PENGERTIAN PEMBELAJARAN KOPERATIF
Friday, 8 April 2016
Add Comment
Pembelajaran Kooperatif
Sekitar tahun 1960-an,
belajar kompetitif dan individualistik telah mendominasi pendidikan di Amerika
Serikat. Siswa biasanya datang ke sekolah dengan harapan untuk berkompetisi dan
tekanan dari orang tua untuk menjadi yang terbaik. Dalam belajar kompetitif dan
individualistik, guru menempatkan siswa pada tempat duduk yang terpisah dari
siswa yang lain. Kata-kata “dilarang mencontoh”, “geser tempat dudukmu”, “Saya
ingin agar kamu bekerja sendiri” dan “jangan perhatikan orang lain, perhatikan
dirimu sendiri” sering digunakan dalam belajar kompetitif dan individualistik
(Johnson & Johnson, 1994: 29-30). Proses belajar seperti itu masih terjadi
dalam pendidikan di Indonesia sekarang ini.
Jika disusun dengan
baik, belajar kompetitif dan individualistik akan efektif dan merupakan cara
memotivasi siswa untuk melakukan yang terbaik. Meskipun demikian terdapat
beberapa kelemahan pada belajar kompetitif dan individualistik, yaitu (a)
kompetisi siswa kadang tidak sehat. Sebagai contoh jika seorang siswa menjawab
pertanyaan guru, siswa yang lain
berharap agar jawaban yang diberikan salah, (b) siswa berkemampuan rendah akan
kurang termotivasi, (c) siswa berkemampuan rendah akan sulit untuk sukses dan
semakin tertinggal, dan (d) dapat membuat frustrasi siswa lainnya (Slavin,
1995: 3). Untuk menghindari hal-hal tersebut dan agar siswa dapat membantu
siswa yang lain untuk mencapai sukses, maka jalan keluarnya adalah dengan
belajar kooperatif.
Belajar kooperatif bukanlah sesuatu yang baru. Sebagai guru dan
mungkin siswa kita pernah menggunakannya atau mengalaminya sebagai contoh saat
bekerja dalam laboratorium. Dalam belajar kooperatif, siswa dibentuk dalam
kelompok-kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 orang untuk bekerja sama dalam
menguasai materi yang diberikan guru (Slavin, 1995: 4; Eggen & Kauchak,
1996: 279; Suherman, 2001: 220). Artzt & Newman (1990: 448) menyatakan
bahwa dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu team dalam
menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Jadi, setiap
anggota kelompok memiliki tanggung jawab yang sama untuk keberhasilan
kelompoknya.
Belajar kooperatif mempunyai ide bahwa siswa bekerja sama untuk
belajar dan bertanggung jawab pada kemajuan belajar temannya. Sebagai tambahan,
belajar kooperatif menekankan pada tujuan dan kesuksesan kelompok, yang hanya
dapat dicapai jika semua anggota kelompok mencapai tujuan atau penguasaan
materi (Slavin, 1995: 5). Johnson & Johnson (1994: 278) menyatakan bahwa
tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk
peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara
kelompok. Karena siswa bekerja dalam suatu team, maka dengan sendirinya dapat
memperbaiki hubungan di antara para siswa dari berbagai latar belakang etnis
dan kemampuan, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses kelompok dan
pemecahan masalah (Louisell & Descamps, 1992: 98).
Zamroni (2000: 146) mengemukakan bahwa manfaat penerapan belajar
kooperatif adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud
input pada level individual. Di samping itu, belajar kooperatif dapat
mengembangkan solidaritas sosial di kalangan siswa. Dengan belajar kooperatif,
diharapkan kelak akan muncul generasi baru yang memiliki prestasi akademik yang
cemerlang dan memiliki solidaritas sosial yang kuat.
Menurut Johnson & Johnson (1994: 22-23), terdapat
lima unsur penting dalam belajar kooperatif, yaitu seperti berikut ini.
1. Saling
ketergantungan yang bersifat positif antara siswa
Dalam
belajar kooperatif siswa merasa bahwa mereka sedang bekerja sama untuk mencapai
satu tujuan dan terikat satu sama lain. Seorang siswa tidak akan sukses kecuali
semua anggota kelompoknya juga sukses. Siswa akan merasa bahwa dirinya
merupakan bagian dari kelompok yang juga mempunyai andil terhadap suksesnya
kelompok.
2. Interaksi
antara siswa yang semakin meningkat
Belajar kooperatif akan
meningkatkan interaksi antara siswa. Hal ini, terjadi dalam hal seorang siswa
akan membantu siswa lain untuk sukses sebagai anggota kelompok. Saling
memberikan bantuan ini akan berlangsung secara alamiah karena kegagalan
seseorang dalam kelompok mempengaruhi suksesnya kelompok. Untuk mengatasi
masalah ini, siswa yang membutuhkan bantuan akan mendapatkan dari teman
sekelompoknya. Interaksi yang terjadi dalam belajar kooperatif adalah dalam hal
tukar menukar ide mengenai masalah yang sedang dipelajari bersama.
3. Tanggung
jawab individual
Tanggung jawab individual dalam belajar kelompok dapat berupa
tanggung
jawab siswa dalam hal (a) membantu siswa yang membutuhkan bantuan dan (b)
siswa tidak dapat hanya sekedar “membonceng” pada hasil kerja teman
jawab siswa dalam hal
(a) membantu siswa yang membutuhkan bantuan dan (b) siswa tidak dapat hanya
sekedar “membonceng” pada hasil kerja teman sekelompoknya.
4. Keterampilan
interpersonal dan kelompok kecil
Dalam belajar kooperatif, selain dituntut
untuk mempelajari materi yang diberikan seorang siswa dituntut untuk belajar
bagaimana berinteraksi dengan siswa lain dalam kelompoknya. Bagaimana siswa
bersikap sebagai anggota kelompok dan menyampaikan ide dalam kelompok akan
menuntut keterampilan khusus.
5. Proses
kelompok
Belajar kooperatif tidak akan berlangsung
tanpa proses kelompok. Proses kelompok terjadi jika anggota kelompok
mendiskusikan bagaimana mereka akan mencapai tujuan dengan baik dan membuat
hubungan kerja yang baik.
Konsep utama dari
belajar kooperatif menurut Slavin (1995: 5) adalah sebagai berikut.
1.
Penghargaan kelompok, yang akan diberikan jika kelompok mencapai kriteria
yang ditentukan.
2.
Tanggung jawab individual, bermakna bahwa suksesnya kelompok tergantung
pada belajar individual semua anggota kelompok. Tanggung jawab ini terfokus
dalam usaha untuk membantu yang lain dan memastikan setiap anggota kelompok
telah siap menghadapi evaluasi tanpa bantuan yang lain.
3.
Kesempatan yang sama untuk sukses, bermakna bahwa siswa telah membantu
kelompok dengan cara meningkatkan belajar mereka sendiri. Hal ini
memastikan bahwa siswa berkemampuan
tinggi, sedang dan rendah sama-sama tertantang untuk melakukan yang terbaik dan
bahwa kontribusi semua anggota kelompok sangat bernilai.
Menurut Ibrahim dkk
(2000: 16-17) menyatakan bahwa belajar kooperatif dapat mengembangkan tingkah
laku kooperatif dan hubungan yang lebih baik antar siswa, dan dapat
mengembangkan kemampuan akademis siswa. Siswa belajar lebih banyak dari teman
mereka dalam belajar kooperatif dari pada dari guru. Ratumanan (2002:42)
menyatakan bahwa interaksi yang terjadi dalam belajar kooperatif dapat memacu
terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa. Menurut
Kardi & Nur (2000: 15) belajar kooperatif sangat efektif untuk memperbaiki
hubungan antar suku dan etnis dalam kelas multibudaya dan memperbaiki hubungan
antara siswa normal dan siswa penyandang cacat.
Uraian di atas,
mendorong perlunya pelaksanaan belajar kooperatif dalam pembelajaran khususnya
pembelajaran matematika. Pelaksanaan belajar kooperatif sangat diperlukan
karena dengan belajar kooperatif dapat diperoleh bahwa (1) siswa dapat belajar
lebih banyak, (2) siswa lebih menyukai lingkungan persekolahan, (3) siswa lebih menyukai satu sama lain,
(4) siswa mempunyai penghargaan yang lebih besar terhadap diri sendiri, dan (5)
siswa belajar keterampilan sosial secara lebih efektif (Johnson & Johnson,
1994: 30).
Davidson (1991: 53-61)
memberikan sejumlah implikasi positif dalam belajar matematika dengan
menggunakan strategi belajar kooperatif, yaitu sebagai berikut.
1. Kelompok kecil
memberikan dukungan sosial untuk belajar matematika. Kelompok kecil membentuk
suatu forum dimana siswa menanyakan pertanyaan, mendiskusikan pendapat, belajar dari pendapat orang lain,
memberikan kritik yang membangun dan menyimpulkan penemuan mereka dalam bentuk
tulisan.
2. Kelompok kecil menawarkan kesempatan untuk
sukses bagi semua siswa dalam matematika. Interaksi dalam kelompok dirancang
untuk semua anggota mempelajari konsep dan strategi pemecahan masalah.
3. Masalah matematika
idealnya cocok untuk diskusi kelompok, sebab memiliki solusi yang dapat didemonstrasikan
secara objektif. Seorang siswa dapat mempengaruhi siswa lain dengan argumentasi
yang logis.
4. Siswa dalam kelompok
dapat membantu siswa lain untuk menguasai masalah-masalah dasar dan prosedur
perhitungan yang perlu dalam konteks permainan, teka-teki, atau pembahasan
masalah-masalah yang bermanfaat.
5. Ruang lingkup
matematika dipenuhi oleh ide-ide menarik dan menantang yang bermanfaat bila
didiskusikan.
Belajar kooperatif dapat berbeda dalam banyak
cara, tetapi dapat dikategorikan sesuai dengan sifat berikut (1) tujuan
kelompok, (2) tanggung jawab individual, (3) kesempatan yang sama untuk sukses,
(4) kompetisi kelompok, (5) spesialisasi tugas, dan (6) adaptasi untuk
kebutuhan individu (Slavin, 1995: 12-13). Terdapat berbagai pembelajaran kooperatif
di antaranya adalah STAD, Jigsaw dan
Group Investigasi (Eggen & Kauchak, 1996: 277).
1. Students Teams Achievement Divisions (STAD)
STAD dikembangkan oleh Robert Slavin
dan koleganya di Universitas John Hopkin (Ibrahim dkk, 2000:20; Ratumanan,
2002: 113). Dalam STAD, siswa dibentuk dalam kelompok belajar yang terdiri dari
4 atau 5 orang dari berbagai kemampuan, gender dan etnis. Dalam praktiknya,
guru menyajikan pelajaran dan kemudian siswa bekerja dalam kelompok untuk memastikan bahwa semua anggota kelompok
telah menguasai materi. Selanjutnya, siswa menghadapi tes individual. STAD
mempunyai 4 komponen, yaitu (1) presentasi kelas, (2) kerja kelompok, (3) kuis atau tes, dan (4) penilaian
kelompok (Slavin, 1995: 71).
2. Jigsaw
Jigsaw dikembangkan
pertama kali oleh Elliot Aronson dan koleganya di Universitas Texas (Ibrahim
dkk., 2000: 21 dan Ratumanan, 2002: 120). Dalam belajar kooperatif tipe jigsaw,
siswa bekerja dalam kelompok seperti pada STAD. Siswa diberi materi untuk
dipelajari. Masing-masing anggota kelompok secara acak ditugaskan untuk menjadi
“ahli (expert)” pada suatu aspek tertentu dari materi. Setelah membaca
dan mempelajari materi, “ahli” dari kelompok berbeda berkumpul untuk
mendiskusikan topik mereka dan kemudian kembali ke kelompok semula untuk
mengajarkan topik yang mereka kuasai kepada teman sekelompoknya. Terakhir
diberikan tes atau assesmen yang lain pada semua topik yang diberikan.
3. Group Investigasi
Group Investigasi
dikembangkan oleh Shlomo & Yael Sharon di Univesitas Tel Aviv (Slavin,
1995: 11). Group Investigasi adalah strategi belajar kooperatif yang
menempatkan siswa ke dalam kelompok untuk melakukan investigasi terhadap suatu
topik. Seperti pada strategi belajar kooperatif lainnya, Group Investigasi
menggunakan atau memanfaatkan bantuan dan kerja sama siswa sebagai alat dasar
belajar. Satu hal yang berbeda bahwa Group Investigasi mempunyai fokus
utama untuk melakukan investigasi
terhadap suatu objek atau topik khusus (Eggen & Kauchak, 1996: 304).
Berdasarkan kesamaan dan
perbedaan masing-masing tipe pada pembelajaran kooperatif terlihat bahwa tipe
STAD yang mudah dilaksanakan karena tipe ini masih dekat dengan pembelajaran
konvensional yaitu pada awal kegiatan guru masih menjelaskan materi dengan
ceramah. Sesuai dengan materi pelajaran yang dipilih dilihat dari tujuan pembelajaran bahwa siswa
mampu menemukan kembali teorema Pythagors
dan dapat menggunakan teorema pythagoras dalam kehidupan sehari-hari,
maka pembelajaran yang cocok dalam penelitian ini adalah pembelajaran
kooperatif tipe STAD.
C. Pembelajaran kooperatif tipe STAD
STAD merupakan salah satu
tipe dalam pembelajaran kooperatif yang
paling sederhana dan merupakan sebuah pendekatan yang cocok untuk guru yang
baru mulai menggunakan pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran
kooperatif tipe STAD terdiri dari empat komponen utama yaitu presentasi kelas,
kerja kelompok, kuis (tes), dan penilaian kelompok.
Masing-masing komponen akan diuraikan sebagai berikut.
1. Presentasi kelas
Dalam STAD materi diawali
dengan pengenalan. Pengenalan tersebut dengan menggunakan pengajaran langsung (direct
instruction) atau ceramah yang mendukung, dilakukan oleh guru dalam
presentasi kelas. Pada saat presentasi kelas siswa harus benar-benar
memperhatikan, karena ini dapat membantu mereka mengerjakan kuis dengan
baik hasil kuis yang baik menentukan
nilai kelompok.
2. Kerja
kelompok
Anggota kelompok terdiri dari 4-5 orang siswa yang heterogen baik
dalam kemampuan, jenis kelamin dan ras atau etnik. Dalam membentuk kelompok
menurut (Slavin; 1995: 74-75) kemampuan mengikuti aturan-aturan sebagai
berikut.
a. Membuat
urutan peringkat dalam kelas.
b. Setelah
diurutkan menurut peringkat, siswa dibagi menjadi 3 kategori, yaitu kategori
I siswa dengan kemampuan tinggi
merupakan 25% bagian dari seluruh siswa dalam kelas. Kategori II siswa dengan
kemampuan sedang merupakan 50% bagian dari seluruh siswa dalam kelas. Kategori
III siswa dengan kemampuan rendah merupakan 25% bagian dari seluruh siswa dalam
kelas.
c. Membagi
anggota untuk tiap kelompok dengan memperhatikan kategori I,II, dan III secara
merata.
Fungsi utama kelompok
adalah memastikan bahwa setiap siswa belajar, dan lebih khusus adalah
mempersiapkan anggota kelompok agar dapat menjawab kuis dengan baik. Termasuk
belajar dalam kelompok adalah mendiskusikan masalah, membandingkan jawaban dan
meluruskan jika ada anggota kelompok yang mengalami kesalahan konsep.
3. Kuis
Setelah
beberapa periode presentasi kelas dan
kerja kelompok, siswa mengerjakan kuis untuk mengetahui perkembangan
individual. Pada saat kuis ini siswa tidak diperkenalkan saling bantu. Dengan
demikian diharapkan dapat menggambarkan pengetahuan siswa secara individual.
4. Penilaian
Kelompok
Penilaian kelompok berdasarkan skor peningkatan individu,
sedangkan skor peningkatan tidak didasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi
berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor sebelumnya.
Setiap siswa dapat memberikan kontribusi poin maksimum pada kelompoknya dalam
sistem skor kelompok. Siswa memperoleh skor untuk kelompoknya
didasarkan pada skor kuis mereka melampaui skor dasar mereka. Perhitungan skor
peningkatan, dan kriteria penghargaan kelompok menggunakan kriteria
berikut.
Tabel
2.1 Perhitungan Nilai Peningkatan
Skor
Tes Akhir
|
Nilai Peningkatan
|
10
hinggga 1 poin dibawah skor awal
Skor
awal hingga 10 poin diatas skor awal
Lebih
dari 10 poin diatas skor awal
Nilai
sempurna
|
0
10
20
30
30
|
Kelompok kooperatif dapat memperoleh
penghargaan atau hadiah jika rata-rata skor memenuhi kriteria pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Tingkat Penghargaan
Kelompok
Nilai rata-rata
kelopok
|
Penghargaan
|
5 < x < 15
15 < x < 25
25 < x < 30
|
Baik
Hebat
Super
|
Arends (1989: 408) syntax of cooperative learning.
There are six major phases or steps in the cooprative learning model. Ada
enam fase utama dalam pembelajaran
kooperatif tipe STAD. Fase tersebut terdiri dari (1) pelajaran dimulai dengan
guru menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa agar mereka siap untuk
belajar, (2) menginformasikan bahan/materi yang akan dipelajari melalui buku
pengangan siswa atau buku siswa, (3) mengelompokkan siswa kedalam kelompok
belajar sesuai dengan kriteria pengelompokkan, (4) membimbing siswa /kelompok
pada saat mereka mengalami kesulitan pada saat menyelesaikan tugas, (5) salah
satu anggota kelompok mempresentasikan hasil kelompok mereka untuk dievaluasi
dan kuis, (6) pada bagian akhir pelajaran diberikan penghargaan terhadap
usaha-usaha kelompok atau individu. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.3
Tabel 2.3
Fase-fase Pembelajaran Kooperatif tipe
STAD
Fase
|
Tingkah laku Guru
|
Fase-1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Fase-2
Menyajikan informasi
Fase-3
Mengorganisasikan siswa ke dalam
kelompok-kelompok belajar
Fase-4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Fase-5
Evaluasi.
Fase- 6
Memberikan penghargaan
|
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran
yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
Guru menyajikan informasi kepada siswa
dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar
melakukan transisi secara efisien.
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar
pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang
materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan
hasil kerjanya.
Guru mencari cara-cara untuk menghargai
baik upaya maupun hasil belajar individu
dan kelompok.
|
Ibrahim, dkk. (2000: 10)
Perbedaan pembelajaran kooperatif
tipe STAD dengan pembelajaran tradisional atau konvensional dapat dilihat pada
tabel 2.4
Tabel 2.4 Perbedaan Pembelajaran
Kooperatif dengan konvensional
Fase
|
Tingkah
laku Guru
pembelajaran
kooperatif
|
Tingkah
laku Guru
konvensional
|
1
2
3
4
5
6
|
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran
yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
Guru menyajikan informasi kepada siswa
dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar
melakukan transisi secara efisien.
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar
pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang
materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan
hasil kerjanya.
Guru mencari cara-cara untuk menghargai
baik upaya maupun hasil belajar individu
dan kelompok.
|
Menyampaikan materi yang akan dipelajari
Menyampaikan informasi secara lisan
Tidak menjelaskan pada siswa bagaimana
berkelompok.
Terlalu banyak membimbing siswa
kadang-kadang memberikan jawaban soal
Evaluasi bersifat individual
Tidak ada penghargaan
|
0 Response to "PENGERTIAN PEMBELAJARAN KOPERATIF"
Post a Comment