Kebijakan pendidikan
Wednesday, 30 March 2016
Add Comment
KEBIJAKAN PENDIDIKAN
A. Pengertian Kebijakan
Kebijakan (policy) secara etimologi (asal kata) diturunkan dari bahasa Yunani, yaitu “Polis”
yang artinya kota (city). Dalam hal ini, kebijakan berkenaan dengan
gagasan pengaturan organisasi dan merupakan pola formal yang sama-sama diterima
pemerintah/lembaga sehingga dengan hal itu mereka berusaha mengejar tujuannya
(Monahan dalam Syafaruddin, 2008:75).
Abidin (2006:17) menjelaskan kebijakan adalah
keputusan pemerintah yang bersifat umum dan berlaku untuk seluruh anggota
masyarakat. Kebijakan adalah aturan tertulis yang merupakan keputusan formal
organisasi, yang bersifat mengikat, yang mengatur prilaku dengan tujuan untuk
menciptakan tata nilai baru dalam masyarakat. Kebijakan akan menjadi rujukan
utama para anggota organisasi atau anggota masyarakat dalam berprilaku (Dunn,
1999). Kebijakan pada umumnya bersifat problem solving dan proaktif. Berbeda
dengan Hukum (Law) dan Peraturan (Regulation), kebijakan lebih
adaptif dan interpratatif, meskipun kebijakan juga mengatur “apa yang boleh,
dan apa yang tidak boleh”. Kebijakan juga diharapkan dapat bersifat umum tetapi
tanpa menghilangkan ciri lokal yang spesifik. Kebijakan harus memberi peluang
diinterpretasikan sesuai kondisi spesifik yang ada.
Masih banyak kesalahan pemahaman maupun kesalahan
konsepsi tentang kebijakan. Beberapa orang menyebut policy dalam sebutan kebijaksanaan, yang maknanya sangat berbeda
dengan kebijakan. Istilah kebijaksanaan adalah kearifan yang dimiliki oleh
seseorang, sedangkan kebijakan adalah aturan tertulis hasil keputusan formal
organisasi. Contoh kebijakan adalah : (1) Undang-Undang, (2) Peraturan
Pemerintah, (3) Keppres, (4) Kepmen, (5) Perda, (6) Keputusan Bupati, dan (7)
Keputusan Direktur. Setiap kebijakan yang dicontohkan disini adalah bersifat
mengikat dan wajib dilaksanakan oleh objek kebijakan. Contoh ini juga memberi
pengetahuan pada kita bahwa ruang lingkup kebijakan dapat bersifat makro, meso,
dan mikro.
Ali Imron dalam bukunya Analisis Kebijakan Pendidikan
menjelaskan bahwa kebijakan pendidikan adalah salah satu kebijakan Negara.
Carter V Good (1959) memberikan pengertian kebijakan pendidikan (educational
policy) sebagai suatu pertimbangan yang didasarkan atas sistem nilai dan
beberapa penilaian atas faktor-faktor yang bersifat situasional, pertimbangan
tersebut dijadikan sebagai dasar untuk mengopersikan pendidikan yang bersifat
melembaga. Pertimbangan tersebut merupakan perencanaan yang dijadikan sebagai
pedoman untuk mengambil keputusan, agar tujuan yang bersifat melembaga bisa
tercapai. Kebijakan pendidikan sangat erat hubungannya dengan kebijakan yang
ada dalam lingkup kebijakan publik, misalnya kebijakan ekonomi, politik, luar
negeri, keagamaan dan lain-lain. Konsekuensinya kebijakan pendidikan di
Indonesia tidak bisa berdiri sendiri. Ketika ada perubahan kebijakan publik
maka kebijakan pendidikan bisa berubah. Ketika kebijakan politik dalam dan luar
negeri, kebijakan pendidikan biasanya akan mengikuti alur kebijakan yang lebih
luas. Bahkan pergantian menteri dapat pula mengganti kebijakan yang telah mapan
pada jamannya. Bukan hal yang aneh,ganti menteri berganti kebijakan. Masih
ingat dibenak kita ada pelajaran PSPB yang secara prinsipil tidak jauh berbeda
dengan IPS sejarah dan lucunya materi itu pun di pelajari di PMP (sekarang
PKN/PPKN).
B. Fungsi Kebijakan
Faktor yang menentukan perubahan, pengembangan, atau restrukturisasi
organisasi adalah terlaksananya kebijakan organisasi sehingga dapat dirasakan
bahwa kebijakan tersebut benar-benar berfungsi dengan baik. Hakikat kebijakan
ialah berupa keputusan yang substansinya adalah tujuan, prinsip dan
aturan-aturan. Format kebijakan biasanya dicatat dan dituliskan sebagai pedoman
oleh pimpinan, staf, dan personel organisasi, serta interaksinya dengan
lingkungan eksternal.
Kebijakan diperoleh melalui suatu proses pembuatan
kebijakan. Pembuatan kebijakan (policy making) adalah terlihat sebagai
sejumlah proses dari semua bagian dan berhubungan kepada sistem sosial dalam
membuat sasaran sistem. Proses pembuatan keputusan memperhatikan faktor
lingkungan eksternal, input (masukan), proses (transformasi), output
(keluaran), dan feedback (umpan balik) dari lingkungan kepada pembuat
kebijakan.
Sedangkan Pendidikan adalah tanggung
jawab bersama antara orang tua, masyarakat dan pemerintah. Dengan dasar kata –
kata bijak itu, maka perbaikan kualitas pendidikan di Indonesia menjadi beban
bersama orang tua, Masyarakat dan pemerintah. Dalam Undang – undang no 20 tahun
2003 tentang Sistem pendidikam nasional disebutkan beberapa peran yang dapat
dilakukan oleh masyarakat, pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pendidikan.
Berkaitan dengan masalah ini, kebijakan dipandang
sebagai: (1) pedoman untuk bertindak, (2) pembatas prilaku, dan (3) bantuan
bagi pengambil keputusan (Pongtuluran, 1995:7).Berdasarkan penegasan di atas
dapat disimpulkan bahwa kebijakan dibuat untuk menjadi pedoman dalam bertindak,
mengarahkan kegiatan dalam organisasi untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Dengan kata lain, kebijakan merupakan garis umum untuk bertindak
bagi pengambilan keputusan pada semua jenjang organisasi.
C. Arah Kebijakan di Indonesia
Kebijakan pendidikan di Indonesia berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, diarahkan untuk mencapai hal-hal sebagai berikut:
1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan
memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia
menuju terciptanya manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan peningkatan
anggaran pendidikan secara berarti;
2. Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta
meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik
mampu berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan
budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan;
3. Melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk
pembaharuan kurikulum, berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani
keberagaman peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan lokal
sesuai dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara
professional;
4. Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun
luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta
meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan
prasarana memadai;
5. Melakukan pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan
nasional berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen;
6. Meningkatkan
kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun
pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam
menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
7. Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini
mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif
dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang
secara optimal disertai dengan hak dukungan dan lindungan sesuai dengan
potensinya;
8. Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan
ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk teknologi bangsa sendiri dalam dunia
usaha, terutama usaha kecil, menengah, dan koperasi.
Sedangkan Standar komponen dan pengelolahan formal
yang berlaku secara nasional tentang sistem pendidikan di Indonesia. Standar
nasional yang belaku menurut Peraturan PemerintahNo.32 Tahun 2013 meliputi komponen-komponen sebagai berikut :
1. Standar Kompotensi Lulusan
Standar Kompetensi Lulusan yang tercantum pada
Permen Nomor 23 dan 24 tahun 2006 adalah kriteria mengenai kualifikasi
kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
2. Standar Isi yang tercantum pada Permen Nomor
22 dan 24 tahun 2006 adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat
Kompetensi untuk mencapai Kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan
tertentu.
3. Standar Proses yang
tercantum pada Permen Nomor 41 tahun 2007 dan 1 tahun 2008 adalah kriteria
mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai
Standar Kompetensi Lulusan.
4. Standar
Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang tercantum pada Permen Nomor 12,13,dan 16
tahun 2007 dan 24,25,26,27 tahun 2008 adalah kriteria mengenai pendidikan
prajabatan dan kelayakan maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.
5. Standar Sarana
dan Prasarana yang tercantum pada Permen Nomor 24 tahun 2007 dan 33 dan 40
tahun 2008 adalah kriteria mengenai ruang belajar, tempat berolahraga, tempat
beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat
berkreasi dan berekreasi serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk
menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi.
6. Standar
Pengelolaan yang tercantum pada Permen Nomor 19 tahun 200, Nomor 17 tahun 2010
dan Kepmendiknas No.129a/2004 adalah kriteria mengenai perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan,
kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pendidikan.
7. Standar
Pembiayaan yang tercantum pada Permen Nomor 69 tahun 2009 adalah kriteria
mengenai komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku
selama satu tahun.
8. Standar Penilaian Pendidikan yang tercantum
pada Permen Nomor 20 tahun 2007 adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur,
dan instrumen penilaian hasil belajar Peserta Didik.
D. Karakteristik Kebijakan Pendidikan
Guna meningkatkan Kebijakan pendidikan memiliki
karakteristik yang khusus, yakni:
1. Memiliki tujuan
pendidikan.
Kebijakan pendidikan harus memiliki tujuan, namun
lebih khusus, bahwa ia harus memiliki tujuan pendidikan yang jelas dan terarah
untuk memberikan kontribusi pada pendidikan.
2. Memenuhi aspek legal-formal.
Kebijakan pendidikan tentunya akan diberlakukan, maka
perlu adanya pemenuhan atas pra-syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan
pendidikan itu diakui dan secara sah berlaku untuk sebuah wilayah. Maka,
kebijakan pendidikan harus memenuhi syarat konstitusional sesuai dengan
hierarki konstitusi yang berlaku di sebuah wilayah hingga ia dapat dinyatakan
sah dan resmi berlaku di wilayah tersebut. Sehingga, dapat dimunculkan suatu
kebijakan pendidikan yang legitimat.
3. Memiliki konsep
operasional
Kebijakan pendidikan sebagai sebuah panduan yang
bersifat umum, tentunya harus mempunyai manfaat operasional agar dapat
diimplementasikan dan ini adalah sebuah keharusan untuk memperjelas pencapaian
tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Apalagi kebutuhan akan kebijakan
pendidikan adalah fungsi pendukung pengambilan keputusan.
4. Dibuat oleh yang berwenang.
Kebijakan pendidikan itu harus dibuat oleh para ahli
di bidangnya yang memiliki kewenangan untuk itu, sehingga tak sampai
menimbulkan kerusakan pada pendidikan dan lingkungan di luar pendidikan.
Para administrator pendidikan, pengelola lembaga pendidikan dan para politisi
yang berkaitan langsung dengan pendidikan adalah unsur minimal pembuat
kebijakan pendidikan.
5. Dapat dievaluasi
Kebijakan pendidikan itu pun tentunya tak luput dari
keadaan yang sesungguhnya untuk ditindak lanjuti. Jika baik, maka dipertahankan
atau dikembangkan, sedangkan jika mengandung kesalahan, maka harus bisa
diperbaiki. Sehingga, kebijakan pendidikan memiliki karakter dapat memungkinkan
adanya evaluasi secara mudah dan efektif.
6. Memiliki sistematika.
Kebijakan pendidikan tentunya merupakan sebuah sistem
juga, oleh karenanya harus memiliki sistematika yang jelas menyangkut seluruh
aspek yang ingin diatur olehnya. Sistematika itu pun dituntut memiliki
efektifitas, efisiensi dan sustainabilitas yang tinggi agar kebijakan
pendidikan itu tidak bersifat pragmatis, diskriminatif dan rapuh strukturnya
akibat serangkaian faktor yang hilang atau saling berbenturan satu sama
lainnya. Hal ini harus diperhatikan dengan cermat agar pemberlakuannya kelak
tidak menimbulkan kecacatan hukum secara internal. Kemudian, secara eksternal
pun kebijakan pendidikan harus bersepadu dengan kebijakan lainnya; kebijakan
politik; kebijakan moneter; bahkan kebijakan pendidikan di atasnya atau
disamping dan dibawahnya, serta daya saing produk yang berbasis sumber daya
lokal.
E. Implementasi
Kebijakan Pendidikan di Indonesia
Salah satu tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan
bangsa. Pendidikan merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia dan untuk
itu setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan
minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, status ekonomi,
suku, etnis, agama, dan gender. Pendidikan untuk semua menjamin keberpihakan
kepada peserta didik yang memiliki hambatan fisik ataupun mental, hambatan
ekonomi dan sosial ataupun kendala geografis, dengan menyediakan layanan
pendidikan untuk menjangkau mereka yang tidak terjangkau.
Pendidikan nasional bagi negara berkembang seperti
Indonesia merupakan program besar, yang menyajikan tantangan tersendiri. Hal
ini karena jumlah penduduk yang luar biasa dan posisinya tersebar ke berbagai
pulau. Ditambah lagi Indonesia merupakan masyarakat multi-etnis dan sangat
pluralistik, dengan tingkat sosial-ekonomi yang beragam. Hal ini menuntut
adanya sistem pendidikan nasional yang kompleks, sehingga mampu memenuhi
kebutuhan seluruh rakyat.
Sistem pendidikan semacam itu tidak mungkin dipenuhi
tanpa adanya suatu perencanaan pendidikan nasional yang handal. Perencanaan itu
juga bukan perencanaan biasa, tetapi suatu bentuk perencanaan yang mampu
mengatasi perubahan kebutuhan dan tuntutan, yang bisa terjadi karena perubahan
lingkungan global. Globalisasi yang menjangkau seluruh bagian bumi membuat
Inonesia tidak bisa terisolasi. Perkembangan teknologi telekomunikasi dan
informasi, membuat segala hal yang terjadi di dunia internasional berpengaruh
juga berpengaruh ke Indonesia.
Dalam mengimplementasikan desentralisasi di bidang
pendidikan, sebagai wujud dari implementasi kebijakan pemerintah maka
diterapkanlah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Dengan MBS, maka
sekolah-sekolah yang selama ini dikontrol ketat oleh pusat menjadi lebih
leluasa bergerak, sehingga mutu dapat ditingkatkan. Pemberdayaan sekolah dengan
memberikan otonomi yang lebih besar tersebut merupakan sikap tanggap pemerintah
terhadap tuntutan masyarakat, sekaligus sebagai sarana peningkatan efisiensi
pendidikan. Tanggung jawab pengelolaan pendidikan bukan hanya oleh pemerintah
tetapi juga oleh sekolah dan masyarakat dalam rangka mendekatkan pengambilan
keputusan ke tingkat yang paling dekat dengan peserta didik. MBS ini sekaligus
memperkuat kehidupan berdemokrasi melalui desentralisasi kewenangan, sumber
daya dan dana ke tingkat sekolah sehingga sekolah dapat menjadi unit utama
peningkatan mutu pembelajaran yang mandiri (kebijakan langsung, anggaran,
kurikulum, bahan ajar, dan evaluasi). Program MBS sendiri merupakan program
nasional sebagaimana yang tercantum dalam Undang Undang Sistem Pendidikan
Nasional No. 20 Tahun 2003 Pasal 51 (1): “Pengelolaan satuan pendidikan anak
usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan
standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah”.
Dalam konteks, MBS memungkinkan organisasi sekolah
lebih tanggap, adaptif, kreatif, dalam mengatasi tuntutan perubahan akibat
dinamika eksternal, dan pada saat yang sama mampu menilai kelebihan dan
kelemahan internalnya untuk terus meningkatkan diri.
Tujuan utama MBS adalah meningkatkan efisiensi, mutu,
dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh melalui keleluasaan
mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat dan penyederhanaan
birokrasi.
Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi
orangtua, kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru,
serta hal lain yang dapat menumbuhkembangkan suasana yang kondusif. Pemerataan
pendidikan tampak pada tumbuhnya partisipasi masyarakat (stake-holders),
terutama yang mampu dan peduli terhadap masalah pendidikan. Implikasinya adalah
pemberian kewenangan yang lebih besar kepada kabupaten dan kota untuk mengelola
pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan potensi dan kebutuhan daerahnya.
Juga, melakukan perubahan kelembagaan untuk memenuhi dan meningkatkan efisiensi
dan efektivitas dalam perencanaan dan pelaksanaan, serta memberdayakan sumber
daya manusia, yang menekankan pada profesionalisme.
Berikut TIGA PILAR MBS (Manajemen Berbasis Sekolah):
1. Manajemen Sekolah
a). Kepala sekolah dan masyarakat sekolah dituntut
untuk menerapkan pengelolaan/manajemen sekolah yang transparan,
akuntabel dan partisipatif
b). Kepala
sekolah dan stafnya didorong berinovasi dan berimprovisasi agar menjadi kreatif dan berprakarsa.
c). Kepala sekolah dan masyarakat sekolah menjadikan
sekolah sebagai tempat perubahan.
2. Pembelajaran yang Aktif, Kreatif, Efektif dan
Menyenangkan
a. Kepala sekolah
dan guru harus memahami konsep belajar dan cara belajar anak dan memandang anak
sebagai individu yang unik yang mempunyai kemampuan yang berbeda.
b. Proses
pembelajaran didesain dengan memanfaatkan organisasi kelas agar guru dan siswa
menjadi Aktif dan Kreatif yang mendukung terciptanya pembelajaran yang Efektif
namun tetap Menyenangkan (PAKEM).
3. Peran Serta Masyarakat
a. Menggali inisiatif, prakarsa, dukungan, dan kontribusi
masyarakat untuk pendidikan sekolah.
b. Masyarakat terlibat dan merasa memiliki sekolah.
c. Sekolah yang paling berhasil & diminati masyarakat
adalah sekolah yang kepala sekolah, guru, dan masyarakatnya bekerjasama secara
aktif mengembangkan sekolah. Bentuk-bentuk peran serta masyarakat termasuk:
d. Menggunakan jasa sekolah;
e. Memberikan kontribusi dana, bahan, dan tenaga;
f. Membantu anak
belajar di rumah;
g. Berkonsultasi masalah pendidikan anak;
h. Terlibat dalam kegiatan ekstra kurikuler;
i. Pembahasan kebijakan sekolah.
Pelaksanaan MBS memerlukan upaya penyelarasan,
sehingga pelaksanaan berbagai komponen sekolah tidak tumpang tindih, saling
lempar tugas dan tanggung jawab. Dengan begitu, tujuan yang telah ditetapkan
sebagai konkretisasi visi dan misi organisasi dapat dicapai secara efektif,
efisien, dan relevan dengan keperluannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Abidin, Said Zainal. 2006. Kebijakan Publik. Jakarta. Suara Bebas
Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik.
Jogjakarta. Gajah Mada
University
Press
Imron , Ali. 1995. Kebijakan Pendiikan Indonesia.
Jakarta: Bumi Aksara
Koesoemahatmadja. 1979. Pengantar ke Arah Sistem Pemerintahan di
Daerah di Indonesia. Bandung
: Binacipta
FahimPongtuluran, Aris.
1995. Kebijakan Organisasi dan Pengambilan
Keputusan Manajerial.
Jakarta. LPMP
Syafaruddin. 2008. Efektivitas Kebijakan Pendidikan.
Jakarta. Rineka Cipta
0 Response to "Kebijakan pendidikan"
Post a Comment