PERKEMBANGAN KREATIVITAS ANAK
Tuesday, 12 April 2016
Add Comment
PERKEMBANGAN KREATIVITAS ANAK
Hurlock, 1978 (Semiawan, 1998: 96) menegaskan bahwa
hasil sejumlah studi kreativitas menunjukkan bahwa perkembangan kreativitas
mengikuti suatu pola yang dapat diramalkan. Ada sejumlah variasi di dalam pola
ini ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap variasi-variasi tersebut.
Diantaranya : jenis kelamin, status sosio-ekonomik, posisi urutan kelahiran,
ukuran besar anggota keluarga, lingkungan kota versus desa dan intelegensi.
A. Pola perkembangan kreativitas anak
Pertama,
anak-anak lelaki menunjukkan kreativitas yang lebih
tinggi daripada anak perempuan, terutama dimasa-masa perkembangan. Di sebagian
masyarakat, anak laki-laki mendapat perlakuan yang berbeda dari anak perempuan.
Anak laki-laki mendapat kesempatan yang lebih banyak daripada anak perempuan
untuk hidup mandiri, lebih mendapat kesempatan yang lebih banyak untuk
menghadapi resiko, mendapatkan kesempatan dari orang tua dan guru untuk
berinisiatif dan menampilkan keasliannya.
Kedua, anak-anak yang berlatar belakang sosio-ekonomis lebih
tinggi cenderung lebih kreatif daripada anak-anak yang berlatar belakang
rendah. Kelompok pertama diduga mendapatkan perlakuan orangtua yang lebih
demokratis, sementara kelompok keduanya lebih banyak mendapat perlakuan
otoriter. Kontrol orang tua yang demokrastis dapat memelihara kemampuan kreatif
dengan memberikan kesempatan yang lebih banyak kepada anak untuk
mengekspresikan individualitasnya dan mengejar minat dan aktivitas menurut
pilihannya sendiri. Yang lebih penting lagi anak-anak yang berlatar belakang ekonomi
lebih tinggi mendapat kesempatan yang lebih banyak untuk mengakses pengetahuan
dan pengalaman yang diperlukannya untuk pengembangan kreativitasnya, misalnya
ke tempat-tempat rekreasi, tempat-tempat penting, dan pusat-pusat informasi
yang dapat mendorong anak untuk berimajinasi serta berfikir dan bertindak
secara kreatif.
Ketiga,
bahwa anak posisi kelahiran berbeda menunjukkan
tingkat kreativitas yang berbeda. Pernyataan ini memiliki implikasi bahwa
lingkungan memiliki kedudukan yang lebih penting daripada keturunan. Anak
tengah dan anak bungsu memungkinkan lebih kreatif daripada anak sulung. Anak
sulung cenderung mendapat tekanan yang lebih besar untuk memenuhi harapan
orangtua daripada anak berikutnya, sehingga mereka lebih dikehendaki sebagai
konformis daripada pencetus ide.
Keempat,
anak-anak dari keluarga kecil cenderung lebih kreatif
daripada anak-anak dari keluarga besar. Hal ini disebabkan oleh pengasuhan
dalam keluarga besar menuntut sikap yang lebih otoriter guna dapat
mengendalikan anak yang banyak itu. Perlakuan yang otoriter cenderung
menghambat perkembangan kreativitas. Sebaliknya anak dari keluarga kecil
cenderung mendapatkan lebih banyak perlakuan yang demokratis. Sikap tersebut
memungkinkan dapat mendukung terciptanya suasana dan sikap yang baik untuk
pengembangan kreativitas.
Kelima,
anak-anak dari lingkungan kota cenderung lebih kreatif
daripada anak-anak dari lingkungan desa, karena yang pertama lebih banyak
mendapatkan lingkungan yang lebih memberikan stimulasi dalam pengembangan kreativitasnya.
Di kota-kota banyak tempat-tempat, obyek-obyek, benda-benda, dan
tantangan-tantangan yang mengundang untuk mengembangkan kemampuan kreatif.
Stimulan-stimulan ini mendorong, mendukung peningkatan kreativitas anak-anak
kota, yang pada kenyataannya mereka akhirnya memiliki kreativitas yang lebih
tinggi daripada anak desa.
Keenam,
untuk anak yang seusia, anak-anak yang cerdas
menunjukkan kemampuan kreatif yang lebih daripada anak-anak yang kurang cerdas.
Yang pertama cenderung memiliki ide-ide yang lebih baru dalam mengatasi situasi
konflik sosial dan mampu merumuskan lebih banyak alternatif pemecahan terhadap
konflik-konflik itu. Oleh karenanya, cukup beralasan bahwa anak-anak yang
cerdas pada akhirnya lebih pantas dipilih sebagai pemimpin daripada anak-anak
yang seusianya.
Selain dari beberapa faktor yang konstributif bagi
variabilitas, kreativitas itu dapat nampak pada usia dini ketika anak itu sibuk
dalam kegiatan permainan. Secara berangsur-angsur kreativitas anak dapat
dilihat dalam berbagai aspek kehidupan, misalnya dalam kegiatan di sekolah ,
kegiatan rekreasi dan aktivitas kerjanya.
Karya-karya kreatif yang produktif umumnya mencapai
puncak pada usia 30 (tigapuluh) sampai 40 (empatpuluh), dan setelah itu
cenderung mengalami stagman dan
bahkan secara berangsur-angsur mengalami penurunan. Lehman (Semiawan, 1998: 99)
menegaskan bahwa: Pencapaian prestasi kreativitas yang dicapai pada usia lebih
awal sangat besar dipengaruhi oleh faktor lingkungan, sebaliknya tidak ada
bukti yang cukup untuk meyakinkan bahwa penurunan kreativitas itu akibat dari
keterbatas keturunan.
Bertitik tolak dari apa yang telah disebutkan di atas,
kiranya faktor eksternal memiliki sumbangan yang cukup berarti bagi peningkatan
dan penurunan kreativitas individu. Spock (Semiawan, 1998: 99) menekankan
betapa pentingnya sikap orangtua pada usia dini bagi pengembangan kreativitas
anak. Demikian juga halnya sikap guru baik di Taman Kanak-Kanak dan di Sekolah
Dasar (SD) mempunyai peranan penting bagi perkembangan dan penurunan potensi
kreativitas anak didik.
B. usia kritis perkembangan kreativitas pada usia
anak-anak.
Arastch (Semiawan, 1998: 99) mencoba untuk
mengidentifikasi sejumlah usia kritis perkembangan kreativitas pada usia
anak-anak.
Pertama, pada usia 5-6
tahun ketika anak-anak siap memasuki sekolah, maka mereka belajar harus menerima
otoritas dan konformis dengan aturan dan tata tertib yang dibuat orang dewasa
(orangtua dan guru). Semakin kaku dalam menerapkan otoritas, maka semakin besar
kemungkinan dapat menggangu perkembangan kreativitas. Pada usia ini seyogyanya
orangtua dan guru mampu memperlakukan peraturan yang ada dengan disertai
berbagai penjelasan yang dapat memberikan pemahaman kepada anak, sehingga anak
dalam mengikuti aturan tidak merasa tertekan. Demikian juga aturan yang ada
hendaknya dirumuskan dan dipraktekkan secara fleksibel, tidak kaku. Tentunya
penerapan aturannya masih tetap memegang prinsip, sehingga tujuan peraturan
atau tata tertib dibuat dapat dicapai dengan baik.
Kedua,
usia 8 sampai 10 tahun ketika keinginan anak untuk
diterima sebagai anggota gang mencapai puncaknya. Sebagian besar anak-anak pada
usia ini merasa bahwa untuk dapat diterima di dalam gang, mereka harus
konformis sedekat mungkin dengan pola-pola perilaku yang telah disepakati
dengan gang-nya dan siapa saja yang berani menyimpang, mereka akan ditolak
kehadirannya di dalam gang. Dalam suasana yang demikian anak usia ini
dikondisikan untuk terbiasa berfikir dan bertindak secara konformis, mereka
cenderung tidak berani mengambil resiko untuk berbeda pendapat. Sekiranya
dikembangkan kegiatan-kegiatan di sekolah yang menuntut pikiran, sikap, dan
tindakan yang divergen, maka mereka tidak selalu meresponnya dengan sikap
positif, karena mereka belum dan tidak terbiasa mengambil resiko dalam
menghadapi perbedaan. Ditambah lagi mereka sering dituntut dalam berbagai
kegiatan di sekolah lebih banyak konformis daripada sikap divergen.
Konsep kreativitas sangat berhubungan dengan kemampuan
berfikir anak dalam hal ini berfikir kreatif untuk memperoleh suatu kemajuan
atau hasil dalam belajar. Tetapi bila didasarkan oleh konsep Guilford
(Semiawan, 1998: 100) melalui struktur intelektualnya antara kreativitas (dalam
hal ini berfikir kreatif) dan hasil belajar berada pada posisi yang
berseberangan. Di satu pihak kreativitas ditopang oleh aspek berfikir divergen
yang dicirikan dengan kemampuan memproduksi sejumlah besar kemungkinan
pemecahan terhadap suatu masalah, di pihak lain hasil belajar dewasa ini
cenderung dilandasi oleh aspek berfikir konvergen yang menuntut sikap
konformis.
Berdasarkan hasil penelitian (survai) yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan
Pendidikan dan Kebudayaan sebagaimana yang dinyatakan oleh Munandar (Semiawan,
1998: 101) mengemukakan bahwa pengajaran di SD dan SMA semata-mata menekankan
pada penampilan rutin dan hafalan, yang kurang relevansinya dengan masyarakat.
Anak kurang dilatih untuk memikirkan apa yang telah diperoleh. Anak-anak tidak
didorong untuk mengajukan pertanyaan untuk menggunakan daya imajinasinya, untuk
mengemukakan masalah-masalah sendiri, untuk mencari penyelesaian terhadap
masalah yang non-rutin, atau tidak menunjukkan inisiatif.
Menyadari akan posisi strategis kreativitas dalam
kehidupan anak, maka selanjutnya kiranya perlu dikemukakan berbagai upaya yang
dapat memelihara dan mendukung pengembangan kreativitas. Treffinger, 1980
(Semiawan, 1998: 102) mengemukakan bahwa semua anak memiliki potensi
kreativitas, walaupun kemampuan berbeda tingkatan kualitasnya. Seperti juga
kemampuan potensial lainnya, kemampuan ini dapat berkembang secara optimal,
apabila diberikan perlakuan yang sesuai.
C. faktor penting yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan kreativitas anak
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, ada beberapa
faktor penting yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan kreativitas anak
yaitu :
Pertama,
sikap sosial yang tidak menyenangkan, sehingga
menghalangi perkembangan kreativitas harus dikurangi dan dihilangkan.
Perlakuan-perlakuan yang perlu ditiadakan antaranya mendorong anak-anak untuk
berbuat sama dengan anak yang lainnya yang sebaya secara berlebihan, memaksa
anak untuk berbuat sama dengan anak yang lainnya yang sebaya secara berlebihan,
memaksa anak mengikuti kemauan orangtua padahal anak tidak sepenuhnya sejalan
dengan pikiran orangtua.
Kedua,
menciptakan kondisi-kondisi yang menyenangkan bagi
pengembangan kreativitas anak sejak usia dini dalam kehidupannya, hingga mereka
mencapai usia puncak perkembangan. Apabila anak-anak mendapatkan iklim
lingkungan yang baik fisik maupun sosial yang menyenangkan, maka kreativitas
anak dapat mencapai perkembangan yang menggembirakan.
Ketiga,
kendatipun anak berada jauh dari prestasi sebagaimana
yang distandarkan orang dewasa, anak-anak harus tetap didorong untuk kreatif
dan bebas dari kritik-kritik yang merugikan anak.
Keempat,
bahan-bahan dan materi yang diberikan kepadanya
hendaknya mampu memberikan stimulasi anak untuk melakukan eksperimen dan
eksplorasi yang memungkinkan dapat mengembangkan kreativitasnya.
Kelima,
lingkungan keluarga dan sekolah seyogyanya mampu
menstimulasi kreativitas anak dengan memberikan bimbingan dan dorongan untuk
menggunakan bahan-bahan yang tersedia yang pada akhirnya dapat mendorong
kreativitas anak.
Keenam,
orangtua yang merasa tidak terlalu memiliki dan
melindungi anak, cenderung dapat mendorong anaknya untuk lebih mandiri dan
percaya diri. Dua kondisi yang berkualitas ini, membawa kontribusi yang sangat
bermakna bagi kreativitas anak.
Ketujuh,
pengasuhan anak yang demokratik dan permisif di dalam
keluarga dan sekolah dengan dihindarkannya pengasuhan yang otoriter cenderung
dapat memelihara dan mengembangkan potensi kreatif anak. Akhirnya, kreativitas
tidak akan pernah berkembang dalam suasana yang vakum. Artinya, bahwa semakin
banyak pengetahuan yang diperoleh anak-anak, maka semakin banyak fundasi yang
dimiliki anak untuk membangun kreativitasnya. Dengan kata lain anak baru dapat
berfantasi secara produktif, manakala anak menguasai substansinya terlebih
dahulu.
PERKEMBANGAN KREATIVITAS ANAK
0 Response to "PERKEMBANGAN KREATIVITAS ANAK"
Post a Comment