Pengertian kalimat majemuk
Sunday, 8 May 2016
Add Comment
Pengertian kalimat majemuk
A. Pengertian kalimat majemuk
Istilah "kalimat majemuk" mengacu pada jenis kalimat yang terdiri atas dua pola atau lebih. Hal ini didasarkan pada pengertian dari kalimat majemuk, yaitu suatu kalimat yang mengandung dua pola kalimat atau lebih, atau dengan kata lain kalimat yang terjadi dari beberapa klausa bebas. Jenis kalimat ini berasal dari perluasan atau penggabungan kalimat tunggal, untuk selanjutnya membentuk satu atau lebih pola kalimat baru di samping pola yang sudah ada sebelumnya. Kalimat majemuk dapat diartikan juga bahwa kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri dari dua atau lebih kalimat tunggal. Setiap kalimat majemuk memiliki kata penghubung yang berbeda, sehingga jenis kalimat ini dapat diketahui dengan cara melihat kata penghubung yang digunakan. Fungsi utama dari kalimat majemuk adalah untuk menguraikan, menjelaskan, menjabarkan, dan memerinci.
Kalimat majemuk adalah kalimat yang mengandung dua pola kalimat atau lebih (Keraf, 1984:167). Sebagai contoh:Ayah menulis surat sambil adik berdiri di sampingnya, pola kalimat yang pertama adalah ayah menulis suratdan pola kalimat yang kedua adalahadik berdiri di sampingnya. Pengertian yang dikemukakan oleh Keraf tidak jauh beda dengan pendapat Chaer (1994: 243) tentang pengertian kalimat majemuk, yaitu sebuah kalimat yang di dalamnya terdapat lebih dari satu klausa. Sedangkan menurut Jamiludin (1994: 62), kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas dua kalusa atau lebih. Pengertian yang agak berbeda dari pengertian-pengertian sebelumnya dikemukakakan oleh Alwi dkk (1998: 385), yaitu kalimat yang mengandung satu klausa atau lebih yang hubungan antarklausanya ditandai dengan kehadiran konjungtor (kata hubung) pada awal salah satu klausa tersebut dengan adanya pelesapan bagian dari klausa khususnya subjek. Perhatikan contoh di bawah ini.
1. Pembangunan akan berjalan dengan lancar jika segenap lapisan masyarakat turut aktif mengambil bagian.
2. Panglima Angkatan Bersenjata mengatakan bahwa mereka yang mengganggu keamanan akan ditindak tegas.
3. Engkau harus menjadi orang pintar, harus tetap beribadat supaya mendapat rezeki yang bersih dan halal.
4. Kami akan naik haji sesudah menikah.
Pada kalimat (1), klausa pembangunan akan berjalan dengan lancar dihubungkan dengan klausa segenap lapisan masyarakat turut aktif mengambil bagian dengan memperguankan konjungtor jika. Pada kalimat (2) hubungan antarkalusa ditandai oleh bahwa. Kalimat (3) terdiri atas tiga klausa, yaitu (i) engkau harus menjadi orang pintar, (ii) (engkau) harus tetap beribadat, dan (iii) (engkau) mendapat rezeki yang bersih dan halal. Subjek ketiga klausa itu sama, yaitu engkau. Klausa pertama dan kedua (bersama klausa ketiga) dipisahkan dengan tanda koma. Klausa kedua dan ketiga dihubungkan oleh konjungtor supaya. Pada kalimat (4) subjek kami juga dihilangkan setelah kata sesudah karena subjek klausa itu sama dengan subjek klausa utamanya.
B. Macam-macam kalimat majemuk
Berkenaan dengan sifat hubungan klausa-klausa di dalam kalimat majemuk, maka dalam hal ini dibedakan adanya kalimat majemuk koordinatif (lazim juga disebut kalimat majemuk setara), kalimat majemuk subordinatif (lazim juga disebut kalimat majemuk bertingkat), dan kalimat majemuk kompleks (kalimat majemuk campuran).
1. Kalimat Majemuk Setara
Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang klausa-klausanya memiliki status yang sama, yang setara, atau yang sederajat (Chaer, 1994: 243). Menurut Alwi dkk (1998: 386), koordinasi menggabungkan dua klausa atau lebih yang masing-masing mempunyai kedudukan yang setara dalam struktur konstituen kalimat. Hasilnya adalah satuan yang sama kedudukannya dalam kalimat majemuk setara. Sedangkan menurut Jamiludin (1994: 62), kalimat majemuk setara adalah kalimat yang terdiri atas dua klausa yang hubungannya setara. Klausa-klausa dalam kalimat majemuk setara merupakan klausa utama. Klausa satu dengan lainnya dihubungkan dengan kata penghubung atau yang disebut koordinator. Itulah sebabnya kalimat majemuk setara disebut juga kalimat koordinasi atau gabung.
Konjungtor yang digunakan untuk menyusun hubungan koordinasi, yaitudan, atau, tetapi, serta, lalu, kemudian, lagipula, hanya, padahal, sedangkan, baik… maupun, tidak… tetapi…., dan bukan(nya)… melainkan…. (Alwi dkk,1998: 388). Perhatikan beberapa contoh berikut ini.
1. Anda datang ke rumah saya atau saya datang ke rumah Anda.
2. Ia segera masuk ke kamar lalu berganti pakaian.
3. Polisi telah memberi tembakan peringatan, tetapi penjahat itu tetap tidak mau menyerah.
4. Orang tua gadis itu sedih sekali serta kecewa terhadap kelakuan anaknya.
5. Saya memberitahukan hal itu kepada anak-anak kemudian segera kembali ke kantor.
6. Koperasi karyawan itu dikelola secara profesional, lagipula modalnya sangat kecil.
7. Dia bukannya sakit, melainkan malas saja.
8. Mereka tidak marah, hanya kecewa terhadap perlakuannya.
9. Dia di kawasan industri, hanya saja dia tidak pernah bekerja di sana.
10. Duna masih sering pulang malam, atau malah pagi buta.
2. Kalimat Majemuk Bertingkat Menurut Chaer (1994: 244), kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat majemuk yang hubungan antarklausanya tidak setara atau sederajat. Klausa yang satu merupakan klausa atasan dan klausa yang lain merupakan klausa bawahan. Kalimat majemuk bertingkat menurut Keraf (1984: 169) adalah kalimat yang hubungan pola-polanya tidak sederajat. Salah satu pola (atau lebih) menduduki fungsi tertentu dari pola lain. Bagian yang lebih tinggi kedudukannya disebut induk kalimat, sedangkan bagian yang lebih rendah kedudukannya disebut anak kalimat. Sedangkan Jamiludin (1994:63) berpendapat bahwa kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat tunggal yang diperluas dan perluasan itu membentuk klausa baru. Hubungan antarklausa disambung dengan subordinator. Itu sebabnya kalimat majemuk bertingkat disebut juga kalimat subordinasi. Konjungtor yang digunakan dalam kalimat majemuk bertingkat dapat dikelompokkan sebagai berikut.
a. Konjungtor waktu: setelah, sesudah, sebelum, sehabis, sejak, selesai, ketika, tatkala, sewaktu, sementara, sambil, seraya, selagi, selama, sehingga, sampai
b. Konjungtor syarat: jika, kalau, jikalau, asalkan, bila, manakala
c. Konjungtor pengandaian: andaikan, seandainya, andaikata, sekiranya
d. Konjungtor tujuan: agar, supaya, biar
e. Konjungtor konsesif: biarpun, meskipun, sungguhpun, sekalipun, walaupun, kendatipun
f. Konjungtor pembandingan atau kemiripan: seakan-akan, seolah-olah, sebagaimana, seperti, sebagai, bagaikan, laksana, daripada, alih-alih, ibarat
g. Konjungtor sebab atau alasan: sebab, karena, oleh karena
h. Konjungtor hasil atau akibat: sehingga, sampai(-sampai)
i. Konjungtor cara: dengan, tanpa
j. Konjungtor alat: dengan, tanpa
Perhatikan contoh berikut.
a. Partisipasi masyarakat terhadap program keluarga berencana meningkat sesudah mereka menyadari manfaat keluarga kecil.
b. Jika masyarakat menyadari pentingnya program keluarga berencana, mereka pasti mau berpartisipasi dalam menyukseskan program tersebut.
c. Andaikan saya memperoleh kesempatan, saya akan mengerjakan pekerjaan itu sebaik-baiknya.
d. Anda harus berusaha dengan sungguh-sungguh agar dapat berhasil dengan baik.
e. Meskipun usianya sudah lanjut, semangat belajarnya tidak pernah padam.
f. Saya memahami keadaanya dirinya sebagaimana ia memahami keadaan diriku.
g. Proyek perbaikan kampung itu berhasil karena mendapat dukungan dari masyarakat.
h. Ledakan bom mobil itu demikian hebatnya sehingga meruntuhkan atap gedung-gedung di sekitar kejadian.
i. Petani berusaha meningkatkan hasil panennya dengan menggunakan bibit unggul, pemupukan, irigasi, pemberantasan hama, dan penerapan teknologi pascapanen yang tepat.
Menurut Alwi dkk (1998: 391) kalimat majemuk bertingkat dapat disusun dengan memperluas salah satu fungsi sintaksisnya (fungsi S, P, O, dan Ket) dengan klausa. Perluasan itu dilakukan dengan menggunakan yang. Perhatikan kalimat-kalimat berikut.
a. Paman saya yang tinggal di Bogor meninggal kemarin.
b. Paman saya guru, yang mengajar di beberapa sekolah.
Konsep perluasan unsur kalimat ini dibicarakan secara luas oleh Alisjahbana (1983). Beliau menyatakan semua unsur kalimat dapat diperluas untuk dijadikan anak kalimat, sehingga muncullah istilah anak kalimat pengganti subjek, anak kalimat pengganti predikat, dan sebagainya (Chaer, 1994: 245). Jamiludin (1994: 64) membagi kalimat majemuk bertingkat menjadi 12 macam menurut klausa sematannya atau anak kalimatnya sebagai berikut.
a. Anak kalimat pengganti keterangan waktu, contohnya: Sejak aku diserahkan orang tua kepada nenek, aku tidur di atas dipan di kamar nenek.
b. Anak kalimat pengganti keterangan syarat, contohnya: Jika anda mau mendengarkannya, saya tentu akan senang sekali.
c. Anak kalimat pengganti keterangan konsesif, contohnya: Walaupun hatinya sedih, dia tidak pernah menangis di hadapanku.
d. Anak kalimat pengganti keterangan tujuan, misalnya; Nenekku bercerita tentang para ksatria agar aku mempunyai keberanian seperti ksatria itu.
e. Anak kalimat pengganti keterangan perbandingan, contohnya: Daripada menganggur, cobalah engkau bekerja di kebun saya.
f. Anak kalimat pengganti keterangan sebab, contohnya: Keadaan menjadi genting sebab musuh akan melancarkan aksinya.
g. Anak kalimat pengganti keterangan akibat, contohnya: Biaya pengobatan sangat mahal sehingga semua perhiasan istrinya habis terjual.
h. Anak kalimat pengganti keterangan cara, misalnya: Ia mencoba bertahan dengan kedua tangannya menutup wajahnya.
i. Anak kalimat pengganti keterangan sangkaan, contohnya: Dia diam seakan-akan dia tidak mengetahui masalah itu.
j. Anak kalimat pengganti keterangan objek, contohnya: Dia berkata bahwa isi buku ini belum sempurna.
k. Anak kalimat pengganti keterangan predikat, contohnya: Orang itu kelakuannya tercela.
l. Anak kalimat pengganti keterangan subjek, contohnya: Barang siapa menggali lubang, pasti terperosok ke dalamnya.
Selain itu, kalimat majemuk bertingkat dapat pula disusun dengan menggabungkan dua buah klausa atau lebih dimana klausa yang satu dianggap sebagai klausa atasan atau klausa utama (dalam peristilahan tradisional disebut induk kalimat), sedangkan yang lain disebut klausa bawahan (dalam peristilahan tradisional disebut anak kalimat) (Chaer, 1994: 243), contohnya: Nenek membaca komik ketika kakek tidak ada di rumah berasal dari klausanenek membaca komik dan kakek tidak ada di rumah. Lalu, kedua klausa itu digabungkan dengan klausa nenek membaca komik sebagai klausa utama dan kakek tidak ada di rumahsebagai klausa bawahan; dan keduanya mempunyai hubungan kewaktuan, yakni waktu yang sama. Hal ini berbeda dengan yang dikemukakan oleh Alwi dkk (1998: 392) mengenai proses terbentuknya kalimat majemuk bertingkat. Menurut mereka kalimat majemuk bertingkat terbentuk bila dua proposisi diperbandingkan, satu dinyatakan pada klausa utama dan satunya lagi pada klausa subordinatif. Klausa subordinatif ini disebut klausa perbandingan. Klausa perbandingan biasanya dibentuk dengan menggunakan bentuk lebih atau kurang bersama-sama dengan konjungtor dari(pada), dan sama… dengan. Perhatikan contoh berikut.
a. Dia bekerja lebih lama daripada istrinya (bekerja)
b. Kapitalisme sama berbahayanya dengan komunisme.
Pola-pola struktur kalimat majemuk bertingkat menurut Suparno (1991: 60) adalah sebagai berikut.
a. Kalimat majemuk bertingkat terdiri dari klausa inti dan klausa bawahan yang berstatus sebagai atribut subjek, contoh: Persoalan bahwa produksi harus dibatasi telah membuat para pengusaha kehilangan gairah.
b. Kalimat majemuk bertingkat terdiri dari klausa inti dan klausa bawahan yang berstatus sebagai atribut predikat, contohnya: Dia itu seorang pengusaha yang memiliki sejumlah perusahaan besar.
c. Kalimat majemuk bertingkat terdiri dari klausa inti dan klausa bawahan yang berstatus sebagai atribut dalam fungsi objek, contoh: Kami mendapatkan informasi bahwa SPP akan dinaikkan.
d. Kalimat majemuk bertingkat terdiri dari klausa inti dan klausa bawahan yang berstatus sebagai atribut dalam funsi pelengkap, misalnya: Ika membuatkan adiknya pertanyaan yang sukar dijawab.
e. Kalimat majemuk bertingkat terdiri dari klausa inti dan klausa bawahan yang berstatus sebagai atribut dalm fungsi keterangan, contoh: Penonton sudah datang di lapangan tempat pertandingan itu berlangsung.
f. Kalimat majemuk bertingkat terdiri dari klausa inti dan klausa bawahan yang berstatus sebagai sumbu dalam fungsi keterangan, contoh: Keluarga berencana akan selalu dilaksanakan selama pertumbuhan penduduk harus ditekan.
3. Kalimat Majemuk Campuran
Kalimat majemuk jenis ini terdiri dari tiga klausa atau lebih, dimana ada yang dihubungkan secara koordinatif dan ada pula yang dihubungkan secara subordinatif. Jadi, kalimat ini merupakan campuran dari kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat. Contohnya dalam kalimat: Nenek membaca komik karena kakek tidak ada di rumah dan tidak ada pekerjaan lain yang harus diselesaikan, terdiri dari tiga buah klausa, yaitu (1) nenek membaca komik, (2) kakek tidak ada di rumah, dan (3) tidak ada pekerjaan lain yang harus diselesaikan. Klausa (1) dan kalusa (2) dihubungkan secara subordinatif; klausa (2) dan klausa (3) dihubungkan secara koordinatif (Chaer, 1994: 247).
Dalam praktek berbahasa, lebih-lebih pada bahasa tulis, penggunaan kalimat kompleks ini sangat umum; apalagi dalam karangan yang bersifat keilmuan. Jumlah klausa yang digunakan pun dalam satu kalimat bukan hanya dua atau tiga buah, melainkan bisa lebih dari itu. Dalam makalah ini kalimat majemuk campuran tidak dibahas lebih lanjut karena dasarnya adalah kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat.
0 Response to "Pengertian kalimat majemuk"
Post a Comment