentang tahap-tahap
perkembangan fisiologis manusia secara agak mendetail.
Menurut Sigmund Freud seorang
psikoanalis dengan pandangannya menekankan, bahwa kehidupan pribadi manusia
pada dasarnya adalah “libido seksualis”
mengemukakan pendapat bahwa pribadi manusia mengalami perkembangan dengan
dinamika yang tidak stabil sejak manusia dilahirkan sampai usia 20 tahun.
Perkembangan dari lahir sampai usia 20 tahun ini menurut Freud menentukan bagi
perbentukan pribadi seseorang.
Freud mengemukakan adanya enam
tahapan perkembangan fisiologis manusia yang meliputi:
a. Tahap
Oral; (umur 0 sampai sekitar 1 tahun). Dalam
tahap ini mulut bayi merupakan daerah utama daripada aktivitas yang dinamis
pada manusia.
b. Tahap
Anal; (antara umur 1 sampai 3 tahun). Dalam
tahap ini dorongan dan aktivitas gerak individu lebih banyak terpusat pada
fungsi pembuangan kotoran.
c. Tahap
Falish; (antara umur 3 sampai sekitar 5
tahun). Dalam tahap ini, alat-alat kelamin merupakan daerah perhatian yang
penting, dan pendorong aktivitas.
d. Tahap
Latent; (antara umur 5 sampai 12 dan 13
tahun). Dalam tahap ini, dorongan-dorongan aktivitas dan pertumbuhan cenderung
bertahan dan sepertinya istirahat dalam arti tidak meningkatkan kecepatan
pertumbuhan.
e. Tahap
Pubertas; (antara umur 12/13 sampai 20 tahun).
Dalam tahap ini, dorongan-dorongan aktif kembali, kelenjar-kelenjar indoktrin
tumbuh pesat dan berfungsi mempercepat pertumbuhan ke arah kematangan.
f. Tahap
Genital; (setelah umur 20 tahun dan
seterusnya). Dalam tahap ini, pertumbuhan genital merupakan dorongan penting
bagi tingkah laku seseorang.
Pentahapan
seperti yang dikemukakan oleh Freud di atas kurang begitu menjelaskan secara
menyeluruh mengenai pertumbuhan dan perkembangan fisiologis, hal ini barangkali
disebabkan karena titik tinjau Freud tentang perkembangan pribadi lebih
terjurus pada sudut pandang seksualitas. Berikut ini dikemukakan tahap-tahap
perkembangan fisiologis yang cukup terperinci sesuai dengan hasil penelitian
Gesell dan Amatruda yang dilaporkan dalam buku: “Developmental Diagnosis” New York Hoeber Medical Division, Harper
& Row, Publisher. Inc.
Gesell
dan Amatruda mengemukakan tahap-tahap sikunsial daripada perkembangan
fisiologis manusia dari awal prenatal (konsepsi) sampai umur 5 tahun sebagai
berikut:
a. Tahap
Konsepsi; (dalam seminggu sesudah pembuahan).
Dalam tahap ini sperma memasuki ovum dan dalam proses pertumbuhannya terjadi
pula pengorganisasian sel-sel “germinal”.
b. Tahap
Embrionik; (1minggu sesudah konsepsi sampai umur
8 minggu). Dalam tahap ini setelah ovum dimasuki oleh saraf dari ibu,
terjadilah pertumbuhan sistem saraf. Dalam proses pertumbuhan sistem saraf ini
terjadi pula pembentukan fungsi preneural.
c. Tahap
Fetal; (umur 2 bulan sampai dengan 2,5
bulan). Dalam tahap ini terjadi pembentukan fungsi informasi dan komunikasi
dengan sensitivitas oral.
d. Tahap
Perluasan Fetal; (umur 2,5 bulan sampai dengan 3,5
bulan). Dalam tahap ini terjadi perluasan pembentukan fungsi fital dengan
berkembangnya sistem saraf dan jaringan otak di kepala.
e. Tahap
Perkembangan Reflek-Reflek; (umur 3,5 bulan
sampai dengan 4 bulan kandungan). Dalam tahap ini fungsi reflek mulai berkembang.
f. Tahap
Perkembangan Alat Pernafasan; (umur 4 bulan sampai
dengan 4,5 bulan). Dalam tahap ini terjadi perkembangan fungsi pernafasan pada
bayi prenatal.
g. Tahap
Perkembangan Fungsi Tangan; (umur 4,5 bulan
sampai dengan 5 bulan). Dalam tahap ini, tangan dan jari-jarinya mulai dapat
bergerak-gerak.
h. Tahap
Perkembangan Fungsi Leher; (umur 5 bulan sampai
6 bulan). Dalam tahap ini terjadi percepatan gerakan dan reflek pada leher.
i. Tahap
Perkembangan Fungsi Otonomik; (umur 6 bulan sampai
lahir). Dengan semakin lengkapnya pertumbuhan materil tubuh bayi, maka dalam
tahap ini berkembanglah fungsi sistem otonomik dengan pengendalian
psikokimiawi.
FASE
KELAHIRAN
j. Tahap
Kelahiran; (umur 9 bulan sampai dengan 10 bulan).
Dalam tahap ini terjadi perkembangan pesat pada fungsi-fungsi vegetatif.
k. Tahap
Perkembangan Fungsi Penglihatan; (umur 1 bulan
dan berlangsung sampai umur 4 bulan). Bayi dapat melihat benda-benda di alam
sekitarnya.
l. Tahap
Keseimbangan Kepala; (umur 4 bulan sampai
dengan 7 bulan). Dalam tahap ini gerakan-gerakan kepala semakin seimbang.
m. Tahap
Perkembangan Fungsi Tangan; (umur 7 bulan sampai
dengan 10 bulan). Dalam tahap ini gerakan-gerakan tangan anak semakin terarah
dan semakin kuat, sehingga anak cakap memegang dan menangkap sesuatu dengan
tangannya.
n. Tahap
Perkembangan Fungsi Otot dan Anggota Badan;
(umur 10 bulan sampai dengan 1 tahun). Dalam tahap ini anak mengalami
perkembangan berangsur-angsur dalam hal duduk, merayap, merangkak dan merambat.
o. Tahap
Perkembangan Fungsi Kaki; (umur 1 tahun sampai
dengan 1,5 tahun). Dalam tahap ini anak mulai dapat berdiri dan belajar
berjalan.
p. Tahap
Perkembangan Fungsi Verbal; (umur 1,5 tahun
sampai 2 tahun). Dalam tahap ini anak mulai dapat menirukan dan mengucapkan
kata-kata, dan kemudian memunculkan pertanyaan-pertanyaan singkat.
q. Tahap
Perkembangan Toilet; (umur 2 tahun sampai 3 tahun). Dalam tahap ini anak
sudah mulai dapat belajar kencing dan buang air besar tanpa bantuan orang lain.
r. Tahap
Perkembangan Fungsi Bicara; (umur 3 tahun sampai
4 tahun). Dalam tahap ini anak mulai berbicara secara jelas dan berarti.
Kalimat-kalimat yang diucapkan anak semakin baik.
s. Tahap
Belajar Matematik; (umur 4 tahun sampai
5 tahun).dalam tahap ini anak mulai dapat belajar matematik sederhana misalnya
menyebutkan bilangan, menghitung urutan bilangan, dan penguasaan jumlah kecil
dari benda-benda.
t. Tahap
Sosialitas; (umur 5 sampai menjelang umur 7
tahun). Dalam tahap ini anak mulai dapat belajar bergaul dengan teman-teman
sebayanya. Dalam umur ini anak siap mengikuti pendidikan kanak-kanak.
Perkembangan pribadi yang
dikemukakan Gesell dan Amatruda di atas terbatas selama masa sejak konsepsi
sampai anak berumur 5 tahun. Untuk tahap-tahap perkembangan berikutnya,
dapatlah dikemukakan sebagai berikut:
u. Tahap
Inteletual; (umur 7 tahun sampai 12 tahun). Dalam
tahap ini fungsi-fungsi ingatan imajinasi dan pikiran pada anak mulai
berkembang. Anak mulai mampu mengenal sesuatu secara objektif. Anak juga mulai
mampu berpikir kritis.
v. Tahap
Pubertas; (umur 12 sampai 17 tahun). Dalam tahap
ini, pertumbuhan dan perkembangan fungsi kelenjar indoktrin terjadi secara
pesat. Perkembangan fungsi kelenjar-kelenjar indoktrin terutama kelenjar
sel-sel germinal sangat mempengaruhi perkembangan tingkah laku manusia.
w. Tahap Pematangan
Fisiologis; (17 tahun sampai 20 tahun). Dalam
tahap ini, pertumbuhan fisik anak menuju kea rah kematangan fisiologisnya.
Semua fungsi jasmaniahnya berkembang menjadi seimbang. Keseimbangan fungsi
fsiologis memungkinkan pribadi manusia berkembang secara positif sehingga
manusia semakin mampu bertingkah laku sesuai dengan tuntutan sosial, moral
serta intelektual.
2)
Tahap-Tahap
Perkembangan Psikologis
Perkembangan
psikologis pribadi manusia di muali sejak masa bayi hingga masa dewasa. Seperti
halnya pada perkembangan fisiologis, maka perkembangan psikologis melalui
pentahapan tertentu yang berbeda dengan pentahapan perkembangan fisiologis.
Mengenai perkembangan psikologis manusia ini sudah banyak dibahas oleh para
ahli. Diantara mereka telah ada usaha untuk menemukan tahap-tahap perkembangan
jiwa, seperti menurut Jean Jacques Rousseau (1712-1778), perkembangan fungsi
dan kapasitas kejiwaan manusia berlangsung dalam lima tahapan sebagai berikut:
a) Tahap
Perkembangan Masa Bayi; (sejak lahir sampai
umur 2 tahun). Dalam tahap ini, perkembangan pribadi lebih didominasi oleh
perasaan. Perasaan-perasaan senang ataupun tidak senang menguasai diri anak
bayi, sehingga setiap perkembangan fungsi pribadi dan tingkah laku bayi sangat
dipengaruhi oleh perasaannya. Perasaan itu sendiri tidak tumbuh dengan
sendirinya, melainkan berkembang sebagai akibat dari adanya reaksi-reaksi bayi
terhadap stimuli lingkungannya.
b) Tahap
Perkembangan Masa Kanak-Kanak; (2 tahun sampai 12
tahun). Dalam tahap ini, perkembangan pribadi anak di mulai dengan makin
berkembangnya fungsi-fungsi indra anak untuk mengadakan pengamatan.
Perkembangan fungsi ini memperkuat perkembangan fungsi pengamatan pada anak.
Bahkan dapat dikatakan bahwa perkembangan setiap aspek kejiwaan anak pada masa
ini didominasi oleh pengamatannya.
c) Tahap
Perkembangan pada masa Preadolesen; (12 tahun
sampai 15 tahun). Dalam tahap ini, perkembangan fungsi penalaran intelektual
pada anak sangat dominan. Dengan adanya pertumbuhan sistem saraf serta fungsi
pikirannya, anak mulai kritis dalam menanggapi sesuatu idea tau pengetahuan
dari orang lain. Kekuatan intelektual kuat, energi fisik kuat, sedangkan
kemauan kurang keras. Dengan pikirannya yang berkembang, anak mulai belajar
menemukan tujuan-tujuan serta keinginan-keinginan yang dianggap sesuai baginya
untuk memperoleh kebahagiaan.
d) Perkembangan
pada Masa Adolense; (15 tahun sampai 20
tahun). Dalam tahap perkembangan ini, kualitas kehidupan manusia diwarnai oleh
dorongan seksual yang kuat. Keadaan ini membuat orang mulai tertarik kepada
orang lain yang berlainan jenis kelamin. Di samping itu, orang mulai
mengembangkan pengertian tentang kenyataan hidup serta mulai memikirkan pola
tingkah laku yang bernila moral. Ia juga mulai belajar memikirkan kepentingan
sosial serta kepentingan pribadinya. Berhbung dengan berkembangnya keinginan
dan emosi yang dominan dalam pribadi orang dalam masa ini, maka orang dalam
masa ini sering mengalami kegoncangan serta ketegangan dalam jiwanya.
e) Masa
Pematangan Diri; (setelah umur 20 tahun). Dalam
tahap ini, perkembangan fungsi kehendak mulai dominan. Orang mulai dapat
membedakan adanya tiga macam tujuan hidup pribadi, yaitu pemuasan keinginan
pribadi, pemuasan keinginan kelompok, dan pemuasan keinginan masyarakat. Semua
ini akan direalisasikan oleh individu dengan belajar mengandalkan daya
kehendaknya. Dengan kemauannya, orang melatih diri untuk memilih
keinginan-keinginan yang akan direalisasikan dalam tindakan-tindakannya.
Realisasi setiap keinginan ini menggunakan fungsi penalaran, sehingga orang
dalam masa perkembangan ini mulai mampu melakukan “self direction” dan “self
controle”. Dengan kemampuan “self
direction” dan “self controle”
itu, maka manusia tumbuh dan berkembang menuju kematangan untuk hidup berdiri
sendiri dan bertanggung jawab.
3) Tahap-Tahap
Perkembangan Secara Pedagogis
Tahap-tahap perkembangan pribadi
manusia secara pedagogis dapat dikemukakan di sini menurut dua sudut tinjauan,
yaitu dari sudut tinjauan teknis umum penyelenggaraan pendidikan dan dari sudut
tinjauan teknis khusus perlakuan pendidikan.
Mengenai pentahapan perkembangan
pribadi manusia dari sudut tinjauan teknis umum penyelenggaraan pendidikan
dapat dikemukakan berdasarkan pendapat John Amos Comenius (1952), mengenai
perkembangan pribadi manusia terdiri atas lima tahap, yaitu:
a. Tahap
Enam Tahun Pertama; tahap perkembangan
fungsi penginderaan yang memungkinkan anak mulai mampu untuk mengenal
lingkungannya.
b. Tahap
Enam Tahun Kedua;tahap perkembangan fungsi ingatan
dan imajinasi individu yang memungkinkan anak mulai mampu menggunakan fungsi intelektualnya
dalam usaha mengenal dan menganalisis lingkungannya.
c. Tahap
Enam Tahun Ketiga; tahap perkembangan
fungsi inteletual yang memungkinkan anak mulai mampu mengevaluasi sifat-sifat
serta menemukan hubungan-hubungan antar variabel di dalam lingkungannya.
d. Tahap
Enam Tahun Keempat; tahap perkembangan
fungsi kemampuan berdikari, “self-direction”
dan “self-controle”.
e. Tahap
Kematangan Pribadi; tahap di mana
intelektual memimpin perkembangan semua aspek kepribadian menuju kematangan
pribadi di mana manusia berkemampuan mengasihi Allah dan sesame manusia.
Mengenai tahap-tahap perkembangan
pribadi dari sudut tinjauan teknis khusus perlakuan pendidikan, secara otomatis
dapat kita ambil pentahapan perkembangan psikologis yang baru saja dikemukakan
di atas. Di sini kita tinggal membicarakan tentang perlakuan-perlakuan yang
diperlukan dalam pendidikan yang sesuai dengan tingkah- tingkah perkembangan
anak didik. Berikut ini dikemukakan secara garis besar tentang
perlakuan-perlakuan pendidikan menurut tingkat-tingkat perkembangan psikologis
anak didik.
a. Untuk tahap kematangan
prenatal;
· Penjagaan kesehatan
lingkungan fisiologis ibu
· Pemeliharaan makanan
(gizi, protein, vitamin)
· Pemeliharaan tingkah
laku orang tua terutama ibu yang tengah mengandungnya untuk menghindari
sifat-sifat hereditas yang mengganggu perkembangan fungsi fisiologis bayi.
· Pengendalian perangai
dan sikap-sikap yang negative pada diri ibu kandung.
b.
Untuk anak dalam tahap
perkembangan vital;
·
Pemeliharaan makanan
dan gizi bagi anak
· Pembiasaan (dresseur) untuk dapat hidup teratur
misalnya dalam hal makan, tidur dan buang air.
c. Untuk anak dalam tahap
perkembangan ingatan;
·
Latihan indra
·
Latihan perhatian
·
Latihan ingatan
d.
Untuk anak dalam tahap
perkembangan keakuan;
·
Menghindari perlakuan
memanjakan
·
Menghindari perlakuan
yang besifat hukuman
·
Membimbing penyesuaian
diri pada anak dengan lingkungannya.
e.
Untuk anak dalam tahap
perkembangan pengamatan;
·
Menciptakan lingkungan
yang sehat dan pedagogis
·
Melatih fungsi
pengamatan
·
Memberi teladan-teladan
hidup yang positif
·
Memberikan stimuli dan
informasi yang objektif
f.
Untuk anak dalam tahap
perkembangan intelektual;
·
Memberi latihan
berpikir
·
Memberi pengalaman
langsung
·
Memberikan motivasi
instrinsik agar anak mau belajar secara oto-aktif
·
Menggunakan evaluasi
sebagai sarana motivasi belajar
·
Memberikan bimbingan
secara psikologis, adil dan fleksibel
g.
Untuk anak dalam tahap
perkembangan pra-remaja;
· Hindarilah sikap
menunggu/membiarkan tingkah laku negatif anak pra-remaja
· Mendekati anak dengan
penuh persahabatan
· Memberikan petunjuk dan
pengarahan secara simpatik dengan menumbuhkan kepercayaan kepada anak terhadap
pendidik.
·
Jangan mengekang,
tetapi juga jangan membiarkan
h. Untuk anak dalam
perkembangan remaja;
· Memberikan kepercayaan
kepada anak untuk melaksanakan tugas-tugas.
· Mengevaluasi dan
mengarahkan belajar anak secara bijaksana
· Membimbing penemuan
pandangan hidup yang sesuai dengan pribadi dan lingkungannya.
·
Menanamkan semangat
patriotic/kecintaan kepada bangsa dan tanah air
·
Memupuk jiwa dan
semangat wiraswasta di berbagai bidang
i. Untuk anak didik dalam
tahap pematangan pribadi/kedewasaan;
·
Memupuk rasa tanggung
jawab dan pengabdian
·
Membimbing pengenalan
tentang makna hidup
·
Memberi bekal guna
mendapatkan pekerjaan
·
Memberi bekal hidup
berkeluarga dan bermasyarakat
D. Pengembangan“Self-Concept”(Konsep Diri)terhadap
Perkembangan KepribadianManusia secara Integratif
Manusia
yang diyakini sebagai makhluk yang begitu istimewah, selain karena memiliki
kemampuan yang jauh mengungguli kelebihan daripada makhluk lainnya, ia juga
memiliki apa yang disebut “aku/diri” atau dalam bahasa Inggiris dikenal dengan
istilah “self” atau “ego”. Karena manusia memiliki “aku” ini,
ia dapat berdialog dengan orang lain yang juga memiliki “aku”. Dan dalam integrasinya, “aku” ini bisa berperan sebagai
subjek dan juga bisa berperan sebagai objek. Dan perlu dipahami bahwa Aku atau self meliputi segala kepercayaan, sikap,
perasaan, dan cita- cita, baik yang disadari maupun tidak disadari oleh
individu tentang dirinya. Aku yang disadari oleh individu disebut self ficture atau gambaran aku yang
berhubungan dengan penghayatan tentang apa, siapa, dan bagaimana sebenarnya dia
itu menurut anggapannya, sedangkan aku yang tidak disadari disebut unconscious aspect of the self atau aku
tidak sadar. Di mana ada tiga kemungkinanmengapa kita memiliki anggapan dan
perasan-perasaan tentang diri kita sendiri yang tidak disadari.
a) Pertama, mungkin kita
memang benar-benar tidak dapat menyadari beberapa bagian daripadanya.
b) Kedua, beberapa faktor
tentang kita mungkin sedemikian rumitnya bagi kita, sehingga sukar/tidak
mungkin bagi kita untuk mempercayai/mengetahuinya.
c) Ketiga, beberap faktor
tentang kita tidak layak/tidak sesuai bagi self
ficture kita, atau berada di luar dari apa yang kita kehendaki untuk
dipercaya, sehingga dengan demikian kita menekankannya ke dalam ketidaksadaran
kita (represi).
James dalam
postulasinyamenyebutkan bahwa sebenarnya inti dari suatu kepribadian manusia
ialah yang mengarah pada kebersatuan dengan “diri”. Lalu kemudian, diistilahkan
oleh Freud bahwa konsep diri merupakan suatu “ego” sementara Sullivian menyebutkannya dalam frase “sistem diri”.
Dengan demikian, menurut James, diri seseorang merupakan totalitas jumlah
sesuatu yang disebut orang tentang dirinya.
Allport telah mendeskripsikan
konsep diri dalam ungkapan berikut, “Diri merupakan sesuatu yang segera
disadari oleh kita. Kita memandang diri sebagai pusat dan daerah khusus dalam
kehidupan. Hal itu memainkan peranan penting dalam kesadaran kita (konsep yang
lebih luas daripada kesadaran), dalam kepribadian kita (konsep yang luas
daripada diri), dan dalam organisme kita (konsep yang lebih luas daripada
kepribadian). Jadi, konsep diri ini merupakan bagian penting dalam kehidupan
kita.
Istilah “Self-Concept” ini dideskripsikan pula oleh Jersild, bahwa “diri”
merupakan dunia dalam seseorang. Di mana “diri” ini tersusun dari pikiran dan
perasaan seseorang, perjuangan dan harapannya, ketakutan dan fantasi, pandangan
dia terhadap dirinya, cita-citanya, serta sikap-sikap untuk mempertahankan
harga dirinya. Sejalan dengan pemikiran Jersild, dikemukakan oleh Atwater
(19877) sebagaimana yang dikutif oleh Desmita dalam buku Psikologi Perkembangan
hal. 180, bahwa konsep diri adalah keseluruhan gambar diri, yang meliputi
persepsi seseorang tentang diri, perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang
berhubungan dengan dirinya yang mana sesuai dengan argumentasinya memberikan
pengidentifikasian konsep diri atas tiga bentuk. Pertama, “Body Image”,
kesadaran tentang tumbuhnya yaitu bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri. Kedua, “Ideal-Self”, yaitu bagaimana cita-cita dan harapan-harapan
seseorang mengenai dirinya. Ketiga, “Social-Self”, yaitu bagaimana orang lain
melihat dirinya. Begitu luas pemahaman tentang Self-Concept ini, namun inti sebenarnya dari pemahaman tentang self-concept ini menurut Seifert dan
Hoffnung yakni suatu pemahaman mengenai diri atau ide tentang diri sendiri.
Pentingnya konsep diri dalam pola
kepribadian dibuktikan oleh label-label yang selalu diberikan padanya. Konsep
diri ini disebut sebagai inti atau pusat kecenderungan diri atau sebagai “kunci
kepribadian”.Begitu pentingnya konsep diri ini akan dapat membendung pengaruh
yang berlebihan pada perilaku seseorang dan cara penyesuaia diri terhadap
situasi kehidupan. Sehingga dinukilkan oleh Lewin bahwa dengan konsep diri ini
memberikan “konsistensi” pada kepribadian.
James sebagai orang yang pertama
kali memberikan pandangan bahwa seseorang mempunyai banyak “diri”. “Diri yang
real” contohnya adalah hal-hal yang dipercayai oleh orang secara real mengenai
dirinya. Adapun “diri ideal” adalah hal-hal yang ia cita-citakan, sedangkan
“diri sosial” adalah kepercayaan seseorang terhadap orang lain bahwa orang lain
memikirkannya dan cara mereka menerima dirinya.
Disebutkan pula oleh Berk, 1994
dalam buku Educational Psychology;Windows
on Classroom karya Paul Eggen & Don Kauchak hal. 85, bahwa dengan
pengenalan terhadap “diri”, proses untuk mendefinisikan “diri atau keberakuan”
ini telah dimulai. Dalam penafsirannya terkait hal ini, di mana anak-anak telah
mulai membedakan sesuatu yang ditinjau berdasarkan perspektif antara “The Ideal-Self” (diri ideal) dengan “The Real-Self” (diri yang sejati). Lebih
lanjut Berk, menyebutkan bahwa diri ideal tiada lain merupakan apa-apa saja
yang diinginkan manusia terkait akan dirinya, misalnya mereka ingin menjadi
sosok yang kuat, berani, cerdas, dan menjadi pribadi diri yang menarik dsb.
Sedangkan, diri yang sejati merupakan persepsi orang tentang siapa sebenarnya
“ia”. Sebab pengembangan penghargaan terhadap diri orang-orang merupakan bentuk
evaluasi terhadap diri mereka yang berawal dari proses perbandingan antara
perspektif diri ideal dengan diri yang nyata (Berk, 1994).
Adapun beberapa tinjauan analisis
yang berhubungan dengan persoalan “Self-Concept”
yang penting untuk diketahui berdasarkan kajian dalam buku Educational Psychology; Windows
on Classroom karya Paul Eggen & Don Kauchak hal. 85, antara lain:
a) Sources
of Self-Concept (Sumber Lahirnya Konsep Diri)
Sebagai anak yang mengalami
perkembangan, terdapat beberapa faktor yang memengaruhi konsep diri mereka.
Anak (usia 3-5 tahun) posisi tersulitnya menekankan pada interaksinya dengan
lingkungannya (Berk, 1994). Hal ini berdasarkan sudut pandang pengamatan Piaget
bahwa skema perkembangan anak tergantung pada pengalaman langsung dan pola
interaksinya dengan lingkungannya.
Sementara anak yang mengarah pada
masa pendewasaan, interaksi dengan orang lain menjadi semakin penting. Sehingga
dikatakan bahwa konsep diri sudah mulai terbentuk dengan baik sejak memasuki
jenjang awal pendidikan, di mana anak datang ke sekolah mengharapkan dirinya
dapat menjadi pribadi yang bisa berhasil dan mampu melakukan pekerjaannya
dengan baik (Stipek, 1993. Tentu
kemajuan anak melalui pendidikan sekolah dan interaksinya dengan teman
sebayanya menjadi sesuatu yang amat penting (Berk, 1994).
b) Self-Concept
and Achievement(Konsep Diri dan Pencapaian
Prestasi)
Antara konsep diri dengan
pencapaian prestasi umumnya memiliki hubungan yang positif namun kedudukannya dianggap
begitu lemah (Walberg, 1984). Dalam upaya untuk mengetahui mengapa, para
peneliti mendalilkan bahwa kaitannya dengan konsep diri setidaknya memiliki
tiga sub komponen seperti akademik, sosial, dan fisik (Marsh, 1989). Akan
tetapi, kaitannya konsep diri dan juga fisik hampir tidak menunjukkan
keterhubungan dengan prestasi akademik (Byrne, 1984; Marsh & Shavelson,
1985). Ini dikarenakan bahwa pencapaian prestasi akademik tergantung usaha yang
dilakukan meskipun keterdukungan fisik sangat menunjang didalamnya.
c) Academic
Self-Concept(Konsep Diri Kaitannya dengan
Persoalan Akademisi)
Komponen yang paling penting dari
konsep diri yakni yang berhubungan dengan akademisi. Sebab antara konsep diri
dan kinerja sekolah saling menjaling interaksi di mana anak-anak masuk sekolah
mengharapkan agar mereka dapat dididik sehingga kelak mereka dapat melakukan pekerjaannya
dengan baik (Stipek, 1993). Sehingga dikatakan bahwa ketika pengalaman
belajarnya terjalin secara positif, maka konsep dirinya mengalami peningkatan.
Sementara, ketika pengalaman belajarnya terjalin secara negatif, maka konsep
dirinya akan mengalami penderitaan, tentu hal ini saling berkorelasi yang
mengandung unsure kausalitas atau mengandung unsur sebab akibat.
0 Response to "KONSEP PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN PADA MANUSIA"
Post a Comment