EQ VERSUS IQ
Thursday, 12 May 2016
Add Comment
Para ilmuwan sosial berdebat tentang apa sebenarnya yang membentuk IQ
seseorang mereka mengungkapkan bahwa IQ dapat diukur dengan menggunakan uji-uji
kecerdasan standar, misalnya wechler intellingence scales, yang mengukur baik
kemampuan yang verbal maupun nonverbal, termasuk ingatan perbedaraan kata,
wawasan, pemecahan maslah, abstraksi logika, persepsi, pengolahan informasi,
dan keterampilan motorik visual. “ Faktor inteligensasia umum” yang diturunkan
dari skala ini yang disebut IQ dianggap sangat stabil sesudah anak berusia enam
tahun dan biasanya berkorelasi dengan uji-uji bakat seperti ujian masuk
perguruan tinggi.
Makna EQ agak membingungkan. Salovey
dan mayer mula-mula mendefinisikan kecerdasan sosial yang melibatkan kemapuan
memantau perasaan dan emosi kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan
memantau perasaan dan emosi baik pada diri sendiri maupun pada orang lain,
memilih-milih semuanya, dan menggunakan informasi untuk membimbing pikiran dan
tindakan. Mereka keberatan isitlah EQ dipakai sebagai sinonim kecerdasan
emosional, karena khawatir akan menysatkan sehingga dapat memunculkan
anggapan bahwaada pengujian yang akurat
unyuk mengukur EQ atau ini dapat diukur. Namun kenyataan meskipun EQ mungkin tidak pernah bisa diukur,
tetapi masih mengandung konsep yang bermakna. Walaupun kita tidak dapat begitu
saja mengukur bakat atau sifat-sifat khas seseorang misalnya keramahan, percaya
diri atau sikap hormat pada orang lain dan dapat mengenali sifat pada anak-anak
dan sepakat bahwa sifat-sifat tersebut mempunyai nilai penting. Kepopuleran dan
besarnya perhatian media akan buku goleman membuktikan kenyataan bahwa orang
secara intuitif memahami makna dan
penting kecerdasan emosional, dan mengenal
EQ sebagai sinomim konsep ini, sebagaimana mereka mengenal IQ sebagai
sinonim kecerdasan kognitif.
Keterampilan EQ bukanlah lawan
keterampilan IQ atau keterampilan kognitif, namun keduanya berinteraksi secara
dinamis, baik pada tingkatan konseptual maupun di dunia nyata. Idealnya,
seseorang dapat menguasai keterampilan kognitif sekaligus keterampilan sosial
dan emosional, sebagaimana ditunjukkan oleh negarawan besar dunia, menurut
pakar ilmu politik di duke university, james David berber, thomas jefferson
memiliki perpaduan antara kepribadian dalam intelektualitas yang nyaris
sempurna. Ia dikenal sebagai komunikator yang hebat dan penuh empati, selain
sebagai seorang jenius sejati, pada tokoh besar lain, Eq yang tinggi tampaknya
sudah cukup, banyak orang berpendapat bahwa kepribadian franklin Delano
roosevelt yang dinamis dan optimisme yang luar biasa merupakan faktor paling
penting dalam memimpin amerika mengatasi masa-masa kritis zaman depresi dan
perang Dunia II. Namun, oliver wendell holmes menggambarkan Roosevelt sebagai
orang yang memiliki kecerdasan kelas dua, tetapi kematangan emosi kelas satu.
Hal yang sama juga ditunjukan untuk john F. Kennedy, yang menurut para
sejarawan, lebih banyak memimpin amerika dengan hatinya ketimbang dengan
kepalanya.
TAG : IQ,EQ
0 Response to "EQ VERSUS IQ"
Post a Comment