KALIMAT AKTIF DAN KALIMAT PASIF
Sunday, 8 May 2016
Add Comment
KALIMAT AKTIF DAN KALIMAT PASIF
A. Pengertian Kalimat Aktif Dan Kalimat Pasif
KALIMAT AKTIF DAN KALIMAT PASIF. Pembicaraan
tentang kalimat aktif dan kalimat pasif tentunya
bukanlah sebuah pembicaraan yang baru. Aktif dan pasif barang kali sudah kita
kenal sejak kita duduk di bangku sekolah dasar. Namun ternyata dekatnya teori
tentang kalimat aktif dan kalimat pasif tidak membuat kita paham dengan
kedua kalimat tersebut secara mendalam. Masih sering kita menjumpai kesalahan pengubahan
kalimat aktif menjadi kalimat pasif. Apalagi dalam analisis fungsi
kalimat. Kita sering kebingungan menentukan pola fungsi yang terjadi pada
kalimat aktif dan kalimat pasif serta perubahannya.
Kalimat aktif dan pasif sering menjadi
perbincangan. Perbincangan tersebut sering berubah menjadi sebuah
pertentangan. Materi yang dipertentangkan bermacam-macam, di antaranya
yang berkaitan dengan konsep kalimat aktif dan kalimat pasif,
pembentukan kalimat pasif dari kalimat aktif, dan penentuan peran-peran fungsi
sintaksis dalam sebuah kalimat aktif maupun kalimat pasif. Tidaklah
terlalu mengherankan apabila pertentangan itu terjadi. Sebenarnya, pokok
permasalahannya adalah karena perbedaan sudut pandang semata. Dalam segala hal,
sebuah objek akan dipahami secara berbeda-beda apabila sudut pandangnya
berbeda-beda.
Demikian juga tentang kalimat aktif dan kalimat pasif ini.
Namun demikian, sebenarnya dari perbedaan-perbedaan sudut pandang tersebut
dapat kita ambil sebuah simpulan tentang kalimat aktif dan kalimat pasif
ini. Berbagai sudut pandang tentang kalimat aktif dan kalimat pasif
yang menimbulkan pertentangan itu akan disajikan dalam buku ini. Agar materi
kalimat aktif dan pasif ini lebih jelas alurnya,
maka pembahasan akan dibagi dalam dua bagian,yaitu 1) konsep
kalimat aktif dan kalimat pasif, dan 2) kaidah-kaidah umum
pembentukan kalimat pasif dari kalimat aktif.
Pada bagian akhir tulisan ini dijelaskan tentang ’konstruksi’ pasif
menurut Bambang Kaswanti Purwo (BKP) berikut penggolongannya atas ’konstruksi’
pasif tanpa agen dan dengan agen. ’Konstruksi’ pasif menurut BKP perlu disajikan
dalam tulisan ini karena konsep tersebut cukup unik. Keunikan tersebut ada
karena BKP tidak mempertentangkan ’konstruksi’ pasif dengan ’konstruksi’ aktif
secara khusus, seperti halnya linguis-linguis lainnya. Untuk lebih jelasnya
marilah kita cermati isi tulisan ini.
Dalam bahasa-bahasa fleksi seperti bahasa Latin, Yunani, Sansekerta, bahkan
bahasa Semit seperti bahasa Arab, terdapat bentuk-bentuk kata kerja yang disebut aktif
dan pasif. Dalam bahasa Latin, misalnya, pasangan bentuk di bawah
ini disebut aktif dan pasif.
Aktif Pasif
deleo - deleor ‘saya membinasakan - saya
dibinasakan’
deles - deleris ‘engkau membinasakan - engkau
dibinasakan’
delet - deletur ‘dia dibinasakan - dia
dibinasakan’
delemus - delemus ‘kami membinasakan - kami
dibinasakan’
delent - delentur ‘mereka membinasakan - mereka
dibinasakan’
Dalam bahasa Arab pasangan berikut adalah bentuk aktif
dan pasif
Aktif Pasif
qatala - qutila ‘dia
membunuh - dia dibunuh’
qatalta - qutilta ‘engkau
membunuh - engkau dibunuh’
qataltu - qutiltu ‘saya
membunuh - saya dibunuh’
qatalu - qutilu ‘mereka
membunuh - mereka dibunuh’
qatalna - qutilna ‘kami
membunuh - kami dibunuh’
Melihat kedua bentuk
perubahan kata kerja di atas, baik dalam bahasa Latin maupun dalam bahasa Arab,
dapat ditegaskan bahwa sebuah bentuk kata kerja disebut sebagai bentuk
aktif bila persona yang terkandung dalam bentuk kata kerja
itu menjadi agens atau pelaku yang melakukan
perbuatan itu. Sebaliknya, sebuah bentuk kata kerja disebut sebagai bentuk
pasif bila persona yang terkandung dalam bentuk kata kerja itu
menjadi patiens, yaitu yang menderita hasil tindakan itu.
Jadi, tampaklah bahwa
pengertian-pengertian aktif dan pasif dalam bahasa-bahasa fleksi
harus dilihat dari kesatuan bentuk kata kerja dengan personanya. Bagaimana
dalam bahasa Indonesia? Dalam bahasa Indonesia konsep
kalimat aktif dan kalimat pasif dapat dilihat dari pandangan yang
berbeda. Konsep pertama merupakan konsep yang berasal dari
pandangan tradisional. Sedangkan konsep yang kedua berdasarkan pandangan
tatabahasa transformatif. Menuruttatabahasa tradisional, dalam bahasa
Indonesia terdapat tiga bentuk pasif sebagai pasangan bagi satu bentuk
aktif, yaitu:
Aktif Pasif
Saya menangkap ayam.
Ayam kutangkap.
Engkau menangkap ayam. Ayam kautangkap.
Dia menangkap ayam. Ayam ditangkapnya.
Amat menangkap ayam. Ayam
ditangkap Amat.
Kami menangkap
ayam. Ayam kami tangkap.
Ayam itu saya
tangkap.
Ayam itu engkau
tangkap.
Ayam itu dia tangkap.
Ayam itu Amat
tangkap.
Ayam itu kami
tangkap.
Ayam itu ditangkap
oleh saya.
Ayam itu ditangkap
oleh engkau.
Ayam itu ditangkap
oleh dia.
Ayam itu ditangkap
oleh Amat.
Ayam itu ditangkap
oleh kami.
Dengan tidak
mempersoalkan bentuk mana dari ketiga kemungkinan bentuk pasif di
atas merupakan bentuk baku, maka bila contoh-contoh di atas dibandingkan dengan
bentuk pasif dalam bahasa Barat, tampak ada perbedaan besar. Kata-kata ku, kau,
dan kami pada kelompok pasif I, serta kata saya,engkau, dia, Amat,
dan kami pada kelompok II mempunyai pertalian yang lebih erat
dengan kata kerja dibandingkan dengan kata ayam; dan semua kata itu
menjadi agens bukan menjadi patiens dari
kata tangkap. Berdasarkan penjelasan ini maka pengertian diatesis
aktif dan pasif dalam bahasa Indonesia harusnya tidak ada, atau paling banyak
harus diberi batasan yang agak lain.
Mengingat adanya
bentuk-bentuk klitik ku dan kau untuk persona
I dan II di depam kata kerja tersebut maka demi kesejajaran dan kelengkapan
pola, harus ditarik kesimpulan bahwa bentuk di pada kata ditangkap pada
mulanya adalah bentuk ringkas atau klitik untuk kata dia. Secara
historis dapat dijelaskan proses terjadinya bentuk me- dan di- dalam
kalimat yang biasanya disebut aktif dan pasif sebagai berikut. Pertama,
kalimat yang mementingkan tindakan atau agens akan
menggunakan bentuk me- untuk predikat verbal-transitif dengan
struktur Subjek – Predikat – Objek.
Contoh:
Aku menangkap ayam.
Engkau menangkap
ayam.
Dia menangkap ayam.
Amat menangkap ayam
Tetapi, bila gatra
objeknya dipentingkan, dapat digunakan berturut-turut beberapa cara berikut.
Cara yang pertama adalah mempertahankan bentuk dan struktur di atas, tetapi
objek yang dipentingkan itu diberi tekanan keras.
Aku menangkap ayam.
Engkau
menangkap ayam.
Dia menangkap ayam.
Amat menangkap ayam.
Kemungkinan berikutnya
adalah menempatkan objek pada awal kalimat, dengan konsekuensi
harus diadakan perubahan bentuk kata sesuai dengan perubahan susunan tersebut.
Kita lalu mendapat bentuk pasif sebagai berikut.
Ayam itu aku tangkap.
Ayam itu engkau
tangkap.
Ayam itu dia tangkap.
Ayam itu Amat
tangkap.
Bentuk kedua
memperlihatkan bahwa bila perbuatan tidak dipentingkan lagi maka prefiks me- tidak
akan digunakan lagi. Sementara itu, gatra pelaku (agens) aku, engkau, dia,
dan Amat masih diberi tempat, namun peranannya juga kurang
sehingga posisinya bergeser ke belakang.
Taraf pementingan
gatra objek itu dapat lebih ditingkatkan lagi sehingga perhatian kita tercurah
hanya pada gatra objeknya itu; dalam hal ini pelaku lalu mengambil bentuk
klitik ku, kau, dan di. Penggunaan bentuk
klitik diuntuk persona III tunggal digunakan juga untuk orang III
yang menggunakan nomina.
Karena persona III
tunggal yang dinyatakan dengan di itu digunakan juga orang III
yang menggunakan nomina (Amat, ayah, adik, dan
sebagainya), lama-kelamaan fungsi di sebagai bentuk klitik
(ringkas) dia menjadi kabur. Karena itu, kemudian perlu diberi
keterangan mengenai siapa yang melakukan tindakan tiu dengan mempergunakan
kata oleh. Adapun artikataoleh adalah hasil atau perbuatan.
Sebab itu, kelompok kata seperti oleh Amat, oleh dia,
dan lain-lain dapat diartikan dengan perbuatan Amat,perbuatan
dia, dan sebagainya, untuk mengeksplisitkan lagi di yang
ditempatkan di depan kata kerja itu.
Ayam itu kutangkap.
Ayam itu kautangkap.
Ayam itu ditangkap olehnya.
Ayam itu ditangkap
oleh Amat.
Ayam itu kami
tangkap.
Penggunaan di untuk
pelaku III nomina, menjadi model untuk pembentukan secara analogi bagi persona
I dan II tunggal dan jamak, yaitu dengan menambahkan lagi penjelasan olehku, olehmu, oleh
kami, oleh kamu, di belakang kata kerja.
Ayam itu ditangkap
olehku.
Ayam itu ditangkap
olehmu.
Ayam itu ditangkap
oleh kami.
Ayam itu ditangkap
oleh kamu.
Konvergensi bentuk
untuk semua persona ini menjadi langkah terakhir bagi bentuk tanpa pelaku,
yaitu pelaku tindakan menjadi sama sekali tidak dipentingkan sehingga dapat
diabaikan sama sekali. Dengan demikian, kita mendapat bentuk sebagai berikut.
Ayam ditangkap.
Rumah didirikan.
Buku itu dibaca.
Karena kita menerima
adanya kenyataan mengenai bentuk dengan pementingan agens atau
pementingan patiens, kita dapat menerima adanya semacam bentuk
pasif dalam bahasa Indonesia, yang tidak sejajar dengan pasif dalam
bahasa-bahasa fleksi. Dari semua peluang bentuk pasif seperti dikemukakan di
atas, bentuk yang keempat tidak diterima sebagai bentuk
pasif baku karena merupakan pembentukan analogi yang salah.
Menurut tata bahasa
transformatif, konsep tentang kalimat aktif dan pasif bisa
dipahami dari peran fungsi sintaksisnya, terutama subjeknya. Pada kalimat aktif,
subjek (S) berperan sebagai pelaku, sedangkan pada kalimat pasif, S berperan
sebagai penderita. Untuk mengetahui lebih lanjut karakteristik keduanya, dapat
diperhatikan contoh-contoh berikut.
a. Alya menggendong
boneka
b. Boneka digendong oleh
Alya.
c. Boneka digendong Alya
Bila dicermati, kalimat (a) adalah kalimat
aktif serta kalimat (b) dan (c) adalah kalimat
pasif. Yang berperan sebagai pelaku pada ketiganya adalah Alya.
Pada (a) Alya berfungsi sebagai S; pada (b) dan (c)Alya berfungsi sebagai objek (O). Dengan demikian,
terlihat bahwa pada kalimat aktif, S-nya berperan sebagai pelaku atau pelakunya
berfungsi sebagai S, sedangkan pada kalimat pasif, pelakunya bukanlah S.
Pada (a) boneka berfungsi
sebagai O dengan peran sebagai penderita. Peran penderita juga terdapat
pada boneka dalam (b) dan (c). Namun, pada (b) dan (c) peran
tersebut menduduki fungsi S. Dengandemikian, pada kalimat pasif, S
berperan sebagai penderita atau penderita menduduki fungsi sebagai S, sedangkan
pada kalimat aktif, peran penderita tidak menduduki fungsi S.
Informasi yang
disampaikan oleh (b) dan (c) tidak berbeda. Kehadiran kata depan oleh pada
(b) mengindikasikan adanya penekanan pada pelaku. Dengan memperbandingkan keduanya,
dapat kita simpulkan bahwa kehadiran oleh pada kalimat pasif
tersebut bersifat fakultatif (tidak wajib).
Namun, kata oleh akan
menjadi wajib hadir bila O pada kalimat pasif tersebut diletakkan pada awal
kalimat, seperti yang terlihat pada contoh berikut.
Oleh Alya boneka digendong.
Hal itu juga mengindikasikan penekanan pada pelaku dalam kalimat pasif.Kadar penekanan pelaku kalimat tersebut lebih kuat dari kadar penekanan kalimat (b).
B. Kaidah-kaidah Umum
Pembentukan Kalimat Pasif dari Kalimat Aktif
Pemasifan dalam
bahasa Indonesia dilakukan dengan dua cara: (1) menggunakan verba
berprefiks di- dan (2) menggunakan verba tanpa prefiks di-.Jika
kita gunakan simbol S untuk subjek, P untuk predikat, dan O untuk objek, maka
kaidah umum untuk pembetukan kalimat pasif dari kalimat aktif dalam bahasa
Indonesia adalah sebagai berikut.
1. Cara Pertama
a. Pertukarkanlah S
dengan O.
b. Gantilah
prefiks meng- dengan di- pada P.
c. Tambahkan kata oleh di
muka unsur yang tadinya S.
Marilah kita terapkan
kaidah pemasifan cara pertama itu pada bentuk kalimat di bawahini
Pak Toha mengangkat
seorang asisten baru.
a. *Seorang
asisten baru mengangkat Pak Toha. (Kaidah a.1)
b. Seorang asisten
baru diangkat Pak Toha. (Kaidah a.2)
c. Seorang asisten
baru diangkat oleh Pak Toha. (Kaidah a.3)
Dengan cara yang
sama, kita dapat pula memperoleh kalimat pasif sebagai padanan kalimat aktif di
atas.
Pameran itu akan
dibuka oleh Ibu Gubernur.
Keberterimaan
kalimat menunjukkan bahwa kehadiran bentukoleh pada kalimat
pasif bersifat manasuka. Akan tetapi, jika verba predikat tidak diikuti
langsung oleh pelengkap pelaku (yang sebelumnya subjek kalimat aktif), maka
bentuk oleh wajib hadir. Atas dasar itulah maka bentuk kalimat
berikut kita terima, sedangkan bentuk
a. Rumah tua itu
harus diperbaiki dengan segera oleh Pak Saleh.
b. *Rumah tua itu
harus diperbaiki segera Pak Saleh.
Pemasifan dengan cara
pertama itu umumnya digunakan jika subjek kalimat aktif berupa
nomina atau frasa nominal seperti terlihat pada contoh di atas; jika subjek
kalimat aktif berupa pronominal persona, padanan pasifnya umumnya dibentuk
dengan cara kedua. Akan tetapi, kalau subjek kalimat aktif itu berupa gabungan
pronominal dengan pronominal atau frasa lain, maka padanan pasifnya dibentuk
dengan cara pertama itu.
a. Tugas itu harus diselesaikan oleh kamu dan saya.
b. *Tugas itu harus kamu dan saya selesaikan.
2. Cara Kedua
Seperti telah
disinggung di atas, padanan pasif dari kalimat aktif transitif yang subjeknya
berupa pronominal dibentuk dengan cara kedua. Adapun kaidah pembentukan kalimat
pasif cara kedua itu adalah sebagai berikut.
a. Pindahkan O ke awal
kalimat.
b. Tanggalkan
prefiks meng- pada P.
c. Pindahkan S ke tempat
yang tepat sebelum verba.
Marilah kita terapkan
kaidah pemasifan cara kedua itu pada bentuk kalimatdi atas.
Saya sudah mencuci
mobil itu.
a. *Mobil itu saya
sudah mencuci (Kaidah b.1)
b. *Mobil itu saya
sudah cuci. (Kaidah b.2)
c. Mobil itu sudah saya cuci. (Kaidah b.3)
Jika subjek kalimat
aktif transitif berupa pronominal persona ketiga atau nama diri yang
relatif pendek, maka padanan pasifnya dapt dibentuk dengan cara pertama atau
kedua seperti tampak pada contoh berikut.
a. Mereka akan
membersihkan ruangan ini.
b.i. Ruangan ini akan
dibersihkan (oleh) mereka.
ii. Ruangan ini akan
mereka bersihkan.
b. Dia sudah membaca
buku itu.
b.i. Buku itu sudah
dibaca olehnya/(oleh) dia.
ii. Buku itu sudah
dibacanya/ dia baca.
c. Ayah belum mendengar berita duka itu.
b.i. Berita duka itu belum didengar (oleh) Ayah.
ii. Berita duka itu belum Ayah dengar.
Apabila subjek kalimat aktif transitif itu panjang, maka padanan kalimat
pasifnya dibentuk dengan cara pertama. Jadi, bentuk seperti Berita
duka itu belum didengar oleh Susilowati Hamid tidak dapat diubah
menjadi *Berita duka itu belum Susilowati Hamid dengar. Perlu
dicatat bahwa pembentukan kalimat pasif dengan cara kedua dari kalimat aktif transitif
yang subjeknya berupa pronominal persona ketiga atau nama diri pada umumnya
terbatasa pada pemakaian sehari-hari. Pronomina aku, engkau,
dan dia (yang mengikuti predikat) pada kalimat pasif
cenderung dipendekkan menjadi ku-, kau-, dan –nya seperti
tampak pada
contoh berikut.
a. .i. Surat itu
baru aku terima kemarin.
ii. Surat itu
baru kuterima kemarin.
b.i. Buku ini
perlu engkau baca.
ii. Buku ini
perlu kaubaca.
c.i. Pena saya
dipinjam oleh dia.
ii. Pena saya
dipinjamnya.
iii. Pena saya
dipinjam olehnya.
Perubahan kalimat
aktif transitif yang mengandung kata seperti ingin atau maucenderung
menimbulkan pergeseran makna. Perhatikan contoh berikut.
a. Andi ingin mencium Tuti.
b. Tuti ingin dicium
Andi.
Pada kalimat
aktif (a) jelas bahwa yang ingin melakukan perbuatan mencium
adalah Andi, tetapi pada (b) orang cenderung menafsirkan bahwa yang
menginginkan ciuman itu adalah Tuti dan bukan Andi.
Tafsiran makna kalimat pasif yang berbeda dengan makna padanan kalimat aktif
itu timbul karena kodrat kata ingin yang cenderung dikaitkan
dengan unsur di sebelah kiri yang mendahuluinya. Hal ini tampak lebih nyata
pada keganjilan pasangan kalimatAnda ingin mencuci mobilnya- *Mobilnya
ingin dicuci Andi.
Arti pasif dapat pula
bergabung dengan unsur lain seperti unsur ketaksengajaan. Jika kalimat aktif
diubah menjadi kalimat pasif dan dalam kalimat pasif itu terkandung pula
pengertian bahwa perbuatan yang dinyatakan oleh verba itu mengandung unsur yang
tak sengaja, maka bentuk prefiks yang dipakai untuk verba bukan lagi di-,
melainkan ter-. Perhatikan perbedaan kalimat (a) dan (b) yang
berikut ini.
a. Penumpang bus
itu dilempar ke luar.
b. Penumpang bus
itu terlempar ke luar.
c. Dia dipukul kakaknya.
d. Dia terpukul kakaknya.
Kalimat (a)
menunjukkan bahwa seseorang melakukan perbuatan itu dengan niat dan
kesengajaan. Sebaliknya, kalimat (b) mengacu ke suatu keadaan atau
ketaksengajaan si pelaku perbuatan. Pada (b) mungkin saja penumpang tadi
terlempar oleh orang lain, atau mungkin juga oleh guncangan bus yang terlalu
besar.
Di samping makna
ketaksengajaan itu, verba pasif yang memakai ter- juga dapat
menunjukkan kekodratan; artinya, kita tidak memasalahkan siapa yang melakukan
perbuatan tersebut sehingga seolah-olah sudah menjadi kodratlah bahwa sesuatu
harus demikian keadaannya. Sebagai contoh, perhatikanlah kalimat yang
berikut.
a. Gunung Merapi terletak di
Pulau Jawa.
b. Soal ini terlepas dari
rasa senang dan tidak senang.
Pada contoh itu tidak
ada unsur sengaja atau tidak sengaja, dan kita pun tidak memasalahkan siapa
yang meletakkan gunung itu atau yang melepaskan soal ini. Bentuk kalimat pasif
lain yang bermakna adversatif tampak pada contoh (a.1) dan (b.1). Di sini perlu
ditekankan bahwa makna kalimat predikatnya memakai ke-anini adalah
pasif dengan tambahan makna adversatif, yakni makna yang tidak menyenangkan.
Perhatikan pasangan kalimat berikut.
a. 1. Soal itu diketahui
oleh orang tuanya.
2.Soal itu ketahuan
oleh orang tuanya.
b. 1. Partai kita
dimasuki unsur kiri.
2. Partai kita kemasukan unsur kiri.
3.’Konstruksi’ Pasif Menurut Bambang Kaswanti Purwo
Dalam makalahnya yang berjudul ”Perkembangan Sintaksis Indonesia’, Bambang
Kaswanti Purwo (BKP) secara terang-terangan menyatakan bahwa ia tidak mau
melibatkan diri pada persoalan ada tidaknya ’konstruksi’ pasif di dalam bahasa
Indonesia. Ia hanya mencontohkan bahwa ’konstruksi’ pada (1) dan (3) adalah ’konstruksi’ pasif, sedangkan ’konstruksi’ pada (1) adalah ’konstruksi’ aktif.
(1) mengambil buah apel itu
(2) a. Buah apel itu diambil oleh si Dul.
b. Buah apel itu diambil olehnya.
c. Buah apel itu
diambilnya.
(3) a. Buah apel itu dia ambil.
b. Buah apel itu kuambil.
c. Buah apel itu kamu ambil.
Untuk keperluan khusus, ’konstruksi’ pada (1) dirujuknya
sebagai ’konstruksi’men-, ’konstruksi’ pada (2) sebagai ’konstruksi’ di-, dan ’konstruksi’ pada (3) sebagai ’konstruksi’ . Sebagaimana yang terpapar pada ’konstruksi’ (1), (2), dan (3), untuk agen persona ketiga dapat digunakan ’konstruksi’ di- ataupun ,
sedangkan untuk agen persona pertama atau kedua hanya dapat dipakai
’konstruksi’. Lebih lanjut BKP menjelaskan bahwa ’konstruksi’ pasif dapat
dibedakan antara yang memiliki agen dan yang tidak. Contoh (a) dan (b) berikut adalah contoh ’konstruksi’ pasif tanpa agen, sedangkan (c) dan (d) adalah contoh ’konstruksi’ pasif dengan agen.
a. [...] dan waktu ia menekur hendak melihat selopnya ia dipukuldari
belakang.
b. Tapi setelah diadakan penyelidikan saksama sebulan
kemudian, ternyata bahwa wakil tentara itu [...]
c. Dan garis itu dijaga oleh beberapa anggota tentara yang
berdisiplin.
d. Dan setelah pamili ini agak berada sedikit, kamar
itudipakainya sebagai kandang anjing yang baru dibelinya.
C. Ciri-ciri kalimat
aktif dan pasif
a. Kalimat aktif
Kalimat aktif adalah sebuah
kalimat yang subjek (S) berperan sebagai pelaku yang secara aktif melakukan
suatu tindakan yang dikemukakan dalam predikat (P) kepada objek (O)
Ani menyirami bunga.
Ayah membeilkanku
sebuah sepeda.
John merusak bukunya
Andi.
Ciri-ciri kalimat
aktif:
1. Pada kalimat aktif
subjek melakukan suatu tindakan yang langsung mengenai objeknya.
2. Predikat kalimat
aktif selalu diawali dengan imbuhan Me- atau Ber-
3. Ada kalimat aktif
yang memerlukan objek
4. Ada kalimat aktif
yang tidak memerlukan objek. Setelah mendapat predikat subjek ditambah
pelengkap atau keterangan.
5. Kalimat Aktif
memiliki pola S-P-O-K atau S-P-K
Jenis-jenis kalimat
aktif:
1. Kalimat aktif
Intransitive
Kalimat aktif
intransitive adalah kalimat aktif yang memerlukan sebuah objek yang mendapatkan
tindakan dari subjeknya.
contoh:
Ayahku memberi Andi
uang saku sebesar Rp. 10.000,-
Ayahku= Subjek
Memberiku= Predikat
Objek= Andi
pada kalimat diatas,
“Ayah” yang merupakan subjek melakukan tindakan kepada “Andi” yang merupakan
objek.
2. Kalimat aktif
ekatransitive
Kalimat ini
memerlukan objek namun tidak memiliki pelengkap. Dengan kata lain, Kalimat ini
hanya memiliki 3 unsur yaitu Subjek, Predikat dan Objek.
Contoh:
Andi membaca sebuah
majalah
Ayah memperbaiki
motor
Ibu menanak nasi.
3. Kalimat aktif
Intransitive
Kalimat ini objeknya
tidak dimunculkan sebagai penerima perbuatan subjek. Namun biasanya kalimat ini
diikuti oleh pelengkap dan keterngan. Kalimat ini biasanya memiliki Pola
S-P atau S-P-K
Contohnya:
Iwan sedang menulis
di dalam kamar.
Nenek sedang menjahit
dengan sangat hati-hati.
Ani belajar dengan
giat.
1. Kalimat aktif
dwitransitif
Kalimat ini memiliki
satu predikat dan mengharuskan kehadiran objek dan pelengkap. kalimat
aktif dwitransitif mempunyai empat unsur Subjek (S), Predikat (P), Objek (O),
dan Pelengkap (Pel). Jika salah satu dari ke empat unsur ini tidak terenuhi,
maka kalimat menjadi rancu atau kehilangan makna.
Contoh:
Ayah mengirimi uang
kepada nenek setiap bulan.
Budi selalau
mengunjungi ibunya yang ada di luar negeri.
Kakakku menguras bak
air seminggu sekali.
Merubah kalimat aktif
menjadi kalimat pasif
1. Subjek pada
kalimat aktif berubah menjadi objek pada kalimat pasif.
Andi Menabrak Budi di
depan ruang kelas.(Aktif)
Budi ditabrak oleh
Andi di depan ruang kelas. (Pasif)
2. Predikat yang
berawalan me- berubah menjadi berawalan di-/ter-
Ani mengabaikan kebun
bunga yang cantik itu.(Aktif)
Kebun bunga yang cantik
itu terabaikan oleh Ani. (Pasif)
3. Kalimat aktif
tidak berobjek tidak bisa diubah menjadi kalimat pasif.
b. Kalimat
pasif
Kalimat pasif merupakan kalimat
yang subjeknya setelah predikat. Kalimat pasif adalah kalimat yang subjeknya
dikenai suatu perbuatan atau aktivitas. Kalimat pasif biasanya diawali oleh
awalan ter- atau di-
Adapun ciri-ciri dari
kalimat pasif adalah:
Subjeknya sebagai
penderita.
Predikatnya
berimbuhan di-, ter-, atau ter-kan.
Predikatnya berupa
predikat persona (kata ganti orang, disusul oleh kata kerja yang kehilangan
awalan).
Kalimat pasif terdiri
dari dua:
Kalimat pasif
transitif adalah kalimat pasif yang memiliki objek.
Jambu dilempar Tono.
Ikan mas dimasak Bu
Susi.
Ayam dipukul Udin.
Novel dibaca Andi di
kamar.
Baju yang bersih
telah disetrika Ibu.
Pameran itu akan
dibuka oleh Pak Bupati.
Buku itu sudah
kubeli.
Soal-soal itu sedang
mereka kerjakan.
Makalah ini harus
kami tulis kembali.
Pak Lurah dimintai
pertanggung jawaban oleh Pak Camat.
Ali terkejut
mendengar kematian sahabatnya.
Bunga anggrek hitam
itu terinjak si Anita.
Kalimat pasif
intransitif adalah kalimat pasif yang tidak memiliki objek.
Buku dibeli.
Mobil sedang dicuci.
Mobil itu kemarin
tertabrak
0 Response to "KALIMAT AKTIF DAN KALIMAT PASIF"
Post a Comment