PENDIDIKAN SEBAGAI ILMU
Tuesday, 8 March 2016
Add Comment
PENDIDIKAN SEBAGAI ILMU
A. Pengertian Pendidikan Sebagai Ilmu
Setiap orang pernah mengalami pendidikan sekurangnya dimasa kanak-kanak dan setiap kita juga menjalankan pendidikan sekurangnya di lingkungan terbatas dalam keluarga. Pendidikan dalam arti luas berlansung dimana-mana dari generasi ke generasi. Yaitu generasi tua atau komunitas orang dewasa mengalihkan pengetahuan, pengalaman, kecakapan kepada generasi yang lebih mudah. Dari pada itu terdapat dualitas fokus pendidikan meliputi (i) aspek pengembangan progresif dari peserta didik sebagai individu, dan (ii) aspek transmisi sosial budaya secara selektif yang semula sering amat menonjol.
Adapun dualitas aspek tersebut menekankan segi praktis bagaimana harus bertindak, memperlakukan peserta didik dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan. Perbuatan praktis dan normatif itu berlandaskan pola pikir dan penghayatan praktis, aspek praktis persekolahan, agar lebih dilengkapi dengan moralitas keagamaan/ kefilsafatan dan paradigma keilmuan dan untuk melandasi juga pengembangan ilmu pendidikan normatif-teoristis bagi praktek dan pemahaman pemahaman pendidikan dalam bentuk yang dipertanggungjawabkan agar terhindar dari teori pendidikan yang “lumpuh” tak berdaya. Kiranya penggunaan teori komparatif dari semangat dan teori pendidikan harus memperhatikan hubungan antara pendidikan, teori pendidikan, ilmu pendidikan serta filsafat pendidikan dan menekankan terjadinya proses pendidikan dan kegunaanya untuk perkembangan individu secara optimal” (Natawidjaja).
Reorintasi ilmu pendidikan dalam perkembangan peradaban kontemporer, khususnya di barat tampaknya peranan ilmu dan teknologi sangat dominan melampaui pertumbuhan pengaruh agama-agama (Mayer 1950). Kiranya sejak dulu landasan filosofis, moral dan religius menjadi aspek kekuatan peendidikan di negara yang ingin maju, karenan pendidikan adalah perjuangan moral-sosial juga sekalipun ilmu pendidikan sangat lambat dan berperang pada masa kontemporer setelah masyarakat maju mulai merasa nyaman dengan ilmu teoristis, teknologi industri maupun teori pendidikan.
Ilmu pendidikan dan sekurang-kurangnya gerakan religius filsafat pendidikan perlu digalakkan agar dalam analisis jenis hubungan antar pribadi dala pendidikan bentuk mikro dalam kelas dan keluarga juga diterapkan kepada bentuk makro di sekolah maupun luar sekolah. Sekarang dunia pendidikan kita amat perlu bersifat kefilsafatan dan ilmiah seperti ilmuwan beragama sehingga profesi pendidikan secara internal amat perlu reorientasi teori/ilmu pendidikan untuk memulai langkah revitalisasi ilmu pendidikan.
Khususnya di LPTK, atas dasar Undang-Undang Nomor 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional, kita harus memulai dengan konsep mendidik dan dididik sebagai inti pendidikan karena kualitas pendidikan ditentukan oleh kualitas relasi antara pendidik dan terdidik (peserta didik) dalam pergaulan yang harus bersifat interinsani, seperti dikatakan semula semua perbuatan mendidik merupakan perangkat kegiatan yang dilakukan pendidik sebagai pihak ke-I dalam relasi sarat makna/nilai dengan peserta didik demi pemanusian (humanisasi) atau manusia muda (hominisasi).pihak pendidik bukanlah sembarang orang dewasa karena ia (kelompoknya) harus bekelebihan (lebih dewasa) ketimbang peserta didik pada umumnya dan khususnya relasi dengan peserta didik tertentu.
Tampak diisyaratkan sekurangnya terdapat dua hubungan timbal-balik yamg kuat dalam fenomena pendidikan, pertama antara perbuatan pendidikan dan ilmu pendidikan praktis secara klasik; dan yang kedua, antara filsafat pendidikan dan ilmu pendidikan ( teoritis-praktis) yang seakan diabaikan dunia pendidikan kita.
Selanjutnya konsep ini menolak konsep pendirian sebagian pakar dan mazhab filsafat tertentu yang berpandangan karena tujuan umum pendidikan ditentukan oleh tujuan akhir dan tujuan hidup manusia sebelum meninggal atau melewati kematian, sehingga tujuan sejati dan nasional terletak diluar pendidikan, adapun konsep ilmu pendidikan yang perlu dirintis dan dikembangkan di indonesia haruslah imu pendidikan dalam arti luas. Pengembangan ilm pendidikan haruslah bervisi masyarakat indonesia baru dan mendukung iptek, juga ilmu pendidikan yang telah dirintis Ki Hajat Dewantara perlu meneliti dan mengembangkan pengetahuan dan teknik untuk kepentingan semua pihak dalam membangun ( menkostruksi) sistem pendidikan nasional masa depan yang didukung
sub-sistem pendidikan lokal.
1. Wilayah ilmu pendidik berciri teori mendidik Ke-Indonesian
Ciri-ciri ilmu pendidikan dan filsafat pendidikan yang hendak di kembangkan selain bersifat sistematis, kritis, metodologis seperti setiap disiplin ilmu yang umumnya ingin berotonomi, juga harus bersifat komprehensif dalam arti luas, sebagai berikut:
a. Beraspirasi otonomi
b. Komprehensif
c. Kritis
d. Metodologis
e. Sistematis
f. Dasar kefilsafatan
2. Pendidikan aplikaif disiplin ilmu dan bidang studi meliputi
a. Hubungan pendidik dengan bidang-bidang ilmutermasuk (1) pendidikan disiplin ilmu, (2) metodik khusus kebidangan ilmu-ilmu yang terwujud dari keturutsertaan kalangan profesi pendidik untuk memajukan pendidikan.
b. Ilmu pendidikan agama dan landasan keagamaan ialah teori, cara dan semangat pembinaan pendidikan sesuai ajaran agama bagi penganutnya.
c. Penerapan pendidikan dan ilmu pendidikan dalam keragaman /lintas bidang lain yaitu sebagai upaya kalangan profesi pendidikan untuk turut serta dengan kegiatan para ilmuwan.
d. Pendidikan dalam bentuk makro , utamanya pada dekosentrasi dan desentrlisasi.
#B. Landasan agama
Agama memposisikan pendidikan pada posisi yang tinggi karena menyangkut kelestarian kehidupan manusia yang bertugas sebagai pengabdi kepada Allah swt, agama menyiapkan norma hidup ysng komprehensif yang melandasi tujuan pendidikan, norma ini bersifat stabil karena berpangkal pada norma absolut, berasal dari Allah swt. Lahirnya berbagai teori pendidikan , berawal dari perbedaan tentang realitas manusia, apakah manusia itu secara hakiki, bahkan lebih jauh diketahui bahwa pemaknaan pendidikan berawal pemaknaan tentang hakekat manusia.
1. Hakekat manusia
Diungkapakan bahwa manusia diciptakan tak tahu apa-apa, namun dikarunia potensi pendengara, penglihatan dan nurani. Karena ketidaktahuanya itu manusia perlu dididik, sekalipun tidak dijamin bahwa manusia akan dapat dididik dan dapat hidup melaksanakan tugas hidup manusia (soelaeman 1988:43) Berkenaan dengan manusia, disebutkan bahwa manusia diciptakan dalam ahsani taqwin, sebaik-baik bentuk, yakni bentuk fisik yang dengan bentuk itu segala peranan yang dituntutkan kepadanya dapat terlaksana. Kesadaran manusia akan tugas hidupnya sebagai manusia dan kesadaran akan nilai-nilai kemanusian, ternyata tidak dibawa sejak lahir. Untuk dapat bertindak susila, manusia perlu dididik yang tidak sekedar menjangkau bidang kognitif, psikomotor dan afektif. Akan tetapi seyogianya yang mencakup seluruh pribadi manusia. Sedangkan tuntutan hidup tidak mungkin direspon oleh instin belakah manusia dituntut untuk menjunjung tinggi, mengakui dan merealisasikan nilai-niali kemanusian serta memenuhi tuntutan dan kewajibanya terhadap maha penciptnya.
2. Makna dan tujuan pendidikan
Agama memberikan landasan pemikiran berkenaan manusia dan siapa dirinya dari mana asalnya, mau kemana dirinya, dan apa seyogianya diperbuat manusia dalam kehidupan di dunia ini. Didasarkan pada pandangan tentang hakekat manusia , pendidkan diarahkan pada pencapaian pada pertumbuhan kepribadian manusia secara utuh dan seimbang (al-insanul kully). Ini berarti bahwa pendidikan diartikan sebagai penyemaian dan dan penanaman adab (ta’bid) secara utuh, dalam mencontoh utusan allah, Nabi Muhammad SAW, sehingga menjadi manusia yang menuju kesempurnaan
Demikianlah agama memupuk kesadaran yang bertujuan mendorong orang beriman melampaui sifat hewaninya, untuk memenuhi kebutuhan ekspresi yang lebih baik atau lebih tinggi, yang dalam al-Quran yang disebut khoirum was-abqa,(lebih baik dan lebih abadi). Pendidikan diarahkan agar manusia mampu menjalankan fungsi kemanusian sebagai hamba allah dan sebagai khalifah di bumi secara universal. Terdapat berbagai karakteristik tujuan pendidikan berdasarkan agama, bahwa tujuan itu harmonis, relistis, idealistis, pasti dan tidak menerima perubahan dari waktu ke waktu ( abdullah 1982: 149). Tujuan yang relistis mengandung makna bahwa pencapaiannya tunduk pada faktor-faktor eksternal, disesuaikan dengan tugas kekhalifahan.
Tujuan pendidkan yang dilandasi agama, memberikan perhatian yang adil kepada keseluruhan komponen dasar manusia. Struktur kekhalifaan tidak berlawanan dengan komponen dasar lainnya. Pendidik tidak dipaksa memilih antara individu dan masyarakat, atau prinsip ideal atau kebutuhan seketika, antara cita-cita masa depan dengan keinginan kekinian, antara akherat dengan dunia.
3. Situasi dan nuansa pendidikan
Situasi dan nuansa pendidkan mencakup hakekat pendidik, peserta didik dan metode atau penyelenggaraan pendidikan. Kelahiran manusia dengan fitrahnya mempunyai implikasi praktis bagi metode pendidikan yang diterapkan pendidik.
4. Materi pendidikan
Untuk mencapai tujuan pendidikan perlu ditata materi secara tepat yang diklasifikasikan dalam beberapa subjek yang berbeda-beda, isi atau materi pendidikan seyogianya didesain sedemikian rupa sehingga pencapaian tujuan semakin mungkin terlaksana.
C. Landasan filsafat
Pertama-tama saya ingin perkenalkan yang menjadi bagian landasan filsafat yakni filsafat hukum banyak yang menganggap filsafat ini sangat abstrak, serius, kering sedangkan ruang lingkup dan batasan isu serta topik-topiknya sangat luas dan umum. Walaupun demikian, aspek inilah yang rasanya justru menjadi modal perbendaharaan.
1. Apa hukum itu? Mana hukum yang benar itu? Kebenaran tertinggi dari hukum itu apa?
A. Pengertian Pendidikan Sebagai Ilmu
Setiap orang pernah mengalami pendidikan sekurangnya dimasa kanak-kanak dan setiap kita juga menjalankan pendidikan sekurangnya di lingkungan terbatas dalam keluarga. Pendidikan dalam arti luas berlansung dimana-mana dari generasi ke generasi. Yaitu generasi tua atau komunitas orang dewasa mengalihkan pengetahuan, pengalaman, kecakapan kepada generasi yang lebih mudah. Dari pada itu terdapat dualitas fokus pendidikan meliputi (i) aspek pengembangan progresif dari peserta didik sebagai individu, dan (ii) aspek transmisi sosial budaya secara selektif yang semula sering amat menonjol.
Adapun dualitas aspek tersebut menekankan segi praktis bagaimana harus bertindak, memperlakukan peserta didik dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan. Perbuatan praktis dan normatif itu berlandaskan pola pikir dan penghayatan praktis, aspek praktis persekolahan, agar lebih dilengkapi dengan moralitas keagamaan/ kefilsafatan dan paradigma keilmuan dan untuk melandasi juga pengembangan ilmu pendidikan normatif-teoristis bagi praktek dan pemahaman pemahaman pendidikan dalam bentuk yang dipertanggungjawabkan agar terhindar dari teori pendidikan yang “lumpuh” tak berdaya. Kiranya penggunaan teori komparatif dari semangat dan teori pendidikan harus memperhatikan hubungan antara pendidikan, teori pendidikan, ilmu pendidikan serta filsafat pendidikan dan menekankan terjadinya proses pendidikan dan kegunaanya untuk perkembangan individu secara optimal” (Natawidjaja).
Reorintasi ilmu pendidikan dalam perkembangan peradaban kontemporer, khususnya di barat tampaknya peranan ilmu dan teknologi sangat dominan melampaui pertumbuhan pengaruh agama-agama (Mayer 1950). Kiranya sejak dulu landasan filosofis, moral dan religius menjadi aspek kekuatan peendidikan di negara yang ingin maju, karenan pendidikan adalah perjuangan moral-sosial juga sekalipun ilmu pendidikan sangat lambat dan berperang pada masa kontemporer setelah masyarakat maju mulai merasa nyaman dengan ilmu teoristis, teknologi industri maupun teori pendidikan.
Ilmu pendidikan dan sekurang-kurangnya gerakan religius filsafat pendidikan perlu digalakkan agar dalam analisis jenis hubungan antar pribadi dala pendidikan bentuk mikro dalam kelas dan keluarga juga diterapkan kepada bentuk makro di sekolah maupun luar sekolah. Sekarang dunia pendidikan kita amat perlu bersifat kefilsafatan dan ilmiah seperti ilmuwan beragama sehingga profesi pendidikan secara internal amat perlu reorientasi teori/ilmu pendidikan untuk memulai langkah revitalisasi ilmu pendidikan.
Khususnya di LPTK, atas dasar Undang-Undang Nomor 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional, kita harus memulai dengan konsep mendidik dan dididik sebagai inti pendidikan karena kualitas pendidikan ditentukan oleh kualitas relasi antara pendidik dan terdidik (peserta didik) dalam pergaulan yang harus bersifat interinsani, seperti dikatakan semula semua perbuatan mendidik merupakan perangkat kegiatan yang dilakukan pendidik sebagai pihak ke-I dalam relasi sarat makna/nilai dengan peserta didik demi pemanusian (humanisasi) atau manusia muda (hominisasi).pihak pendidik bukanlah sembarang orang dewasa karena ia (kelompoknya) harus bekelebihan (lebih dewasa) ketimbang peserta didik pada umumnya dan khususnya relasi dengan peserta didik tertentu.
Tampak diisyaratkan sekurangnya terdapat dua hubungan timbal-balik yamg kuat dalam fenomena pendidikan, pertama antara perbuatan pendidikan dan ilmu pendidikan praktis secara klasik; dan yang kedua, antara filsafat pendidikan dan ilmu pendidikan ( teoritis-praktis) yang seakan diabaikan dunia pendidikan kita.
Selanjutnya konsep ini menolak konsep pendirian sebagian pakar dan mazhab filsafat tertentu yang berpandangan karena tujuan umum pendidikan ditentukan oleh tujuan akhir dan tujuan hidup manusia sebelum meninggal atau melewati kematian, sehingga tujuan sejati dan nasional terletak diluar pendidikan, adapun konsep ilmu pendidikan yang perlu dirintis dan dikembangkan di indonesia haruslah imu pendidikan dalam arti luas. Pengembangan ilm pendidikan haruslah bervisi masyarakat indonesia baru dan mendukung iptek, juga ilmu pendidikan yang telah dirintis Ki Hajat Dewantara perlu meneliti dan mengembangkan pengetahuan dan teknik untuk kepentingan semua pihak dalam membangun ( menkostruksi) sistem pendidikan nasional masa depan yang didukung
sub-sistem pendidikan lokal.
1. Wilayah ilmu pendidik berciri teori mendidik Ke-Indonesian
Ciri-ciri ilmu pendidikan dan filsafat pendidikan yang hendak di kembangkan selain bersifat sistematis, kritis, metodologis seperti setiap disiplin ilmu yang umumnya ingin berotonomi, juga harus bersifat komprehensif dalam arti luas, sebagai berikut:
a. Beraspirasi otonomi
b. Komprehensif
c. Kritis
d. Metodologis
e. Sistematis
f. Dasar kefilsafatan
2. Pendidikan aplikaif disiplin ilmu dan bidang studi meliputi
a. Hubungan pendidik dengan bidang-bidang ilmutermasuk (1) pendidikan disiplin ilmu, (2) metodik khusus kebidangan ilmu-ilmu yang terwujud dari keturutsertaan kalangan profesi pendidik untuk memajukan pendidikan.
b. Ilmu pendidikan agama dan landasan keagamaan ialah teori, cara dan semangat pembinaan pendidikan sesuai ajaran agama bagi penganutnya.
c. Penerapan pendidikan dan ilmu pendidikan dalam keragaman /lintas bidang lain yaitu sebagai upaya kalangan profesi pendidikan untuk turut serta dengan kegiatan para ilmuwan.
d. Pendidikan dalam bentuk makro , utamanya pada dekosentrasi dan desentrlisasi.
#B. Landasan agama
Agama memposisikan pendidikan pada posisi yang tinggi karena menyangkut kelestarian kehidupan manusia yang bertugas sebagai pengabdi kepada Allah swt, agama menyiapkan norma hidup ysng komprehensif yang melandasi tujuan pendidikan, norma ini bersifat stabil karena berpangkal pada norma absolut, berasal dari Allah swt. Lahirnya berbagai teori pendidikan , berawal dari perbedaan tentang realitas manusia, apakah manusia itu secara hakiki, bahkan lebih jauh diketahui bahwa pemaknaan pendidikan berawal pemaknaan tentang hakekat manusia.
1. Hakekat manusia
Diungkapakan bahwa manusia diciptakan tak tahu apa-apa, namun dikarunia potensi pendengara, penglihatan dan nurani. Karena ketidaktahuanya itu manusia perlu dididik, sekalipun tidak dijamin bahwa manusia akan dapat dididik dan dapat hidup melaksanakan tugas hidup manusia (soelaeman 1988:43) Berkenaan dengan manusia, disebutkan bahwa manusia diciptakan dalam ahsani taqwin, sebaik-baik bentuk, yakni bentuk fisik yang dengan bentuk itu segala peranan yang dituntutkan kepadanya dapat terlaksana. Kesadaran manusia akan tugas hidupnya sebagai manusia dan kesadaran akan nilai-nilai kemanusian, ternyata tidak dibawa sejak lahir. Untuk dapat bertindak susila, manusia perlu dididik yang tidak sekedar menjangkau bidang kognitif, psikomotor dan afektif. Akan tetapi seyogianya yang mencakup seluruh pribadi manusia. Sedangkan tuntutan hidup tidak mungkin direspon oleh instin belakah manusia dituntut untuk menjunjung tinggi, mengakui dan merealisasikan nilai-niali kemanusian serta memenuhi tuntutan dan kewajibanya terhadap maha penciptnya.
2. Makna dan tujuan pendidikan
Agama memberikan landasan pemikiran berkenaan manusia dan siapa dirinya dari mana asalnya, mau kemana dirinya, dan apa seyogianya diperbuat manusia dalam kehidupan di dunia ini. Didasarkan pada pandangan tentang hakekat manusia , pendidkan diarahkan pada pencapaian pada pertumbuhan kepribadian manusia secara utuh dan seimbang (al-insanul kully). Ini berarti bahwa pendidikan diartikan sebagai penyemaian dan dan penanaman adab (ta’bid) secara utuh, dalam mencontoh utusan allah, Nabi Muhammad SAW, sehingga menjadi manusia yang menuju kesempurnaan
Demikianlah agama memupuk kesadaran yang bertujuan mendorong orang beriman melampaui sifat hewaninya, untuk memenuhi kebutuhan ekspresi yang lebih baik atau lebih tinggi, yang dalam al-Quran yang disebut khoirum was-abqa,(lebih baik dan lebih abadi). Pendidikan diarahkan agar manusia mampu menjalankan fungsi kemanusian sebagai hamba allah dan sebagai khalifah di bumi secara universal. Terdapat berbagai karakteristik tujuan pendidikan berdasarkan agama, bahwa tujuan itu harmonis, relistis, idealistis, pasti dan tidak menerima perubahan dari waktu ke waktu ( abdullah 1982: 149). Tujuan yang relistis mengandung makna bahwa pencapaiannya tunduk pada faktor-faktor eksternal, disesuaikan dengan tugas kekhalifahan.
Tujuan pendidkan yang dilandasi agama, memberikan perhatian yang adil kepada keseluruhan komponen dasar manusia. Struktur kekhalifaan tidak berlawanan dengan komponen dasar lainnya. Pendidik tidak dipaksa memilih antara individu dan masyarakat, atau prinsip ideal atau kebutuhan seketika, antara cita-cita masa depan dengan keinginan kekinian, antara akherat dengan dunia.
3. Situasi dan nuansa pendidikan
Situasi dan nuansa pendidkan mencakup hakekat pendidik, peserta didik dan metode atau penyelenggaraan pendidikan. Kelahiran manusia dengan fitrahnya mempunyai implikasi praktis bagi metode pendidikan yang diterapkan pendidik.
4. Materi pendidikan
Untuk mencapai tujuan pendidikan perlu ditata materi secara tepat yang diklasifikasikan dalam beberapa subjek yang berbeda-beda, isi atau materi pendidikan seyogianya didesain sedemikian rupa sehingga pencapaian tujuan semakin mungkin terlaksana.
C. Landasan filsafat
Pertama-tama saya ingin perkenalkan yang menjadi bagian landasan filsafat yakni filsafat hukum banyak yang menganggap filsafat ini sangat abstrak, serius, kering sedangkan ruang lingkup dan batasan isu serta topik-topiknya sangat luas dan umum. Walaupun demikian, aspek inilah yang rasanya justru menjadi modal perbendaharaan.
1. Apa hukum itu? Mana hukum yang benar itu? Kebenaran tertinggi dari hukum itu apa?
Hukum
adalah putusan pengadilan, hukum adalah kekuasaan. Hukum adalah kebiasaan kemasyarakatan
dan ada yang beranggapan bahwa kebenaran dari agama yang dijadikan hukum adalah
kebenaran yang universal, namum pada realitanya kebenaran tertinggi hukum
adalah keputusan yang dinyatakan oleh lembaga tertinggi negara sesuai ketentuan
dalam kitab hukum yang ada.
2. Apa tujuan hukum itu? Apa tujuan hukum yang sesungguhnya itu? Tujuan tertinggi dari hukum itu apa
Tujuan hukum adalah mencapai keadilan dan kebenaran para individu yang terlibat dalam masalah/sengketa hukum. Dan tujuan hukum juga adalah mencapai keteraturan, ketertiban, manfaat dan kemajuan umum. Lebih jauh tujuan hukum juga adalah keamanan dan keutuhan negara sedangkan keadilan, keteraturan, keamanan tertinggi sebagai tujuan hukum adalahyang berdasar dan merajuk pada peraturan tuhan dalam kitab sucinya atau menurut akal sehat para ahli hukum, atau menurut rumusan konstitusi UUD, dan selanjutnya menurut suara warga masyarakat terbanyak dalam negara yang bersangkutan.
3. Itu semua apa kriterianya
Kriterianya ada yang merajuk pada perintah dan larangan tuhan dalam firmannya dalam kitab suci, ada yang merajuk pada suara hati nurani kemanusian. Adayang merajuk pada logika atau pikiran logis.
4. Bagaimana metode kerjanya untuk mengetahui hukum yang benar dan adil, dan juga hukum yang demikian dapat terlaksana? Dengan faktor apa diciptakan serta dilaksanankanya.Metode kerja untuk mengenal hukum dimulai dan dipusatkan secara deduktif, dengan merujuk sistem nilai kebenaran serta keadilan, sesuai itu dengan menafsirkan peraturan-peraturan selanjutnya. Adapun berlakunya hukum itu karena mampu dilakukan oleh segenap subjek hukum dalam setiap kelompok hukum di seluruh negara, dipertahankan oleh segenap penegak hukum.
5. Berhubungan dengan adanya perbedaan-perbedaan itu, ada aliran-aliran filsafat hukum apa?
Di antara aliran-aliran yang dikenal dengan sebutan idealisme, humanivisme, materialisme, positivisme dan rasionalisme, ata lebih khusus positivisme-rasional-hukum. Tentunya harus ditambahkan aliran pancasila, ada analoginya dengan sistematika kajian filsafat hukum
6. Apa itu mendidik, apa itu didikan apa itu sistem pendidikan? Apakah kebenaran tertinggi dari mendidik atau didikan itu? Juga dari sistem pendidikan itu?
Mendidik adalah berbuat yang benar, atau melakukan perbuatan yang benar intinya membantu terdidik dalam rangka yang bersangkutan mendewasakan dirinya. Mendidik yang benar atau benarnya mendidik, ialah dalam arti membimbing mendorong terdidik mampu belajar lebih lanjut sehari-hari selama perjalanan hidupnya. Adapun sistem pendidikan adalah aturan atau praktek yang melembaga tentang pengembangan sumberdaya manusia.
7. Apa tujuan yang sebenar-benarnya dari mendidik itu, dan dari sistem pendidikan? Apa pula kriterianya?
Tujuan sistem pendidikan yang benar, dalam arti formal juga ialah yang menciptakan dan memberi layanan pendidikan kepada warga negara masyarakat dari berbagai lapisan dan lingkungan seluas-luasnya. Ada juga metode yang berbagai konteks sesuai data terdidik sendiri, lingkungan khlayak dan alamnya. Lalu, pilih konsep-konsep yang paling sesuai
D. Landasan psikologi
Psikologi memberi konstribusi mendasar pada pendidikan, yaitu terhadap pendidikan sebagai ilmu dan sebagai praksis pendidikan. Konstribusi mendasar terhadap ilmu pendidikan, terutama hal pembentukan teori, prinsip dan konsep pendidikan.
1. Landasan psikologi bagi ilmu pendidikan
Dalam bagian ini dikemukakan konsep pokok dari berbagai aliran psikologi yang melandasi pegembangan konsep, prinsip dan teori ilmu pendidikan, antara lain: psikologi humanistik-ekstensial, fenomenologis dan psikoanalisis.
a. Psikologi humanistik dalam pendidikan
2. Apa tujuan hukum itu? Apa tujuan hukum yang sesungguhnya itu? Tujuan tertinggi dari hukum itu apa
Tujuan hukum adalah mencapai keadilan dan kebenaran para individu yang terlibat dalam masalah/sengketa hukum. Dan tujuan hukum juga adalah mencapai keteraturan, ketertiban, manfaat dan kemajuan umum. Lebih jauh tujuan hukum juga adalah keamanan dan keutuhan negara sedangkan keadilan, keteraturan, keamanan tertinggi sebagai tujuan hukum adalahyang berdasar dan merajuk pada peraturan tuhan dalam kitab sucinya atau menurut akal sehat para ahli hukum, atau menurut rumusan konstitusi UUD, dan selanjutnya menurut suara warga masyarakat terbanyak dalam negara yang bersangkutan.
3. Itu semua apa kriterianya
Kriterianya ada yang merajuk pada perintah dan larangan tuhan dalam firmannya dalam kitab suci, ada yang merajuk pada suara hati nurani kemanusian. Adayang merajuk pada logika atau pikiran logis.
4. Bagaimana metode kerjanya untuk mengetahui hukum yang benar dan adil, dan juga hukum yang demikian dapat terlaksana? Dengan faktor apa diciptakan serta dilaksanankanya.Metode kerja untuk mengenal hukum dimulai dan dipusatkan secara deduktif, dengan merujuk sistem nilai kebenaran serta keadilan, sesuai itu dengan menafsirkan peraturan-peraturan selanjutnya. Adapun berlakunya hukum itu karena mampu dilakukan oleh segenap subjek hukum dalam setiap kelompok hukum di seluruh negara, dipertahankan oleh segenap penegak hukum.
5. Berhubungan dengan adanya perbedaan-perbedaan itu, ada aliran-aliran filsafat hukum apa?
Di antara aliran-aliran yang dikenal dengan sebutan idealisme, humanivisme, materialisme, positivisme dan rasionalisme, ata lebih khusus positivisme-rasional-hukum. Tentunya harus ditambahkan aliran pancasila, ada analoginya dengan sistematika kajian filsafat hukum
6. Apa itu mendidik, apa itu didikan apa itu sistem pendidikan? Apakah kebenaran tertinggi dari mendidik atau didikan itu? Juga dari sistem pendidikan itu?
Mendidik adalah berbuat yang benar, atau melakukan perbuatan yang benar intinya membantu terdidik dalam rangka yang bersangkutan mendewasakan dirinya. Mendidik yang benar atau benarnya mendidik, ialah dalam arti membimbing mendorong terdidik mampu belajar lebih lanjut sehari-hari selama perjalanan hidupnya. Adapun sistem pendidikan adalah aturan atau praktek yang melembaga tentang pengembangan sumberdaya manusia.
7. Apa tujuan yang sebenar-benarnya dari mendidik itu, dan dari sistem pendidikan? Apa pula kriterianya?
Tujuan sistem pendidikan yang benar, dalam arti formal juga ialah yang menciptakan dan memberi layanan pendidikan kepada warga negara masyarakat dari berbagai lapisan dan lingkungan seluas-luasnya. Ada juga metode yang berbagai konteks sesuai data terdidik sendiri, lingkungan khlayak dan alamnya. Lalu, pilih konsep-konsep yang paling sesuai
D. Landasan psikologi
Psikologi memberi konstribusi mendasar pada pendidikan, yaitu terhadap pendidikan sebagai ilmu dan sebagai praksis pendidikan. Konstribusi mendasar terhadap ilmu pendidikan, terutama hal pembentukan teori, prinsip dan konsep pendidikan.
1. Landasan psikologi bagi ilmu pendidikan
Dalam bagian ini dikemukakan konsep pokok dari berbagai aliran psikologi yang melandasi pegembangan konsep, prinsip dan teori ilmu pendidikan, antara lain: psikologi humanistik-ekstensial, fenomenologis dan psikoanalisis.
a. Psikologi humanistik dalam pendidikan
Psikologi
humanistik memiliki pandangan yang menghargai pemahaman pengalaman subyektif individu
dan mementingkan aspek pertumbuhan dan perkembangan pribadiuntuk mencapai
kesejahteraan psikologis. Menurut
maslow (1970), manusia memiliki pentahapan kebutuhan merentang dari kebutuhan
tahap rendah bertahap sampai kebutuhan yang lebih tinggi.
b. Psikologi eksistensial dalam pendidikan
b. Psikologi eksistensial dalam pendidikan
Psikolgi
eksistensial merupakan suatu pendekatan psikologis yang dimaksudkan untuk
membantu individu memahami, menghadapi dan mampu memahami masalah
eksistensinya. Ada beberapa isu pokok yang dibahas dalam eksistensialisme yang
memiliki implikasi kependidikan, yaitu sebagai berikut:
1) Tanggung jawab pribadi
2) Kebebasan
3) Kecemasan eksistensial
4) Perasaan bersalah eksistensial
5) Pengasingan diri
6) Keotentikan
7) Integritas
8) Kehidupan secara otentik
c. Psikoanalisi dalam pendidikan
Bahasan mengenai psikoanalisis dipusatkan pada dua tokoh utama yaitu freud dan erikson
1) Konsep freud tentang hakikat manusia
a. Freud(1954) menkonsepkan hakekat manusia secara deterministik. Ini berarti bahwa sebagian besar perilaku manusia atas pemuasan dorongan atau kebutuhan bilogis
b. Struktur keperibadian
1) Tanggung jawab pribadi
2) Kebebasan
3) Kecemasan eksistensial
4) Perasaan bersalah eksistensial
5) Pengasingan diri
6) Keotentikan
7) Integritas
8) Kehidupan secara otentik
c. Psikoanalisi dalam pendidikan
Bahasan mengenai psikoanalisis dipusatkan pada dua tokoh utama yaitu freud dan erikson
1) Konsep freud tentang hakikat manusia
a. Freud(1954) menkonsepkan hakekat manusia secara deterministik. Ini berarti bahwa sebagian besar perilaku manusia atas pemuasan dorongan atau kebutuhan bilogis
b. Struktur keperibadian
Struktur
kepribadian mengungkapakan sebuah struktur kepribadian yang mempunyai
komponen-komponen yakni: ego dan superego
c. Kesadarn dan ketaksadaran
c. Kesadarn dan ketaksadaran
Pada
diri manusia itu ada saat manusia berada pada ketiksadaran dan dari sinilah
gejalah neurotik.
d. Pertahanan ego
d. Pertahanan ego
Menurut
psikoanalisis, untuk menjaga keselamatan dirinya dari lingkungan dan untuk berupaya
memenuhi kebutuhan-kebutuhanya yang alami.
2) Pendekatan psikologis erikson
Erikson pada mulanya adalah pengikut freud dan kemudian berbeda pendapat mengenai masalah mendasar yang berkenaan dengan apa yang mendorong dan memotivasi manusia. Bagi Freud pendorong pendukung perilaku manusia adalah unsur biologis, yang lebih khusus lagi adalah naluri biologis untuk bertahan dan bertindak agresif, sedangkan menurut Erikson kekuatan yang paling penting yang mendorong perilaku manusia dan perkembangan kepribadiannya adalah interaksi sosial. Adapun 8 tahap perkembangan menurut Erikson
a. Kepercayaan dan ketidakpercayaan yakni usia 0-18 tahun
b. Kemandirian vs perasaan malu yakni usia 18-24 tahun
c. Inisiatif dan perasaan berdosa yakni 2/3 sampai 6 tahun
d. Kerajinan vs perasaan rendah diri 6-11 tahun
e. Identitas dan kekacauan peran yakni usia 11 tahun
f. Keintiman vs isolasi yakni masa muda sampai dewasa
g. Kemampuan berkembang dan stagnasi yakni masa dewasa
h. Integritas ego vs putus asa yakni dialami oleh orang yang lebih tua
2. Landasan psikologis bagi praksis pendidikan
Landasan psikologis atau konstribusi psikologi praksis pendidikan, terutama berkaitan dengan pembelajaran dan perkembangan manusia, serta dalam bidang penelitian pendidikan, beberapa teori yang penting sangat berperan dalam memhami perkembangan peserta didik dan proses pembelajaran itu antara lain sebagai berikut:
a. Psikologi kognitif dari Piaget
b. Teori sosiokultural dari Vygotsky
c. Operang kondisioning dari Skinner
d. Intelegensi jamak dari Gardner
e.Perkembangan moral dari kohlberg Konstruktivisme
E. Landasan sosiologi
Sosiologi pendidikan merupakan cabang sosiologi yang menfokuskan perhatian pada dimensi sosial dari pendidikan yang spesifik meliputi keterkaitan pendidikan dan pranata kehidupan lainnya. Interkasi manusia dengan sistem pendidikan, keterkaitan pendidikan dengan komuniti sekitar dan dampak pendidikan pada kehidupan peserta didik.
1. Latar belakang historis sosiologi pendidikan
2) Pendekatan psikologis erikson
Erikson pada mulanya adalah pengikut freud dan kemudian berbeda pendapat mengenai masalah mendasar yang berkenaan dengan apa yang mendorong dan memotivasi manusia. Bagi Freud pendorong pendukung perilaku manusia adalah unsur biologis, yang lebih khusus lagi adalah naluri biologis untuk bertahan dan bertindak agresif, sedangkan menurut Erikson kekuatan yang paling penting yang mendorong perilaku manusia dan perkembangan kepribadiannya adalah interaksi sosial. Adapun 8 tahap perkembangan menurut Erikson
a. Kepercayaan dan ketidakpercayaan yakni usia 0-18 tahun
b. Kemandirian vs perasaan malu yakni usia 18-24 tahun
c. Inisiatif dan perasaan berdosa yakni 2/3 sampai 6 tahun
d. Kerajinan vs perasaan rendah diri 6-11 tahun
e. Identitas dan kekacauan peran yakni usia 11 tahun
f. Keintiman vs isolasi yakni masa muda sampai dewasa
g. Kemampuan berkembang dan stagnasi yakni masa dewasa
h. Integritas ego vs putus asa yakni dialami oleh orang yang lebih tua
2. Landasan psikologis bagi praksis pendidikan
Landasan psikologis atau konstribusi psikologi praksis pendidikan, terutama berkaitan dengan pembelajaran dan perkembangan manusia, serta dalam bidang penelitian pendidikan, beberapa teori yang penting sangat berperan dalam memhami perkembangan peserta didik dan proses pembelajaran itu antara lain sebagai berikut:
a. Psikologi kognitif dari Piaget
b. Teori sosiokultural dari Vygotsky
c. Operang kondisioning dari Skinner
d. Intelegensi jamak dari Gardner
e.Perkembangan moral dari kohlberg Konstruktivisme
E. Landasan sosiologi
Sosiologi pendidikan merupakan cabang sosiologi yang menfokuskan perhatian pada dimensi sosial dari pendidikan yang spesifik meliputi keterkaitan pendidikan dan pranata kehidupan lainnya. Interkasi manusia dengan sistem pendidikan, keterkaitan pendidikan dengan komuniti sekitar dan dampak pendidikan pada kehidupan peserta didik.
1. Latar belakang historis sosiologi pendidikan
Interaksi
sosial merupakan kata kunci dalam proses pendidikan, keberhasilan pendidikan
ditentukan oleh mutuinteraksi sosial, adapun fokus perhatian sosiologi
pendidikan yaitu dimensi akademik dan dimensi praksis, sebenarnya kedua dimensi
itu tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Antara keduanya terjalin hubungan
saling tergantung yang amat erat, saling meningkatkan dan saling menguatkan.
Kelahiran
dan perkembangan sosologi pendidikan berlansung di daerah eropa dan
amerika dan muncullah beberapa pemikir yang terkenal dengan teori-teorinya
misalkan saja Ward dalam bukunya Educational sociology yang sering dijuluki
bapak sosiologi. Di Indonesia perhatian akan peran pendidikan dalam
perkembangan masyarakat dimulai sekitar tahun 1900, saat indonesia masih
dijajah belanda diantara pemikir pelopor pendidikan kita yang
berorientasi kepada kepentingan masyarakat pada waktu itu adalah ,R.A
Kartini dan R. Dewi Sartika
2. Status keilmuan dan ruang lingkup
2. Status keilmuan dan ruang lingkup
Sosiologi
pendidikan merupakan wilayah pertemuan antara sosiologi dan ilmu pendidikan.
Ilmu ini melakukan analisis sosiologis mengenai struktur dan interaksi sosial
yang berlangsung di dunia pendidikan sebagai pranata kehidupan dan mengkaji
hubungan antara pranata pendidikan dengan pranata kehidupan lain. Lingkup kajian sosiologi pendidikan itu luas sekali mencakup kajian makro, meso
maupun mikro. Atas dasar itu, sosiologi pendidikan secara lebih operasional
dapat diberi cabang sosiologi yang memusatkan perhatian pada mempelajari
pranata pendidikan dan pranata kehidupan.
3. Tujuan dan ruang lingkup
3. Tujuan dan ruang lingkup
Sebagaimana
ilmu pendidikan yang lain sosiologi pendidikan dituntut melakukan 3 fungsi
pokok. Pertama, fungsi eksplanasi, yaitu memberi atau menjelaskan pemahaman
tentang fenomena yang termasuk dalam ruang lingkup pembahasannya. Kedua fungsi
prediksi yang meramalkan kondisi dan permasalahn pendidkan yang diperkirakan
akan muncul pada masa yang akan datang. Ketiga, fungsi utilisasi, yaitu
menangani permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan
masyarakat misalkan pengangguran, konflik sosial dan lain-lain
4. Model-model analisis pendidikan
4. Model-model analisis pendidikan
Salah
satu karakter sosiologi adalah banyaknya teoti yang digunakan untuk menelaah
suatu obyek, sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang berparadigma ganda. Adapun
model-model analisis sosiologi pendidikan yakni:
a. model struktural fungsional
a. model struktural fungsional
Teori
strutural fungsional, disebut juga teori integrasi, teori konsensus atau
keseimbangan
b. model konflik
b. model konflik
Model
konflik, dikenal juga sebagai model marxis, memusatkan perhatian pada
pertentangan kepentingan, dominasi, pemaksaan dan perubahan.
c. Model analisis kritis
c. Model analisis kritis
Tujuan
dari teori ini adalah mendorong emansipasi, membela kepentingan kaum yang lemah
yang terpinggirkan dan pembebasan masyarakat dari berbagai bentuk dominasi.
5. Pokok dan sumber kajian sosiologi pendidkan
5. Pokok dan sumber kajian sosiologi pendidkan
Sebagaimana
dimaklumi, sosiologi pendidikan telah berkembang dari Educational sociology
yang memperhatikan pada peran kontribusi pendidikan dan memecahkan berbagai
masalah sosial. Brookover menjelaskan bahwa bidang kajian Sociology of
Edocation yakni, hubungan sistem sosial dan pendidikan, hubungan sekolah dengan
komunitas, hubungan manusia dengan sistem pendidikan,dll
F. Landasan Antropologi
Kebinekaan merupakan unsur yang perlu dipertimbangka dalam implementasi pendidikan, sehingga pendidikan itu sesuai dengan latar belakang budaya yang melandasinya. Oleh karena itu makna kultur antroplogi mewarnai pendidikan dalam kebinekaan budaya perlu dikaji secara komprehensif.
1. Antropologi : Variabel pembeda corak pendidikan
F. Landasan Antropologi
Kebinekaan merupakan unsur yang perlu dipertimbangka dalam implementasi pendidikan, sehingga pendidikan itu sesuai dengan latar belakang budaya yang melandasinya. Oleh karena itu makna kultur antroplogi mewarnai pendidikan dalam kebinekaan budaya perlu dikaji secara komprehensif.
1. Antropologi : Variabel pembeda corak pendidikan
Antropologi
merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari manusia cara hidupnya termasuk
bentuk-bentuk bahasa yang digunakan. Demikian sistem nilai dalam berbagai
bidang kehidupan yang berlaku untuk kurung waktu yang cukup lama serta pengaruh
lingkungan fisik terhadap sistem dan perilaku manusianya, termasuk objek
dalam telaah antropologi.
2. Budaya, Agama dan Aqidah
2. Budaya, Agama dan Aqidah
Hubungan
antara Aqidah, Agama dan budaya sangat erat dan merupakan satu kesatuan yang
saling mempengaruhi, Aqidah dimaknai sebagai fondasi dari ajaran agama yang
pada akhirnya akan membentuk suatu kebudayaan.
Pendidikan
mencakup seluruh proses yang membantu pembentukan pola pikir dan karakter
manusia sepanjang hidup. Dapatlah dikatakan bahwa generasi muda, secara kultur tidak
matang dengan sendirinya, akan tetapi untuk mencapai dewasa perlu diajarkan
oleh generasi tua dan pada akhirnya pendidikan akan berubah menjadi sebuah
budaya pada masyarakat karen telah menjai sebuah kebutuhan dan dilakukan dari
suatu generasi ke generasi berikutnya.
G. Sains dan teknologi
G. Sains dan teknologi
Sains
merupakan pengertian umun untuk ilmu pengetahuan. Dalam naskah ini yanb
dimaksudkan adalah ilmu pengetahuan alamiah yaitu upaya memahami gejala dan
perilaku alam yang pada mulanya belum diketahui makana dan prosesnya. Teknologi
yang merupakan bagian dari sains sangat membantu dalam proses pengembangan dan
pelaksanaan praksis pendidikan.
1. Sains alamiah: Upaya untuk memahami alam
1. Sains alamiah: Upaya untuk memahami alam
Yang
menjadi dasar berkembangnya sains dan teknologi adalah terdorong oleh rasa
ingin tahu, sejak dahul kala banyak orang yang tertarik dan berusaha untuk
memahami berbagai gejala alam yang dijumpai dalam kehidupannya.
2. Metode ilmiah
2. Metode ilmiah
Metode
ilmiah atau sering juga disebut proses sains adalah sebuah proses mencari
kebenaran melalui gejala-gejala yang pada alam
3. Asumsi-asumsi
3. Asumsi-asumsi
Asumsi
atau dengan kata lain anggapan terhadap sesuatu hal yang masih memerlukan
pembuktian hal ini muncul akibat gejala yang terjadi dialam sekitar.
4. Keterbatasan sains alamiah
4. Keterbatasan sains alamiah
Seperti
disebutkan bahwa sains dimulai dengan pengamatan dan kemudan berlanjut kepada
tahap selanjutnya. Namun kelemahanya bahwa segala sesuatu dialam ini bisa saja
sewaktu-waktu bisa berubah karena penemuan baru maka akan saling
meniadakan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah , A.S. (1982). “ Educational
Theory”alih bahasa mutamman. Landasan dan tujuan pendidikan menurut al-Quran
serta implementasinya. Bandung Diponegoro
Freud,S.(1954).
The interpretation of dreams. London : Allen & Unwin
Maslow,
A. (1970). Motivation and Personality. New York: Harper & row
Meyer,
A.E. (1950). The Development of Education in the 20th
Century.2nd.Ed.Tokyo: Maruzen
Pribadi,
S. (1970). Peranan filsafat pendidikan. Bandung: LPPD-IKIP
Soelaeman
, M.I. (1988) Suatu telaah tentang manusia-religi- pendidikan. Jakarta: Proyek
Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Upi
(2005) Platform UPI. Bandungn : UPI
0 Response to "PENDIDIKAN SEBAGAI ILMU"
Post a Comment