Manusia sebagai animal educandum
Friday, 25 March 2016
Add Comment
Manusia sebagai animal educandum
A. Pendidikan Hanya Untuk Manusia
Manusia
sebagai animal educandum, secara
bahasa berarti bahwa manusia merupakan hewan yang dapat dididik dan harus
mendapatkan pendidikan. Dari pengertian tersebut secara tidak langsung
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara manusia dengan hewan, ialah bahwa
manusia dapat dididik dan mendapatkan pendidikan.
Manusia tidak dapat disamakan dengan hewan.
Manusia dilahirkan sebagai mahluk yang tidak berdaya, yang tidak memiliki
insting untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Namun, manusia
dapat dididik dalam suatu proses belajar yang membutuhkan waktu lama untuk
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, atau yang dikenal dengan
pendidikan.
Hal inilah yang membedakan antara manusia
dengan hewan, pada umumnya hewan tidak dapat dididik melainkan hanya dilatih
melalui pemberian tekanan-tekanan, artinya latihan untuk mengerjakan sesuatu
yang sifatnya statis/tidak berubah.
Pada dasarnya terdapat dua alasan dasar
mengapa manusia itu harus dididik/mendidik. Alasan pertama adalah dasar
biologis dan alasan kedua adalah dasar sosio-antropologis. Dasar biologis
mengemukakan bahwa manusia lahir dengan kondisi yang tidak dilengkapi dengan
insting sempurna untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, manusia perlu
masa belajar yang panjang sebagai persiapan bersaing dalam lingkungan, serta
pendidikan itu dimulai ketika manusia sudah mencapai penyesuaian jasmani.
Dasar biologis ini memberikan implikasi manusia
memerlukan bantuan manusia dewasa untuk memberikan perlindungan dan perawatan
sebagai masa persiapan pendidikan, serta manusia dewasa yang tidak berhasil
dididik perlu melakukan reedukasi. Dasar sosio-antropologis mengemukakan bahwa
peradaban tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan dimiliki oleh setiap
anggota masyarakat. Dasar ini memberikan implikasi terhadapa keharusan dalam
pendidikan, yaitu diperlukan transformasi dari organisme biologis ke organisme
berbudaya, diperlukan juga transmisi dan internalisasi budaya.
Selanjutnya, juga terdapat dua alasan dasar
mengapa manusia itu dapat dididik/mendidik. Menurut dasar biologis anak
dilahirkan tidak berdaya tetapi mempunyai potensi untuk berubah, dasar inilah
yang memberikan implikasi dalam pendidikan untuk dapat mendidik anak.
Dasar psiko-sosio-antropologis mengemukakan
bahwa keragaman dan kelebihan individu memberikan implikasi terhadap
pendidikan, dimana terdapat saling pengauh-mempengaruhi dalam mendidik. Manusia
yang memiliki kelebihan dapat memberi bantuan kepada manusia lainnya yang
membutuhkan.
Melalui pendidikan manusia dapat
mengembangkan dirinya untuk menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungannya.
Pendidikan mengenalkan manusia pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan kata
lain, melalui pendidikan manusia dapat mengoptimalkan potensi yang ada dalam
dirinya.
Hakikat pendidikan bukan terletak pada
perbaikan keterampilan seperti pada hewan, melainkan kita mendidik anak
sehingga kepribadiannya merupakan integritas, merupakan kesatuan jasmani rohani,
dan dapat berperilaku yang bertanggung jawab. Kemampuan bertanggungjawab
memerlukan kemampuan memilih nilai-nilai, khususnya nilai kesusilaan, nilai
religi, sehingga dapat berbuah kebaikan.
1. Mengapa Manusia Harus
Dididik
Bahwa
manusia dilahirkan dalam keadaan tidak
berdaya serta tidak dilengkapi dengan insting yang sempurna untuk
menyesuaikan diri dalam menghadapi lingkungan, perlu masa belajar yang panjang
dan awal pendidikan terjadi setelah anak manusia mencapai penyesuaian jasmani.
Implikasinya anak manusia harus menerima bantuan, perlindungan dan perawatan,
dan diperlukan pendidikan kembali atau reedukasi.
Berdasarkan pada aspek Sosio Antropologis, bahwa peradaban tidak terjadi dengan sendirinya dan
masyarakat menginginkan kehidupan yang berada.Implikasinya pendidikan
memerlukan personalisasi peranan sosial budaya dalam rangka transmisi budaya,
internalisasi budaya untuk transformasi dari organisme biologis ke organisme
yang berbudaya.
Menurut
keyakinan kita, sejarah pembentukan masyarakat dimulai dari keluarga adam dan
hawa sebagai unit terkecil dari masyarakat dimuka bumi ini. Dalam keluarga
tersebut telah dimulai proses kependidikan umat manusia, meskipun dalam ruangh
lingkup terbatas sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Dasar minimal usaha
mempertahankan hidup manusia terletak pada tiga orientasi hubungan manusia,
yaitu
a.
Hubungan manusia dengan
Tuhan YME
b. Hubungan manusia dengan
sesama manusia.
c.
Hubungan manusia dengan
alam sekitar.
Dari prinsip hubungan inilah, kemudian
manusia mengembangkan proses pertumbuhan kebudayaan, proses inilah yang
mendorong manusia ke arah kemajuan hidup sejalan dengan tuntutan zaman. Untuk
sampai kepada kebutuhan tersebut, diperlukan satu pendidikan yang dapat
mengembangkan kehidupan manusia dalam dimensi daya cipta, rasa dan karsa
masyarakat beserta anggota anggotanmya. Ketiga daya tersebut, kakan menjadi
motivasi bagi manusia untuk saling berpacu, sehingga keberadaannya pendidikan
akan menjadi semakin penting, bahkan pendidikan merupakan kunci utama kemajuan
hidup umat manusia dalam segala aspek.
Pandangan Pendidikan Tentang Manusia sebagai Animal Educandum ialah pandangan
Pendidikan tentang Hakekat manusia sebagai makhluk yang secara biologis fisik
atau jasmaniah tidak jauh beda dengan hewan, tetapi dapat membedakan dirinya
dengan hewan dengan melakukan usaha yang bersifat pendidikan. Berdasarkan
pandangan tersebut, manusia akan berasumsi pada ketentuan ketentuan berikut
yaitu Keharusan Pendidikan : Mengapa
Manusia Harus Di Didik / Mendidik ?
Manusia adalah subjek pendidikan dan
sekaligus pula sebagai objek pendidikan, subagai subjek pendidikan manusia
(khususnya manusi dewasa) bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pendidikan
secara moral berkewajiban atas perkembangan pribadi anak anak mereka, generasi
penerus, manusia dewasa yang berfungsi sebagai pendidik bertanggung jawab untk
melaksanakan misi pendidikan sesuai dengan tujuan dan nilai nilai yang
dikehendaki manusia dimana pendidikan berlangsung. Sebagai objek pendidikan,
manusia (khususnya anak) merupakan sasaran pembinaan dalam melaksanakan
pendidikan, yang pada hakekatnya ia memilki pribadi yang sama seperti manusia
dewasa, namun Karena kodratnya belum berkembang (Sadullah, 2001: 80).
Proses pendidikan merupakan interaksi
pluralistis antara manusia dengan manusia, dengan lingkungan alamiah, social
dan cultural akan sangat ditentukan oleh aspek manusianya. Kedudukan manusi
sebagai subjek dalam masyarakat dan di alam semesta ini memiliki tanggung jawab
besar dalam mengemban amanat untuk membina dan mengembangkan manusia sesamanya.
Memelihara lingkungan hidup bersama lebih jauh manuis bertanggung jawab atas
martabat kemanusiaanya. Ada beberapa alasan yang menjadi dasar mengapa manusia
harus dididik dan memperoleh pendidikan, yaitu :
a.
Manusia dilahirkan dalam
kedaan tidak berdaya, manusia begitu lahir ke dunia perlu mendapatkan uluran
orang lain untuk dapat melangsungkan hidup dan kehidupanya.
b. Manusia lahir tidak
langsung dewasa, untuk sampai pada kedewasaan yang merupakan tujuan pendidikan
dalam arti khusus memerlukan waktu lama. Pada manusia primitif mungkin proses
pencapaian kedewasaaan tersebut akan lebih pendek dibandingkan dengan manusia
modern dewasa ini, pada manuisia primitif cukup dengan mencapai kedewasaan
secara konvensional, dimana apabila seseorang sudah memiliki ketrampilan untuk
hidup khususnya untuk hidup berkeluarga, seperti dapat berburu, dapat bercocok
tanam, mengenal norma norma, atau norma norma hidup bermasyarakat, sudah dapat
dikatakan dewasa, dilihat dari segi usia misalnya, usia 12-15 tahun pada
masyarakat primitif sudah melangsungkan hidup berkeluarga, pada masyarakat
modern tuntutan kedewasaan lebih komplek, sesuai dengan makin kompleknya ilmu
pengetahuan dan teknologi, dan juga makin kompleknya system nilai.
c.
Manusia pada hakekatnya
adalah makhluk social, ia tidak akan berprilaku manusia seandainya tidak hidup
bersama dengan manusia lainnya. Lain halnya dengan hewan, dimanapun hewan
dibesarkan akan tetap memiliki perilaku hewan, seekor kucing yang dibesarkan
dalam lingkungan anjing akan tetap berprilaku kucing, tidak akan berperilaku
anjing. Karena setiap jenis hewan sudah dilengkapi dengan insting tertentu yang
pasti dan seragam, yang berbeda antara jenis hewan yang satu dengan yang
lainnya.
Dari asumsi-asumsi tersebut diatas , maka
dapat diketahui bahwa manusia merupakan makhluk yang harus dididik dan
mendidik. Pendidikan akan dapat membantu manusia untuk merealisasikan dirinya,
memanusiakan manusia. Pendidikan akan berusaha membantu manusia untuk
menyingkapkan dan menemui rahasia alam, mengembangkan fitrah manusia yang
merupakan potensi untuk berkembang, mengarahkan kecenderungan dan membimbingnya
demi kebaikan dirinya dan masyarakat. Pada akhirnya dengan pertolongan dan
bimbingan tadi, manusia akan menjadi manusia yang sebenarnya, manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Manusia sebagai Makhluk
yang Dapat Dididik
Memperhatikan
situasi manusia seperti itu, muncul pertanyaan pada kita tentang apa sebenarnya
manusia itu. Langeveld ( Sadulloh,
2010) merumuskan manusia sebagai “animal
educandum”, manusia yang perlu dididik, agar ia dapat melaksanakan
kehidupannya sebagai manusia, agar ia dapat melaksanakan tugas hidupnya secara
mandiri. Secara implisit, rumusan ini mencakup pula pandangan bahwa manusia itu
adalah “hewan” yang dididik.
Pendidikan
diartikan sebagai suatu kegiatan, kegiatan yang khas, kegiatan yang istimewa.
Keistimewaannya terletak diantaranya dalam hal, bahwa yang menjadi obyek
kegiatannya adalah tidak begitu saja “menerima” apa yang dididikkan kepadanya;
suatu kegiatan yang keberhasilannya tercapai tidak semata-mata karena kegiatan
itu sendiri, melainkan dengan kerjasama antara pendidik dengan obyek yang
dididik. Mungkin timbul pertanyaan bagaimana pendidikan dapat berlangsung,
bagaimana anak dapat dididik,dan bagaiamana arah pendidikan itu sendiri.
Dalam menentukan batas batas pendidikan
manusia akan mengalami persoalan, mereka akan menemui beberapa
pertanyaan tentang kapan pendidikan dimulai dan bila mana pendidikan akan
berakhir. Pernah kita temukan satu istilah dalam bahasa inggris yang menyataka
“Long live education” yang artinya “pendidikan seumur hidup”
Dari pernyataan pernyatan tersebut tergambarkan jelas bahwa pendidikan akan dimulai segera setelah anak lahir dan akan berlangsung terus sampai manusia meninggal dunia, sepanjang ia mampu menerima pengaruh pengaruh, oleh karena itu pendidikan akan berlangsung seumur hidup.
Dari pernyataan pernyatan tersebut tergambarkan jelas bahwa pendidikan akan dimulai segera setelah anak lahir dan akan berlangsung terus sampai manusia meninggal dunia, sepanjang ia mampu menerima pengaruh pengaruh, oleh karena itu pendidikan akan berlangsung seumur hidup.
Namun dalam mengalami proses pendidikan
menusia akan mendapatkan pendidikan dimana akan terdapat pembatasan nyata dari
proses pendidikan dalam jangka waktu tertentu (Daradjat, 2000:48 ).
a.
Kapan pendidikan itu dimulai ?
Pendidikan dimulai dengan pemeliharaan yang
merupakan persiapan ke arah pendidikan nyata, yaitu pada minggu dan bulan
pertama seorang anak dilahirkan, sedangkan pendidikan yang sesungguhnya baru
terjadi kemudian. Pendidikan dalam bentuk pemeliharaan adalah bersifat murni,
sebab pada pendidikan murni diperlukan adanya kesadaran mental dari si terdidik.
Dari segi psikologis usia 3 – 4 tahun dikenal sebagai masa berkembang, atau
masa krisis, dari segi pendidikan justru pada masa itu terbuka peluang
ketidakpatuhan yang sekaligus merupkan landasan untuk menegakkan kepatuhan yang
sesungguhnya. Disini pulalah mulai terbuka penyelenggaraan pendidikan artinya
sentuhan sentuhan pendidikan untuk menumbuhkembangkan motivasi anak dalam
perilakunya ke arah tujuan pendidikan.
b. Bilamana pendidikan itu
berakhir ?
Sebagaimana sulitnya menetapkan kapan
sesungguhnya pendidikan anak berlangsung untuk pertama kalinya, begitu pulalah
sulitnya menentuka kapan pendidikan itu berlangsung untuk terakhir kalinya. Sehubungan
dengan itu, perlu suatu kehati hatian kalau juga ingin mengatakan bahwa
sepanjang tatanan yang berlaku, proses pendidikan itu mempunyai titik akhir
yang bersifat alamiah. Titik akhir bersifat prinsipel dan tercapai bila
seseorang manusia muda itu dapat berdiri sendiri dan secara mantap
mengembangkan serta melaksanakan rencana sesuai pandanagan hidupnya.pada
kondisi yang disebutkan di atas pendidikan sudah tidak menjadi masalah lagi, ia
telah dapat mendidik dirinya sendiri, tetapi tidaklah dapat disangkal bahwa
mungkin juga diperlukan untuk tetap menerima ajaran dalam bidang bidang
tertentu dalam memajukan kehidupanya, bantuan pendidikan yang demikian itu
disebut pembentukan manusia dewasa”.
Inti dari kegiatan pendidikan adalah
pemberian bantuan kepada anak dalam rangka mencapai kedewasaannya. Pemberian
bantuan itu mengimplikasikan :
a. Bahwa yang dibantu
adalah seseorang yang memiliki aktivitas. Aktivitas yang direalisasikannya,
hendaknya tidak bertentangan dengan proses dan arah kegiatan yang bersangkutan.
Jadi aktivitas dan kreativitas anak didik yang sejalan dengan proses dan arah
pendidikan denan kata lain kerjasama antara pendidik dan anak didik dimana
pendidik memperkuat kedudukan anak manusia sebagai makhluk yang dapat dididik.
b.
Pencapaian kemandirian
harus dimulai dengan menerima realita tentang ketergantungan anak mencakup
kemampuan untuk beridentifikasi, bekerja sama dan meniru pendidiknya.
c.
Tidak semua orang mampu
melaksanakan kehidupan sebagai orang dewasa yang berarti terdapat peralihan
dari status bayi, aanak, sampai deawa itu tidak berlangsung dengan sendirinya.
Artinya manusia mendapat pengaruh-pengaru dari luar.
d.
Manusia adalah makhluk
yang dapat dididik berdasar pada empat pandangan dasar antropologis yaitu :
1) Prinsip Individualitas
2) Prinsip Sosialitas
3)
Prinsip Moralitas
4)
Prinsip Uniksitas
B. Anak Manusia dalam Kondisi Perlu
Bantuan
Anak manusia
untuk bisa menjadi manusia yang mandiri, membutuhkan suatu proses yang lama dan
tidak akan dengan sendirinya tanpa bantuan orang lain untuk mencapainya. Karena
itu anak manusia memerlukan bantuan orang lain yang berada disekitarnya.
Dirumah ia membutuhkan kasih sayang kedua orang tuanya, diluar rumah ia akan
bergaul dengan teman sebayanya, yang pasti akan saling mengisi berbagai
pengalamannya.
Apabila sang
anak sudah bersekolah, ia akan sangat membutuhkan bantuan pendidiknya, yaittu
gurunya yang melakukan tugasnya secaara profesional, dan tanggung jawab yang
sangat dalam. Guru di sekolah merupakan pihak yang mewakili para orang tua
anak.
Manusia pada
saat lahir tidak langsung dapat mengembangkan kemanusiaannya, karena
ketidakberdayaan dan kelemahannya yang ia miliki secara kodrati memerlukan
uluran pihak luar untuk membantunya. Namun secara kodrati pula anak dilahirkan
dengan potensi untuk berkembang menuju kemandirian. Potensi inilah yaang perlu
dipahami oleh pihak luar khususnya orang tua sehingga potensi tersebut dapat
berkembang secara optimal.
1. Manusia Lahir Tidak Berdaya
a.
Manusia Memiliki Kelebihan
Manusia seringkali
dibandingkan dengan hewan, pada umumnya dalam membandingkan itu ditunjukkan
dari kelebihan martabat dan kehidupan manusia diatas hewan. Kehidupan manusia
dewasa ini ssungguh luar biasa pesatnya, sehingga jarak antara kehidupan hewan
dengan kehidupan manusiawi rasanya bukan untuk dibandingkan.
b.
Manusia Belum Dapat Menolong Dirinya Sendiri
Manusia dilahirkan dalam
keadaan belum dapat menolong dirinya sendiri, juga dalam hal-hal yaang sangat
penting bagi kelangsungan hidupnya. Dengan kata lain “manusia berada dalam
keadaaan perlu bantuan”, dan bantuan harus datang dari pihak lain. Tanpa
bantuan dari pihak lain, manusia tidak mungkin melangsungkan hidupnya. Bantuan
tersebut tidak saja bagi kehidupan fisiknya, namun juga bagi kehidupan
psikisnya dan kehidupan sosialnya.
c.
Manusia Dilahirkan dalam Lingkungan Manusiawi
Manusia dilahirkan dalam
lingkungan manusiawi yang bertanggung jawab, yang berperasaan, bermoral, dan
yaang sosial. Keadaan anak manusia yang perlu bantuan itu menggugah dan
mengundang kasih sayang bagi orang dewasa khususnya kepada orang dewasa khususnya orang tuanya.
Ketergantungan anak diimbangi dengan kesediaan orang tua, guru untuk
membimbingnya. Proses saling mengisi dan saling mengimbangi ini tidak dirasakan
sebagai suatu yang sulit dan rumit, melainkan justru dirasakan merupakan suatu
karunia yang megikat dan memperdalam hubungan kedua pihak.
2. Dunia Manusia sebagai Dunia Terbuka
a.
Manusia Belum Siap Menghadapi Kehidupan
Anak manusia dilahirkan
dalam keadaan belum siap menghadapi kehidupan. Karena belum siap dan belum
terspesialisasi itu, ia harus mempersiapkan diri dan mendapatkan suatu cara
yang khas bagi dia dalam melaksanakan kehidupan dan tugas hidupnya itu. Manusia
harus menentukan cara dan corak, arak dan tujuan hidupnya, bahkan makna hidup
baginya yang tidak disdorkan alam secara ready
to wear.
b.
Manusia Mampu Menggunakan Alat
Melalui anggota tubuhnya
manusia menemukan kemungkinan dan kemampuannya untuk menggunakan alat.
Kemampuan ini membuka corak dan dimensi yang secara prinsipil berlainan dengan
hewan. Dalam hal ini semua tersirat dengan adanya :
1)
Inisiatif dan daya kreasi manusia
2)
Kemampuan manusia untuk merealisasikan dirinya
3)
Kesadaran manusia akan lingkungan
4)
Keterarahan hidup manusia kepada lingkungan
5)
Kesadaran manusia akan tugasnya dalam lingkungan hidupnya
c.
Manusia sebagai Makhluk yang Perlu Dididik
Dengan menggunakan
peristilahan dari Bloom, masalah nilai-nilai kemanusiaan tidak hanya bergerak
di bidang kognitif dan psikomotor, akan tetapi juga dalam perealisasiannya
dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab harus sampai menjangkau bidang
afektif, atau kalau digunakan peristilahan dengan “pengajaran” saja belum cukup
untuk mrmbut seseorang bertindak susila. Untuk itu perlu “pendidikan” yang
diartikan mencakup keseluruhan pribadi manusia, mencakup pengetahuan, nilai,
keterampilan, emosi, dan spritual.
C. Faktor- Faktor yang
Mempengaruhi Perkembangan Manusia dan Aliran-Aliran Pendidikan
1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Manusia
Anak manusia sejak
dilahirkan berkembang terus sampai mati. Perkembangan anak manusia itu meliputi
perkembangan fisik dan rohani. Perkembangan berlangsung secara teratur dan
terarah menuju kedewasaannya. Tugas pendidikan membimbing anak agar
perkembangannya berlangsung secara wajar dan normal. Adapun beberapa faktor
yang mempengaruhi perkembangan anak, adalah :
a.
Faktor Hereditas
Anak memiliki warisan
sifat-sifat bawaan yang berasal dari kedua orang tuanya, merupakan potensi
tertentu sudah terbentuk dan sukar diubah. Menurut H.C. Wittherington hereditas
adalah proses penurunan sifat-sifat tertentu dari suatu generasi ke generasi
lain dengan perantaraan sel benih. Pada dasarnya yang diturunkan itu adalah
struktur tubuh. Beberapa ciri atau sifat orang tua yang kemungkinan dapat
diturunkan, misalnya warna kulit, intelegensi, bentuk fisik seperti bentuk
mata, hidung,suara berhubungan dengan struktur selaput suara dan lain
sebagainya.
b.
Faktor Lingkungan
Lingkungan di sekitar
manusia dapat digolongkan kepada dua jenis lingkungan yaitu lingkungan abiotik
dan lingkungan biotik. Lingkungan abiotik adalah lingkungan makhluk tidak
bernyawa seperti batu, air, dan hujan, tanah, musim yang disebabkan iklim karena
peredaran matahari, dan sebagainya. lingkungan biotik adalah lingkungan mahluk
hidup yang bernyawa terdiri dari tiga jenis, yaitu ; lingkungan nabati atau
lingkungan tumbuhan, lingkungan hewani, dan lingkungan manusia, yaitu kehidupan
manusia termasuk sosial, budaya dan spiritual.
1) Lingkungan sosial,
mencakup bentuk hubungan , sikap atau tingkah laku antar manusia, dan
hubungannya antar manusia dengan manusia disekitar anak.
2) Lingkungan budaya, dapat
berupa bahasa, karya seni, adat istiadat, ilmu pengetahuan dan norma-norma atau
peraturan – peraturan yang berlaku dalam pergaulan di masyarakat sekitar anak.
3) Lingkungan spiritual,
berupa agama, keyakinan, dan ide-ide yang muncul dalam masyrakat disekitar
anak.
c.
Faktor Diri
Guru harus memahami
faktor diri yang merupakan faktor kejiwaan kehidupan seorang anak.
Faktor-faktor ini dapat berupa perasaan (emosi), dorongan untuk berbuat
(motivasi), intelegensi, sikap, kemampuan berkomunikasi, dan sebagainya. Hal
ini juga akan berpengaruh dalam tindakan anak sehari-hari. Beberapa ciri
perkembangan kejiwaan anak dikemukakan oleh Abu Ahmad ( 2001_ 220-221 ),
sebagai berikut :
1) Ciri
Perkembangan Kejiwaan Anak TK
a) Kemampuan melayani kebutuhan fisik secara sederhana telah mulai berubah.
b)
Mulai mengenal kehidupan sosial dan pola sosial yang berlaku dan
dilakukannya.
c)
Menyadari dirinya berbeda dengan anak yang lainyang mempunyai keinginan dan
perasaan tertentu.
d)
Masih tergantung dari orang lain, dan memerlukan perlindungan orang lain.
e)
Belum dapat membedakan antara yang nyata dan yang khayal.
2). Ciri-ciri Perkembangan Kejiwaan Anak SD
a)
Pertumbuhan fisik dan motorik maju pesat.
b)
Kehidupan sosial diperkaya dengan kemampuan bekerja sama dan bersaing dalam
kehidupan berkelompok.
c)
Mempunyai kemampuan memahami sebab akibat
d)
Dalam kegiatan – kegiatannya belum membedakan jenis kelamin, dan dasar yang
digunakan adalah kemampuan dan pengalaman yang sama.
3). Ciri-ciri Perkembangan kejiwaan Anak SMP
a)
Mulai mampu memahami hal-hal yang abstrak ( khayal)
b)
Mampu bertukar pendapat dengan orang lain
c)
Tumbuh minat memahami diri sendiri dan diri orang lain
d)
Tumbuh pengertian tentang konsep norma dan social
e)
Mampu membuat keputusan sendiri
2. Aliran-Aliran Pendidikan
Aliran- aliran pendidikan adalah pemikiran –
pemikiran yang membawa pembaharuan dalam dunia pendidikan.Pemikiran tersebut
berlangsung seperti suatu diskusi berkepanjangan, yakni pemikiran – pemikiran
orang terdahulu selalu ditanggapi dengan pro dan kontra oleh pemikir
berikutnya.Sehingga timbul pemikiran yang baru, dan demikian seterusnya.
Aliran-aliran yang meliputi aliran-aliran
empirisme, nativisme, naturalisme, dan konvergensi merupakan benang-benang
merah yang menghubungkan pemikiran-pemikiran pendidikan masa lalu, kini, dan
mungkin yang akan datang. Aliran-aliran itu mewakili berbagai variasi pendapat
tentang pendidikan, mulai dari yang pesimis yang memandang bahwa pendidikan
kurang bermanfaat bahkan merusak bakat yang telah dimiliki anak sampai dengan
yang optimis yang memandang bahwa anak seakan-akan tanah liat yang dapat
dibentuk sesuka hati.
Aliran-aliran itu pada umumnya mengemukakan satu faktor
dominan tertentu saja,dan dengan demikian, suatu aliran dalam pendidikan akan
mengajukan gagasan untuk mengoptimalkan faktor tersebut untuk mengembangkan
manusia.
a. Aliran Empirisme
Aliran
empirisme bertolak dari Lockean Tradition
yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan manusia, dan
menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan
pembawaan tidak dipentingkan. Tokoh perintis ini adalah seorang filsuf Inggris
bernama John Locke (1704-1932) yang mengembangkan teori “Tabula Rasa”, yakni
anak lahir di dunia bagaikan kertas putih yang bersih. Menurut pandangan
empirisme pendidik memegang peranan yang sangat penting sebab pendidik dapat
menyediakan lingkungan pendidikan kepada anak dan akan diterima oleh anak
sebagai pengalaman-pengalaman yang
sesuai dengan tujuan pendidikan.
Aliran
empirisme dipandang berat sebelah sebab hanya mementingkan peranan pengalaman
yang diperoleh dari lingkungan. sedangkan kemampuan dasar yang dibawa anak
sejak lahir dianggap tidak menentukan, menurut kenyataan dalam kehidupa
sehari-hari terdapat anak yang berhasil karena berbakat, meskipun lingkungan
sekitarnya tidak mendukung. Penganut aliran ini masih tampak pada pendapat-pendapat
yang memandang manusia sebagai makhluk pasif dan dapat dimanipulasi, umpama
melalui modifikasi tingkah laku.
b. Aliran Nativisme
Aliran
nativisme bertolak dari Leibnitzian
Tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan,
termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak.
Schopenhauer berpendapat bahwa bayi itu lahir sudah dengan pembawaan baik dan
pembawaan buruk. Oleh karena itu, hasil akhir pendidikan ditentukan oleh
pembawaan yang sudah dibawa sejak lahir dan wataknya tidak bisa dipengaruhi
oleh lingkungan. Berdasarkan pandangan ini maka keberhasilan pendidikan
ditentukan oleh anak didik itu sendiri. Istilah nativisme dari asala kata natie yang artinya adalah terlahir.
Terdapat satu pokok pendapat aliran nativisme yang berpengaruh luas yakni bahwa
dalam diri individu terdapat satu inti pribadi yang mendorong manusia untuk
mewujudkan diri, mendorong manusia dalam menentukan pilihan dan kemauan
sendiri, dan yang menempatkan manusia sebagai makhluk aktif yang mempunyai
kemauan bebas.
c. Aliran
Naturalisme
Pandangan
yang ada persamaannya dengan nativisme adalah aliran naturalisme yang
dipelopori oleh seorang filsuf Prancis J.J. Rousseau (1712-1778). Rousseau
berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan mempunya pembawaan buruk.
Aliran ini juga disebut negativisme, karena berpendapat bahwa pendidik wajib
membiarkan pertumbuhan anak pada alam. Jadi dengan kata lain pendidikan tidak
diperlukan. J.J. Rousseau ingin menjauhkan anak dari segala keburukan
masyarakat yang serba dibuat-buat (artificial)
sehingga kebaikan anak-anak yang diperoleh secara alamiyah sejak kelahirannya
itu tampak secara spontan dan bebas. Seperti diketahui, gagasan naturalisme
yang menolak campur tangan pendidikan, sampai saat ini tidak terbukti malahan
terbukti sebaliknya: pendidikan makin lama makin diperlukan.
d. Aliran Konvergensi
Perintis
aliran ini adalah William Stern (1871-1939), seorang ahli pendidikan bangsa
Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia sudah disertai
pembawaan baik maupun pembawaan buruk. penganut aliran ini berpendapat bahwa
dalam proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun lingkungan
sama-sama mempunyai peranan yang sangat penting. Bakat yang dibawa pada waktu
lahir tidak akan berkembang tanpa adanya lingkungan yang sesuai untuk
perkembangan bakat itu. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat
menghasilkan perkembangan anak yang optimal kalau memang pada diri anak tidak
terdapat bakat yang diperlukan untuk mengembangkan itu. William Stern
berpendapat bahwa hasil pendidikan itu tergantung dari pembawaan dan
lingkungan, seakan-akan dua garis yang menuju ke satu titik pertemuan.
DAFTAR PUSTAKA
Kadir Abdul, 2008. Dasar – dasar Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada
Media Group.
Sadulloh,
Uyoh. 2010. Pedagogik ( Ilmu Mendidik ).
Bandung : Alfabeta
Mudyahardjo, Redja. 2001. Pengantar Pendidikan.Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
#Manusia sebagai animal educandum
#alasan manusia sebagai animal educandum
#alasan manusia sebagai animal educandum
0 Response to "Manusia sebagai animal educandum"
Post a Comment