Pengelolaan lingkungan belajar
Thursday, 24 March 2016
Add Comment
PENGELOLAAN LINGKUNGAN BELAJAR
A. Manajemen Dan Disiplin Kelas
1. Manajemen Kelas
Manajemen kelas mengacu pada kombinasi
strategi yang diterapkan guru dengan faktor pengorganisasian kelas untuk
membentuk lingkungan belajar yang produktif. Termasuk didalamnya penetapan peraturan
sekolah dan kelas, respon guru terhadap perilaku anak didik serta arahan yang
membentuk iklim belajar yang kondusif. Disiplin melibatkan tindakan guru dalam
menanggapi perilaku anak didik yang dapat mengganggu ketertiban dan keamanan
lingkungan atau mengganggu kesempatan untuk belajar.
2. Penanganan masalah
Orang tua, kepala sekolah, dan guru
harus menanggapi permasalahan disiplin anak didik sebagai permasalahan yang
penting di sekolah Ada 3 alasan utama penyebab munculnya permasalahan:
a. Faktor sosiologis
Kebanyakan anak tumbuh dalam sebuah keluarga dimana ayah dan
ibu bekerja di luar atau tumbuh dalam keluarga dengan orang tua tunggal. Hal
ini mengakibatkan banyak anak menghabiskan waktnya melakukan hal lain selain
belajar.
b. Daya dan upaya
Dalam
beberapa hal, lebih mudah menggunakan manajemen kelas model laissez-faire, jika
anak didik tidak mengacaukan kelas dan beberapa perintah yang diberikan
dilaksanakan, maka guru mengabaikan perilaku anak didik.
c. Kekurangan informasi
Pada
umumnya, guru hanya mengetahui sedikit cara dan intuisi untuk mengarahkannya
dalam membuat keputusan manajerial. Pada dasarnya, telah ada beberapa hasil
penelitian tentang manajemen kelas yang dapat digunakan oleh guru untuk
mengembangkan strateginya dalam pengelolaan kelas.
3. Tujuan Manajemen Kelas
Ketika guru mengelola kelas, mereka
mempunyai dua tujuan utama,
yaitu :
a. Menciptakan lingkungan/situasi belajar yang baik.
b. Mengembangkan rasa tanggung jawab serta kemampuan mengatur
diri sendiri pada diri anak didik.
B. Perencanaan: Kunci Pencegahan Masalah Manajemen
Langkah pertama dari suatu manajemen kelas yang efektif
adalah menyusun dan mengatur seperangkat prosedur dan peraturan dengan baik.
Dalam perencanaan prosedur, guru harus mempertimbangkan beberapa hal, yaitu :
1. Karakteristik anak didik
Anak didik berpikir, bertindak, dan
merasakan dengan cara yang berbeda berdasarkan tingkat perkembangan
intelektual, psikososial, dan moral. Anak didik pada kelas yang berbeda
menginterpretasikan dan merespon peraturan dan prosedur dengan cara yang
berbeda pula, dan guru harus mengantisipasi perbedaan ini saat membuat
perencanaan.
2. Lingkungan fisik
Evertson (1987) mengidentifikasi tiga
aspek lingkungan fisik yang harus dipertimbangkan saat guru membuat
perencanaan.
a. Jarak Pandang (Invisibility)
Ruangan harus ditata sedemikian rupa agar setiap anak didik
dapat melihat papan tulis, layar proyektor, atau alat lainnya.
b. Mudah dijangkau (Accessibility)
Ruangan harus ditata sedemikian rupa untuk memudahkan akses
ke beberapa area di dalam kelas. Akses ke area yang sering dilalui, seperti
pintu kelas, area penyimpanan harus selalu kosong dan terpisah satu sama lain.
Anak didik harus memiliki tempat penyimpanan hasil kerja mereka tanpa
mengganggu satu sama lain.
c. Gangguan (Distractibility)
Unsur lingkungan kelas yang membuat guru kesulitan
memperoleh perhatian anak didiknya harus diminimalisir. Termasuk di dalamnya
gangguan dari luar kelas, pergerakan di dalam kelas, dan pola tempat duduk anak
didik.
Adapun
perencanaan yang dapat dilakukan dalam upaya pencegahan masalah dalam manajemen
kelas yaitu :
1. Mendirikan prosedur
Prosedur
menciptakan rutinitas pada anak didik dalam aktivitas sehari-hari seperti
mengerjakan tugas, meraut pensil, dan peralihan dari satu aktivitas ke
aktivitas lain. Manajer yang efektif merencanakan dan mengajarkan prosedur
hingga prosedur itu berjalan otomatis. Prosedur ini terlihat sederhana namun
berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran di kelas.
2. Menciptakan peraturan yang efektif
Peraturan
yang menyediakan standar perilaku bagi anak didik sangat penting. Penelitian
menegaskan pentingnya standar perilaku tersebut untuk menciptakan lingkungan
belajar yang diinginkan (Emmer et al, 1994; Evertson et al, 1994). Anak didik
di sekolah yang efektif memandang peraturan dan guru sebagai sesuatu yang baik
dan dibutuhkan meskipun mereka tidak menyukai beberapa peraturan dan hukuman
tersebut (Wayson & Lasley, 1984). Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam
menciptakan peraturan yaitu
a. Konsistensi kelas-sekolah
Peraturan kelas dan sekolah
harus konsisten. Hal ini mengingatkan pada guru agar menyesuaikan peraturan
yang dibuatnya dengan peraturan di sekolah.
b. Kejelasan
Peraturan harus dinyatakan
dengan jelas agar tidak memiliki interpretasi yang banyak.
c. Pernyataan positif
Peraturan dengan pernyataan
positif menghasilkan iklim positif yang diharapkan dan mendorong berkembangnya
rasa tanggung jawab.
d. Daftar singkat
Buatlah daftar peraturan
yang singkat, empat atau lima poin. Agar peraturan berjalan efektif, anak didik
harus sering diingatkan dan menyadari kalau salah satu peraturan dilanggar.
e. Masukan anak didik
Beri kesempatan pada anak
didik untuk memberi masukan dalam membuat peraturan. Hal ini memberi beberapa
keuntungan:
1) Menimbulkan rasa memiliki, sehingga anak lebih memiliki
keinginan untuk mematuhi peraturan.
2) Lebih menegaskan kontrol internal dan eksternal.
3) Membantu anak didik memahami makna (misalnya rasa hormat dan
tanggung jawab) dibalik peraturan yang ada.
4) Melatih anak didik untuk berpikir moral dan membantu mereka
untuk mengembangkan penalaran moral yang lebih baik.
C. Membuat Peraturan Dan Prosedur Kerja
1. Peraturan dan prosedur mengajar
Mengajarkan peraturan dan prosedur pada
anak didik sangat penting untuk anak didik yang masih muda yang belum tahu atau
lupa dengan peraturan yang ada. Untuk anak didik yang lebih tua, mengajarkan
peraturan dan prosedur disertai penjelasan tentang perlunya peraturan tersebut.
Peraturan tidak hanya disampaikan atau diumumkan, tapi diajarkan secara eksplisit,
sebagai sebuah konsep atau prinsip, dan menjelaskan alasan perlunya peraturan
tersebut.
2. Pengawasan terhadap peraturan dan prosedur
Meskipun peraturan dan prosedur telah dijalankan dengan
baik, pengawasan tetap harus dilakukan secara konsisten, seperti halnya latihan
dan respon balik dalam pembelajaran (Emmer et al, 1994; Evertson et al, 1994).
D. Pencegahan Masalah: Pelaksanaan Rencana
1. Karakteristik guru
Guru yang efektif memiliki
pribadi yang bervariasi. Tipe yang satu bukan berarti lebih baik dari yang
lainnya, namun mereka biasanya memiliki tiga karakteristik yang sama
a. Peduli :
landasan suasana kelas yang positif
Mereka
memberi gambaran kepedulian guru sebagai seseorang yang:
1) Mendengar dan melihat hal-hal dari sudut pandang anak didik.
2) Menciptakan lingkungan belajar yang aman dan terkendali.
3) Memberikan tugas yang masuk akal untuk diselesaikan.
b. Tegas :
membantu anak didik mengembangkan rasa tanggung jawab
Ketegasan
berarti melihat anak didik sebagai sosok yang mampu melaksanakan tanggung jawab
dan memperlakukan mereka secara bertanggungjawab pula sesuai tindakan mereka.
c. Demokrasi: perpaduan kepedulian dan ketegasan
Rudolph
Dreikurs (1968), seorang psikiater yang dikenal sebagai ahli dalam kedisiplinan
anak didik berpendapat bahwa ketegasan yang dipadukan dengan kepedulian adalah
salah satu karakter guru yang demokratis.
2. Permulaan tahun ajaran baru
Penelitian secara konsisten menunjukkan
bahwa permulaan ajaran baru adalah periode yang paling penting untuk membentuk
pola perilaku anak didik. Evertson (1987, p. 69) menekankan bahwa hari pertama sekolah memiliki keistimewaan tersendiri bagi
guru dan anak didik. Saat inilah peraturan, rutinitas, dan hal yang ingin
dicapai dibentuk. Kesan pertama anak didik pada guru, kelas, dan standar yang
diharapkan dapat berpengaruh panjang pada sikap mereka dan cara mereka terlibat
dengan tugas-tugas.
3. Kemampuan manajemen yang mendasar
a. Organisasi
Periode permulaan pelajaran dan transisi antara satu
kegiatan dan kegiatan lainnya merupakan dua waktu dimana anak didik bisa jadi
tidak melakukan apa-apa. Pengorganisasian yang baik dapat memaksimalkan
keterlibatan belajar anak didik dan mengurangi
waktu yang terbuang yang dapat mengarahkan pada munculnya permasalahan
manajemen.
b. Pergerakan dalam proses pembelajaran
Kategori
yang kedua dari kemampuan yang mendasar dalam mencegah perilaku menyimpang yang
dapat mengganggu aktivitas pembelajaran adalah pergerakan dalam proses
pembelajaran. Proses pembelajaran menekankan hubungan yang kuat antara
manajemen yang efektif dan instruksi yang efektif.
c. Komunikasi dengan anak didik
Komunikasi merupakan sesuatu yang penting dalam proses
pembelajaran. Komunikasi dapat dilakukan secara verbal dan non verbal.
4. Komunikasi Dengan Orang Tua
Komunikasi dengan orang tua sangat penting, terutama pada
anak didik yang berasal dari budaya, etnik, sosioekonomi yang beragam.
a. Komunikasi: mendorong keterlibatan orang tua
Hubungan
antara sekolah dan keluarga merupakan hal yang perlu ditekankan dalam proses
pendidikan. Karena pentingnya pengaruh lingkungan keluarga dalam
pembelajaran di sekolah, guru harus mengembangkan strategi untuk lebih
melibatkan orang tua dalam kehidupan akademik anak didik. Hal ini berarti guru
harus lebih dari sekedar pertemuan tahunan orangtua-guru dan bekerjasama dengan
orang tua untuk mengetahui kualitas belajar anak didik di rumah. Guru harus
mendorong orang tua untuk terlibat dalam laju akademik anak didik dari hari ke
hari, membantu mereka dengan pekerjaan rumah, mengawasi tontonan anak,
bercerita (bacaan) pada anak mereka, dan menunjukkan harapan mereka bahwa anak
mereka akan mencapai kesuksesan akademik (Wang et al, 1993, p. 278-279).
b. Keuntungan komunikasi
Penelitian
menunjukkan bahwa anak didik memperoleh keuntungan dari kerjasama
keluarga-sekolah setidaknya dalam empat hal:
1) Hasil akademik yang lebih tinggi.
2) Sikap dan perilaku yang lebih positif.
3) Rata-rata kehadiran meningkat
4) Keinginan mengerjakan pekerjaan rumah lebih besar. (Epstein,
1990; Weinstein & Mignano, 1993)
c. Penghalang dalam keterlibatan orang tua
Keterlibatan
orang tua dalam pendidikan anaknya merupakan hal yang sangat diinginkan tapi
hal ini tidak terjadi secara otomatis. Halangan dalam ekonomi, budaya, dan
bahasa dapat menjadikannya lebih sulit.
1) Penghalang ekonomi. Hal yang biasanya muncul adalah pekerjaan. Hasil studi
menunjukkan bahwa sebagian orang tua, ekerjaan mereka mencegah mereka untuk
membantu pekerjaan rumah anaknya. Orang tua lainnya, yang kurang aktivitas
ekonominya, memberi kesempatan pada mereka untuk lebih aktif dalam aktivitas
sekolah. Orang tua tersebut mengungkapkan keinginan mereka untuk terlibat dalam
persekolahan anak mereka, namun sekolah harus fleksibel memberi bantuan dan
dorongan (Epstein, 1990).
2) Penghalang budaya. Ketidak serasian antara budaya keluarga dan budaya sekolah
juga dapat menjadi penghalang (Delgado-Gaiton, 1992; Harry, 1993). Anak didik
bisa saja berasal dari keluarga dimana orang tuanya memiliki pengalaman dari
sekolah yang berbeda dengan sekolah yang sekarang. Selain itu beberapa orang
tua bisa saja hanya menyelesaiakan pendidikan dasar atau memiliki pengalaman
buruk saat bersekolah.
3) Penghalang bahasa. Bahasa dapat menjadi penghalang besar untuk kefektifan
kerjasama keluarga-sekolah. Banyak orang tua dari anak kelas bilingual tidak
mampu berbahasa inggris. Ini membuat komunikasi menjadi sulit. Pekerjaan rumah
menjadi masalah tersendiri karena orang tua tidak mampu membantu anak didik
(Delgado-Gaiton, 1992).
d. Strategi untuk melibatkan orang tua
1) Komunikasi sejak dini
Buka
jalinan komunikasi secepatnya
dengan orang tua anak didik. Komunikasi
yang positif dan dilakukan sejak dini merupakan awal yang baik untuk tahun
pertama.
2) Pertahankan komunikasi
Komunikasi yang positif dan dilakukan sejak dini merupakan
awal yang baik untuk tahun pertama. Usaha yang berkelanjutan akan membantu
untuk mempertahankan komunikasi yang telah dijalin. Guru harus tetap memberi
laporan pada orang tua dan tetap menjalin komunikasi sehingga hubungan
keluarga-sekolah tetap terjaga.
E.
Intervensi: Berurusan Dengan Perilaku Menyimpang
1. Pendekatan perilaku untuk mengintervensi
Dua buah keputusan harus dibuat saat
menggunakan pendekatan perilaku dalam mengatur intervensi/campur tangan. Pertama, laksanakan konsekuensi, anak
didik mengikuti perilaku yang berpengaruh pada perilaku di masa yang akan
datang, difokuskan pada perilaku yang diinginkan atau menyingirkan perilaku
yang tidak diinginkan. Kedua,
konsekuensi individu atau kelompok. Konsekuensi individu berguna untuk perilaku
yang muncul pada sebagian kecil anak didik. Konsekuensi kelompok berkaitan
dengan perilaku secara berkelompok.
2. Petunjuk untuk sukses dalam mengintervensi
Intervensi dalam penanganan masalah di
kelas tidaklah pernah mudah. Beberapa petunjuk dasar yang dapat membantu
diantaranya:
a. Ringkas
Saran
pertama ialah usahakan agar sesingkat mungkin. Peneliti telah mendokumentasikan
hubungan yang negatif antara waktu yang digunakan dalam pendisiplinan dengan
prestasi anak didik.
b. Tindak lanjut
Melakukan
tindak lanjut adalah hal yang sulit. Salah satu alasan munculnya masalah dalam
manajemen adalah guru kadang kala menyerah. Tanpa tindak lanjut, keseluruhan
sistem manajemen akan hancur. Hal ini menjadi alasan mengapa hari pertama
sekolah merupakan hal yang sangat penting. Jika guru melakukan tindak lanjut
sejak pertama, manajemen akan berjalan dengan lebih mudah hingga akhir tahun
ajaran.
c. Konsisten
Kebutuhan
akan konsistensi sangatlah jelas meskipun konsistensi yang sempurna dalam dunia
pengajaran adalah hal yang mustahil. Pada kenyataannya, penelitian
mengindikasikan bahwa intervensi harus dikontekstualkan, yakni bergantung pada
anak didik dan situasi yang spesifik.
d. Hindari berdebat
Hal
penting lainnya dalam intervensi adalah hindari berdebat dengan anak didik.
Guru tidak pernah “memenangkan” perdebatan. Guru bisa menegaskan otoritas
mereka tapi dapat menimbulkan kebencian dan dapat berkembang menjadi masalah
yang lebih besar.
e. Jaga martabat anak didik
Berdebat,
menegur dengan suara keras di depan kelas, mengkritik di depan umum, dan
mengejek, kesemuanya dapat memperkuat perilaku menyimpang. Hal tersebut dapat
menempatkan anak didik pada posisi yang memalukan.
3. Intervensi yang berangkai
Gangguan
sangat bervariasi, mulai dari insiden yang terisolasi seperti anak didik yang
berbisik sesaat pada teman sebelahnya saat kelas tanpa suara, hingga
pelanggaran berat seperti mengusik atau menendang anak didik lainnya. Karena
pelanggaran bervariasi, guru juga harus bereaksi secara bervariasi. Manajemen
intervensi dilakukan secara berangkai dari gangguan kecil hingga gangguan
besar. Secara umum, lakukan intervensi dengan cepat dan sebisa mungkin tidak
menimbulkan gangguan.
F.
Manajemen masalah yang serius: kekerasan dan agresi
1. Strategi jangka pendek
Dalam jangka pendek, ahli
merekomendasikan untuk merespon dengan cepat dan tegas terhadap tindakan yang
agresif. Anak didik harus dihadapi secepatnya dan menjelaskan bahwa kekerasan
dan penyerangan tidak diizinkan. Ahli menyarankan, anak yang terlibat
secepatnya dihadapkan pada masalah dan membantunya memahami akibat dari
perbuatannya. Saat menyelesaikannya bersama anak didik, sangat perlu
menyampaikan bahwa masalah tersebut adalah masalah serius, tidak dapat ditoleransi,
dan anak didik akan ditangani akibat perbuatan mereka.
2. Solusi jangka panjang
Guru yang ahli dengan rekan kerja
mereka berbeda dalam menerapkan solusi jangka panjang (Brophy & McCalsin,
1992). Strategi yang dimiliki oleh guru ahli adalah komprehensif dan
instruksional, mereka tidak puas hanya menghentikan perilaku secepatnya, tapi
justru berfokus pada solusi jangka panjang.
Dalam jangka panjang, anak didik diberi
penjelasan tentang cara lain menyelesaikan masalah selain berkelahi. Anak didik
harus belajar mengontrol perangainya dan mengatasi frustasi. Salah satu
pendekatan yang menjanjikan adalah dengan menggunakan simulasi penyelesaian
masalah untuk mengajarkan anak yang agresif untuk memahami motif dan niat orang
lain. Penelitian mengindikasikan bahwa, anak-anak tersebut seringkali merespon
agresif dikarenakan mereka salah paham niat orang lain dengan menganggapnya
bermusuhan (Hudley, 1992). Pendekatan lainnya yakni dengan mengajarkan anak
yang agresif untuk menyelesaikan masalah mereka melalui komunikasi dan
negosiasi daripada berkelahi, dan juga mengemukakan kemarahan mereka secara
verbal daripada secara fisik (Brophy & McCalsin, 1992).
artikel: PENGELOLAAN LINGKUNGAN BELAJAR
0 Response to "Pengelolaan lingkungan belajar"
Post a Comment