MODEL PEMBELAJARAN IPS DI SD
Friday, 11 March 2016
Add Comment
MODEL PEMBELAJARAN IPS DI SD
1. Pendidikan IPS di
SD
IPS
adalah suatu bahan kajian yang terpadu yang merupakan penyederhanaan, adaptasi,
seleksi dan modifikasi yang diorganisasikan dari konsep-konsep dan
keterampilan
keterampilan Sejarah, Geografi, Sosiologi, Antropologi, dan
Ekonomi (Puskur, 2001: 9).
Geografi, Sejarah dan Antropologi merupakan disiplin
ilmu yang memiliki keterpaduan yang
tinggi. Pembelajaran Geografi memberikan
wawasan berkenaan dengan peristiwa-peristiwa
dengan wilayah-wilayah, sedangkan
Sejarah memberikan kebulatan wawasan berkenaan
dengan peristiwa-peristiwa dari
berbagai periode. Antropologi meliputi studi-studi komparatif
yang berkenaan
dengan nilai-nilai kepercayaan, struktur sosial, aktivita-aktivitas ekonomi,
organisasi politik, ekspresi-ekpresi dan spritual, teknologi, dan benda-benda
budaya dari
budaya-budaya terpilih. Ilmu Ekonomi tergolong kedalam ilmu-ilmu
tentang kebijakan pada
aktivitas-aktivitas yang berkenaan dengan pembuatan
keputusan. Sosiologi merupakan
ilmu-ilmu tentang perilaku seperti konsep peran,
kelompok, institusi, proses interaksi dan
Muriel Crosby menyatakan bahwa IPS diidentifikasi sebagai studi yang memperhatikan pada
bagaimana orang membangun kehidupan yang lebih baik bagi dirinya dan
anggota
keluarganya, bagaimana orang memecahkan masalah-masalah, bagaimana
orang hidup
bersama, bagaimana orang mengubah dan diubah oleh lingkungannya
(Leonard S. Kenworthi,
1981:7). IPS menggambarkan interaksi individu atau
kelompok dalam masyarakat baik dalam
lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
Interaksi antar individu dalam ruang lingkup lingkungan
mulai dari yang
terkecil misalkan keluarga, tetangga, rukun tetangga atau rukun warga,
desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi, negara dan dunia.
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa Pendidikan IPS adalah disiplin ilmu-ilmu sosial ataupun
integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah,
geografi, ekonomi, dan
antropologi yang mempelajari masalah-masalah sosial.
Pendidikan
IPS di SD telah mengintegrasikan bahan pelajaran tersebut dalam satu bidang
studi. Materi pelajaran IPS merupakan penggunaan konsep-konsep dari ilmu sosial
yang
terintegrasi dalam tema-tema tertentu. Misalkan materi tentang pasar, maka
harus ditampilkan
kapan atau bagaimana proses berdirinya (sejarah), dimana
pasar itu berdiri (Geografi),
bagaimana hubungan antara orang-orang yang berada
di pasar (Sosiologi), bagaimana
kebiasaan-kebiasaan orang menjual atau membeli
di pasar (Antropologi) dan berapa
jenis-jenis barang yang diperjualbelikan
(Ekonomi).
Dengan
demikian Pendidikan IPS di sekolah dasar adalah disiplin ilmu-ilmu sosial
seperti
yang disajikan pada tingkat menengah dan universitas, hanya karena
pertimbangan tingkat
kecerdasan, kematangan jiwa peserta didik, maka bahan
pendidikannya disederhanakan,
diseleksi, diadaptasi dan dimodifikasi untuk
tujuan institusional didaksmen (Sidiharjo, 1997).
2. Pengembangan Model
Pembelajaran Untuk Mengatasi Masalah Pendidikan IPS di
SD
Sejumlah
model pendekatan pembelajaran tersebut diatas, masing-masing mengedepankan
keunggulan dalam mengupayakan pencapaian sasaran yang diyakini oleh setiap
pengembangannya, namun untuk penerapan praktis di tempat yang sangat mungkin
berbeda,
harus dikalkulasikan dengan berbagai aspek kondisional yang tentu
tidak sama. Sekurang
kurangnya dimana, oleh, atau dengan dan terutama untuk
siapa proses pembelajaran
dilakukan. Khusus berkaitan dengan kebutuhan
pembelajaran pada anak usia pertumbuhan,
dari sejumlah model tersebut tentunya
dapat dirujuk model pendekatan yang menjadi rujukan di
atas dengan sebutan
model Cognitive Emotion and Social Development. Dasar
pandangannya
adalah “anak merupakan produk berbagai pengaruh, mulai dari keluarganya,
kesehatan, kondisi sosial ekonomi dan sekolah”. Bahwa masing-masing pendekatan
pada
pandangan teoritis berkenaan dengan stressingnya, dalam praktisnya
dapat terjadi saling
berkait antara satu pendekatan dengan pendekatan lain
secara bersamaan. Untuk itu,
memenuhi keperluan teknis operasional dalam
mengembangkan pembelajaran Pengetahuan
Sosial berbasis pendekatan nilai
khususnya, berikut dipetikan langkah teknis sejumlah model
pilihan yang
dipandang mewakili tuntutan karakteristik materil, peserta didik dan setting
sosial
yang menjadi lingkungan kultur dan belajar SD/MI umumnya di tanah air.
Beberapa dari
sejumlah pendekatan yang menjadi rujukan tersebut, secara parsial
terliput dalam kerangka
teknis model pilihan berikut, antara lain: Model
Inkuiri, VCT, Bermain Peta, ITM (STS), Role
Playing, dan Portofolio.
1. Model
Inkuiri
a) Makna Pembelajaran Inkuiri
Model inkuiri adalah
salah satu model pembelajaran yang memfokuskan kepada
pengembangan kemampuan
siswa dalam berpikir reflektif kritis, dan kreatif. Inkuiri adalah
salah satu
model pembelajaran yang dipandang modern yang dapat dipergunakan pada
berbagai
jenjang pendidikan, mulai tingkat pendidikan dasar hingga menengah. Pelaksanaan
inkuiri di dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial dirasionalisasi pada pandangan
dasar
bahwa dalam model pembelajaran tersebut, siswa didorong untuk mencari dan
mendapatkan
informasi melalui kegiatan belajar mandiri. Model inkuiri pada
hakekatnya merupakan
penerapan metode ilmiah khususnya di lapangan Sains, namun
dapat dilakukan terhadap
berbagai pemecahan problem sosial. Savage Amstrong
mengemukakan bahwa model
tersebut secara luas dapat digunakan dalam proses
pembelajaran Social Studies (Savage
and Amstrong, 1996). Pengembangan
strategi pembelajaran dengan model inkuiri dipandang
sanagt sesuai dengan
karakteristik materil pendidikan Pengetahuan Sosial yang bertujuan
mengembangkan
tanggungjawab individu dan kemampuan berpartisipasi aktif baik sebagai
anggota
masyarakat dan warganegara.
b) Langkah-langkah Inkuiri
Langkah-langkah yang
harus ditempuh di dalam model inkuiri pada hakekatnya tidak berbeda
jauh dengan
langkah-langkah pemecahan masalah yang dikembangkan oleh John Dewey
dalam
bukunya “How We Think”. Langkah-langkah tersebut antara lain:
> Langkah pertama, adalah orientation,
siswa mengidentifikasi masalah, dengan pengarahan
dari guru terutama yang
berkaitan dengan situasi kehidupan sehari-hari.
> Langkah kedua hypothesis, yakni
kegiatan menyusun sebuah hipotesis yang dirumuskan
sejelas mungkin sebagai antiseden
dan konsekuensi dari penjelasan yang telah diajukan.
> Langkah ketiga definition, yaitu
mengklarifikasi hipotesis yang telah diajukan dalam forum
diskusi kelas untuk
mendapat tanggapan.
>Langkah keempat exploration,
pada tahap ini hipotesis dipeluas kajiannya dalam pengertian
implikasinya
dengan asumsi yang dikembangkan dari hipotesis tersebut.
>Langkah kelima evidencing, fakta
dan bukti dikumpulkan untuk mencari dukungan atau
pengujian bagi hipotesa
tersebut.
>Langkah keenam generalization,
pada tahap ini kegiatan inkuiri sudah sampai pada tahap
mengambil kesimpulan
pemecahan masalah (Joyce dan Weil, 1980
2. Model
Pembelajaran VCT
a) Makna Pembelajaran VCT
VCT adalah salah satu
teknik pembelajaran yang dapat memenuhi tujuan pancapaian
pendidikan nilai.
Djahiri (1979: 115) mengemukakan bahwa Value Clarification Technique,
merupakan sebuah cara bagaimana menanamkan dan menggali/ mengungkapkan
nilai-nilai
tertentu dari diri peserta didik. Karena itu, pada prosesnya VCT
berfungsi untuk: a) mengukur
atau mengetahui tingkat kesadaran siswa
tentang suatu nilai; b) membina kesadaran siswa
tentang nilai-nilai yang
dimilikinya baik yang positif maupun yang negatif untuk kemudian dibina
kearah
peningkatan atau pembetulannya; c) menanamkan suatu nilai kepada siswa
melalui
cara yang rasional dan diterima siswa sebagai milik pribadinya. Dengan
kata lain, Djahiri
(1979: 116) menyimpulkan bahwa VCT dimaksudkan untuk
“melatih dan membina siswa
tentang bagaimana cara menilai, mengambil keputusan
terhadap suatu nilai umum untuk
kemudian dilaksanakannya sebagai warga
masyarakat”.
b) Langkah Pembelajaran Model VCT
Berkenaan dengan teknik pembelajaran
nilai Jarolimek merekomendasikan beberapa cara,
antara lain:
a. Teknik evaluasi diri (self
evaluation) dan evaluasi kelompok (group evaluation)
Dalam
teknik evaluasi diri dan evaluasi kelompok pesertadidik diajak berdiskusi atau
tanya-jawab tentang apa yang dilakukannya serta diarakan kepada keinginan untuk
perbaikan
dan penyempurnaan oleh dirinya sendiri:
a. Menentukan tema, dari persoalan yang
ada atau yang ditemukan peserta didik
b. Guru bertanya berkenaan yang dialami
peserta didik
c. Peserta didik merespon pernyataan guru
d. Tanya jawab guru dengan peserta didik
berlangsung terus hingga sampai pada tujuan yang
diharapkan untuk menanamkan
niai-nilai yang terkandung dalam materi tersebut.
b. Teknik Lecturing
Teknik
lecturing, dilalukan guru gengan bercerita dan mengangkat apa yang
menjadi topik
bahasannya. Langkah-langkahnya antara lain:
a. Memilih satu masalah / kasus / kejadian
yang diambil dari buku atau yang dibuat guru.
b. Siswa dipersilahkan memberikan
tanda-tanda penilaiannya dengan menggunakan kode,
misalnya: baik-buruk, salah
benar, adil tidak adil, dsb.
c. Hasil kerja kemudian dibahas
bersama-sama atau kelompok kalau dibagi kelompok untuk
memberikan kesempatan
alasan dan argumentasi terhadap penilaian tersebut.
c. Teknik menarik dan memberikan
percontohan
Dalam
teknik menarik dan memberi percontohan (example of axamplary behavior),
guru
membarikan dan meminta contoh-contoh baik dari diri peserta didik ataupun
kehidupan
masyarakat luas, kemudian dianalisis, dinilai dan didiskusikan.
d. Teknik indoktrinasi dan pembakuan
kebiasan
Teknik
indoktrinasi dan pembakuan kebiasan, dalam teknik ini peserta didik dituntut
untuk
menerima atau melakukan sesuatu yang oleh guru dinyatakan baik, harus,
dilarang, dan
sebagainya.
e. Teknik tanya-jawab
Teknik
tanya-jawab guru mengangkat suatu masalah, lalu mengemukakan
pertanyaan
pertanyaan sedangkan peserta didik aktif menjawab atau mengemukakan
pendapat
pikirannya.
f. Teknik menilai suatu bahan tulisan
Teknik
menila suatu bahan tulisan, baik dari buku atau khusus dibuat guru. Dalam hal
ini
peserta didik diminta memberikan tanda-tanda penilaiannya dengan kode
(misal: baik - buruk,
benar – tidak-benar, adil – tidak-adil dll). Cara ini
dapat dibalik, siswa membuat tulisan
sedangkan guru membuat catatan kode
penilaiannya. Selanjutnya hasil kerja itu dibahas
bersama atau kelompok untuk
memberikan tanggapan terhadap penilaian.
g. Teknik mengungkapkan nilai melalui
permainan (games).
Dalam
pilihan ini guru dapat menggunakan model yang sudah ada maupun ciptaan sendiri.
3. Model
Bermain Peta
Keterampilan
menggunakan dan menafsirkan peta dan globe merupakan salah satu tujuan
penting
dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial. Keterampilan menginterpretasi peta
maupun globe perlu dilakukan peserta didik secara fungsional. Peta dan globe
memberikan
manfaat, yaitu: a) siswa dapat memperoleh gambaran mengenai
bentuk, besar, batas-batas
suatu daerah; b) memperoleh pengertian yang
lebih jelas mengenai istilah-istilah geografi
seperti: pulau, selat,
semnanjung, samudera, benua dan sebagainya; c) memahami peta dan
globe,
diperlukan beberapa syarat yaitu : (a) arah, siswa mengerti tentang cara
menentukan
tempat di bumi seperti arah mata angin, meridian, paralel, belahan
timur dan barat; (b) skala,
merupakan model atau gambar yang lebih kecil dari
keadaan yang sebenarnya; (c) lambang
lambang, merupakan simbo-simbol yang mudah
dibaca tanpa ada keterangan lain; (d) warna,
menggunakan berbagai warna untuk
menyatakan hal-hal tertentu misalnya: laut, beda tinggi
daratan, daerah, negara
tertentu dsb.
4. Pendekatan
ITM (Ilmu-Teknologi dan Masyarakat)
a. Kebermaknaan Model Pendekatan ITM
Pendekatan ITM (Ilmu,
Teknologi, dan Masyarakat) atau juga disebut STS
(Science
Technology-Society) muncul menjadi sebuah pilihan jawaban atas
kritik terhadap pengajaran
Ilmu Pengetahuan Sosial yang bersifat tradisional (texbook),
yakni berkisar masih pada
pengajaran tentang fakta-fakta dan teori-teori tanpa
menghubungkannya dengan dunia nyata
yang integral. ITM dikembangkan kemudian
sebagai sebuah pendekatan guna mencapai
tujuan pembelajaran yang berkaitan
langsung dengan lingkungan nyata dengan cara
melibatkan peran aktif peserta
didik dalam mencari informasi untuk meemcahkan masalah
yang ditemukan dalam
kehidupan kesehariannya. Pendekatan ITM menekankan pad aktivitas
peserta didik
melalui penggunaan keterampilanproses dan mendorong berpikir tingkat tinggi,
seperti; melakukan kegiatan pengumpulan data, menganalisis data, melakukan
survey
observasi, wawancara dengan masyarakat bahkan kegiatan di laboratorium
dsb. Oleh karena
itu, permasalahan tentang kemasyarakatan sebagaimana adanya
tidak terlepas dari
perkembangan ilmu dan teknologi, dapat dijawab melalui
inkuiri. Dalam kegiatan
pembelajaran tersebut peserta didik menjadi lebih aktif
dalam menggali permasalahan
berdasarkan pada pengalaman sendiri hingga mampu
melahirkan kerangka pemecahan
masalah dan tindakan yang dapat dilakukan secara
nyata. Karena itu, pendekatan ITM
dipandang dapat memberi kontribusi langsung
terhadap misi pokok pembelajaran
pengetahuan sosial, khusus dalam mempersiapkan
warga negara agar memiliki kemampuan:
a) memahami ilmu pengetahuan di
masyarakat, b) mengambil keputusan sebagai warga
negara, c)
membuat hubungan antar pengetahuan, dan d) mengingat sejarah perjuangan
dan
peradaban luhur bangsanya.
b. Langkah Pendekatan ITM
Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam melaksanakan pembelajaran pendekatan ITM
antara lain:
a. Menekankan pada paham kontruktivisme,
bahwa setiap individu peserta didik, telah
memiliki sejumlah pengetahuan dari
pengalamannya sendiri dalam kehidupan faktual di
lingkungan keluarga dan
masyarakat.
b. Peserta didik dituntut untuk belajar
dalam memecahkan permasalahan dan dapat
menggunakan sumber-sumber setempat
(nara sumber dan bahan-bahan lainnya) untuk
memperoleh informasi yang dapat
digunakan dalam pemecahan masalah.
c. Pola pembelajaran bersifat kooperatif
(kerja sama) dalam setiap kegiatan pembelajaran
serta menekankan pada
keterampilan proses dalam rangka melatih peserta didik berfikir
tingkat tinggi.
d. Peserta didik menggali konsep-konsep
melalui proses pembelajaran yang ditempuh
dengan cara pengamatan (observasi)
terhadap objek-objek yang dipelajarinya.
e. Masalah-masalah aktual sebagai objek
kajian, dibahas bersama guru dan peserta didik
guna menghindari terjadi
kesalahan konsep.
f. Pemilihan tema-tema didasarakan urutan
integratif.
g. Tema pengorganisasian pokok dari
sejumlah unit ITM adalah isu dan masalah sosial yang
berkaitan dengan ilmu
pengetahuan.
c. Tahapan Metode Pendekatan ITM
a.
Tahap
Eksplorasi
Kegiatan eksplorasi merupakan tahap
pengumpulan data lapangan dan data yang berkaitan
dengan nilai. Peserta didik
dengan bantuan LKS secara berkelompok melakukan pengamatan
langsung. Eksplorasi
dilakukan guna membuktikan konsep awal yang mereka miliki denga
konsep ilmiah.
b.
Tahap
Penjelasan dan Solusi
Dari data yang telah terkumpul
berdasarkan hasil pengamatan, diharapkan peserta didik
mampu memberikan solusi
sebagai alternatif jawaban tentang persoalan lingkungan. Peserta
didik didorong
untuk menyampaikan gagasan, menyimpulkan, memberikan argumen dengan
tepat,
membuat model, membuat poster yang berkenaan dengan pesan lingkungan, membuat
puisi, menggambar, membuat karangan, serta membuat karya seni lainnya.
c.
Tahap
Pengambilan Tindakan
Peserta didik dapat membuat keputusan
atau mempertimbangkan alternatif tindakan dan
akibat-akibatnya dengan
menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang telah
diperolehnya. Berdasar
pengenalan masalah dan pengembangan gagasan pemecahannya,
mereka dapat bermain
peran (Role Playing) membuat kebijakan strategis yang diperlukan
untuk
mempengaruhi publik dalam mengatasi permasalahan lingkungan tersebut.
d.
Diskusi
dan Penjelasan
Berikutnya guru dan peserta didik
melakukan diskusi kelas dan penjelasan konsep melalui
tahapan sebagai berikut:
ü Masing-masing kelompok melaporkan hasil
temuan pengamatan lingkungannya.
ü Guru memberikan kesempatan kepada
anggota kelas lainnya untuk memberikan tanggapan
atau informasi yang relevan
terhadap laporan kelompok temannya.
ü Guru bersama peserta didik menyimpulkan
konsep baru yang diperoleh kemudian mereka
diminta melihat kembali jawaban yang
telah disampaikan sebelum kegiatan eksplorasi.
ü Guru membimbing peserta didik
merkonstruksi kembali pengetahuan langsung dari objek
yang dipelajari tentang
alam lingkungannya.
e.
Tahap
Pengembangan dan Aplikasi Konsep
ü Guru bertanya pada peserta didik
tentang hal-hal yang diliahat dalam kehidupan sehari-hari
yang merupakan
aplikasi konsep baru yang telah ditemukan.
ü Guru dan peserta didik mendiskusikan
sikap dan kepedulian yang dapat mereka tumbuhkan
dalam kehidupan sehari-hari
berkaitan dengan konsep baru yang telah ditemukan.
f.
Tahap
Evaluasi
Pada tahapan evaluasi, guru
memperlihatkan gambar suasana lingkungan yang berbeda yaitu
lingkungan yang
terpelihara dan yang tidak terpelihara. Kemudian menggunakan pertanyaan
pancingan pada peserta didik sehingga mampu memberikan penilaian sendiri
tentang
keadaan kedua lingkungan tersebut.
g.
Kegiatan
Penutup
Kegiatan penutup merupakan kegiatan
penyimpulan yang dilakukan guru dan peserta didik
dari seluruh rangkaian
pembelajaran. Sebagai bagian penutup, guru menyampaikan pesan
moral.
5. Model
Role Playing
a. Kebermaknaan Penggunaan Model Role
Playing
Role Playing adalah salah satu model pembelajaran
yang perlu menjadi pengalaman belajar
peserta didik, terutama dalam konteks
pembelajaran Pengetahuan Sosial dan
Kewarganegaraan didalamnya. Sebagai langkah
teknis, role playing sendiri tidak jarang
menjadi pelengkap kegiatan
pembelajaran yang dikembangkan dengan stressing model
pendekatan
lainnya, seperti inkuiri, ITM, Portofolio, dan lainnya. Secara komprehensif
makna
penggunaan role playing dikemukakan George Shaftel (Djahiri, 1978:
109) antara lain:
1) untuk menghayati sesuatu/hal/kejadian
sebenarnya dalam realitas kehidupan; 2) agar
memahami apa yang menjadi
sebab dari sesuatu serta bagaimana akibatnya; 3) untuk
mempertajam
indera dan perasaan siswa terhadap sesuatu; 4) sebagai
penyaluran/pelepasan
tensi (kelebihan energi psykhis) dan
perasaan-perasaan; 5) sebagai alat diagnosa keadaan;
6) ke arah
pembentukan konsep secara mandiri; 7) menggali peran-peran dari pada
dalam
suatu kehidupan/kejadian/keadaan; 8) menggali dan meneliti
nilai-nilai (norma) dan peranan
budaya dalam kehidupan; 9) membantu
siswa dalam mengklarifikasikan (memperinci) pola
berpikir, berbuat dan
keterampilannya dalam membuat/ mengambil keputusan menurut
caranya sendiri; 10)
membina siswa dalam kemampuan memecahakan masalah.
Adapun
langkah-langkahnya, Djahiri (1978: 109) mengangkat urutan teknis yang
dikembangkan Shaftel yang terdiri dari 9 langkah dalam tabel berikut.
No.
|
Urutan
Langkah
|
Kegiatan
dan Pelakunya
|
1.
|
Penjelasan umum
|
a. Mencari atau mengemukakan
permasalahan (oleh guru atau bersama siswa).
b. Memperjelas masalah/ topik tersebut
(guru).
c. Mencari bahan-bahan, keterangan atau
penjelasan lebih lanjut, dengan menunjukan sumbernya (guru & siswa).
d. Menjelaskan tujuan, makna dari role
playing.
|
2.
|
Memilih para pelaku
|
a. Menganalisis peran yang harus
dimainkan (guru bersama siswa).
b. Memilih para pelakunya (dibantu
guru).
|
3.
|
Menentukan Observer
|
a. Menentukan observer dan menjelaskan
tugas dan peranannya (guru & siswa).
|
4.
|
Menentukan jalan cerita
|
a. gariskan jalan ceritanya.
b. tegaskan peran-peran yang ada
didalamnya.
c. berikut gambaran situasi keadaan
cerita tersebut (guru + siswa).
|
5.
|
Pelaksanaan (bermain)
|
a. Mulai melakonkan permainan tersebut
b. Menjaga agar setiap peran berjalan.
c. Jagalah agar babakan-babakan terlihat
jelas.
|
6.
|
Diskusi dan permainan
|
a. Telaah setiap peran, posisi, dan
permainan.
b. diskusikan hal tersebut berikut saran
perbaikannya.
c. Siapkan permainan ulangan.
|
7.
|
Permainan ulang dan diskusi serta
penelaahan
|
a. Seperti sub 5 dan sub 6
|
8.
|
Mempertukarkan pikiran, pengalaman
dan membuat kesimpulan
|
a. Setiap pelaku mengemukakan
pengalaman, perasaan dan pendapatnya.
b. Observer mengemukakan penilaian
pendapatnya.
c. Siswa dan guru membuat kesimpulan dan
merangkainya dengan topik / konsep yang sedang dipelajarinya.
|
7. Model Portofolio
1. Makna Pembelajaran Portofolio
Protofolio dalam pendidikan mulai dipergunakan sebagai salah satu jenis model penilaian
(Assesment) yang berbasis produk, yakni penilaian yang didasarkan pada segala hasil yang
dapat dibuat atau ditunjukan peserta didik, kemudian dihimpun dalam sebuah ‘map jepit’
(portofolio) untuk dijadikan bahan pertimbangan guru dalam memberikan asesmen otentik
terhadap kinerja peserta didik.
Sapriya (Winataputra, 2002: 1.16) menegaskan bahwa: “portofolio merupakan karya terpilih
kelas/siswa secara keseluruhan yang bekerja secara kooperatif membuat kebijakan publik
untuk membahas pemecahan terhadap suatu masalah kemasyarakatan”. Makna pembelajaran
berbasis portofolio dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial adalah memperkenalkan kepada
peserta didik dan membelajarkan mereka “pada metode dan langkah-langkah yang digunakan
dalam proses politik” kewarganegaraan/kemasyarakatan.
2. Langkah-langkah Penbelajaran Portofolio
Secara teknis pendekatan portofolio dimulai dengan membagi peserta didik dalam kelas ke
dalam beberapa kelompok, lajimnya dilakukan menjadi 4 atau sesuai menurut keadaan dan
keperluannya. Berdasarkan urutannya, setiap kelompok membidangi tugas dan
tanggungjawab masing-masing, antara lain:
a. Kelompok portofolio-satu; Menjelaskan masalah, dalam tugasnya kelompokini
bertanggung jawab untuk menjelaskan masalah yang telah mereka pilih untuk dikaji dalam
kelas.
b. Kelompok portofolio-dua; Menilai kebijakan alternatif yang diusulkan untuk memecahkan
masalah, dalam tugasnya kelompok ini bertanggung jawab untuk menjelaskan kebijakan saat
ini dan atau kebijakan yang dirancang untuk memecahkan masalah.
c. Kelompok portofolio-tiga; Membuat satu kebijakan publik yang didukung oleh kelas,
dalam tugasnya kelompok ini bertanggung jawab untuk membuat satu kebijakan publik tertentu
yang disepakati untuk didukung oleh mayoritas kelas serta memberikan pembenaran terhadap
kebijakan tersebut.
d. Kelompok portofolio-empat; Membuat satu rencana tindakan agar pemerintah (setempat)
dalam masyarakat mau menerima kebijakan kelas. Dalam tugasnya kelompok ini
bertanggung jawab untuk membuat suatu rencana tindakan yang menujukkan bagaimana
warganegara dapat mempengaruhi pemerintah (setempat) untuk menerima kebijakan yang
didukung oleh kelas.
MODEL PEMBELAJARAN IPS DI SD
0 Response to "MODEL PEMBELAJARAN IPS DI SD"
Post a Comment